Oleh Afi Nihaya Faradisa
Ini adalah tulisan panjangku yang pertama kalinya sejak aku berganti angka usia menjadi 19.
Minggu-minggu ini aku memang fokus pada menulis buku. Jika tidak ada halangan, aku akan segera menerbitkan buku perdana. Sebuah karya sederhana dari Afi Nihaya Faradisa.
Baca juga: Surat untuk Afi Nihaya Faradisa
Kau tahu, aku ragu apakah di dunia ini benar-benar ada orang yang melakukan kebaikan besar tanpa pamrih, bahkan tak masalah jika tidak dibalas terima kasih.
Tapi, orang-orang seperti itu ada. Mereka nyata, dan aku menemukannya.
No strings attached. They give help simply because I need it and they can help.
As simple as that.
Tulus membantu karena aku butuh dan mereka bisa melakukannya.
Sesederhana itu saja.
Mereka percaya bahwa Semesta tak mungkin salah dalam menghitung pahala, karma, atau apalah itu namanya.
Aku berterima kasih. Sangat-sangat berterima kasih :)
I promise I will always do my best, at least I'm trying to. Your kindness won't be in pain.
Perhatikan orang-orang yang paling berjasa di kehidupanmu. Mereka justru tak banyak berkoar ke publik hanya agar kebaikannya dilirik, sebab mereka tahu bahwa kebaikan hati yang asli tidak perlu mengemis untuk diakui.
Ia juga tak mengenal batasan suku ras atau agama, sekat penghalang bagi kita untuk jadi manusia yang setara di mata-Nya.
Dan ada satu lagi pelajaran berharga yang kudapat sampai hari ini: those who speak much, do less.
Mereka yang bermulut besar tindakannya kecil.
Mereka yang berkata banyak tindakannya sedikit.
Itu adalah sebuah kontradiksi yang tidak bisa dipungkiri. Tak peduli kau seorang profesor atau petani. Tak peduli kau tinggal di sini atau di Saudi.
Kuharap engkau mawas diri, karena selain orang tanpa pamrih, aku juga menemukan orang yang berapi-api di depan tapi nyatanya cuma pencitraan.
Tak pandang siapa orangnya! Itulah yang membuatku kecewa.
Untuk guru yang meninggalkan, untuk orang yang memutuskan semuanya sepihak saja,
Ketahuilah bahwa aku bukan murid yang bisa dibimbing dengan cara "tidak dibimbing".
Perhatikan saja, orang-orang yang membantu atau membimbingmu dengan tidak tulus juga akan membuangmu ketika kau tak lagi berguna bagi mereka, ketika kau dirasa tidak lagi bisa memuluskan kepentingan.
Maka, Afi,
Jika kamu harus berjanji, maka berjanjilah kamu takkan jadi seperti mereka. Jangan-jangan sama saja.
Never stop learning because life never stops teaching.
Perbaiki diri, dan lakukan kebaikan apapun yang bisa kau lakukan. Walaupun tak ada orang yang melihatnya, itu real.
Sedangkan kebaikan dan atribut yang orang lihat padamu, itu palsu.
Life goes on.
If you can't change it, accept it. Take it as a lesson learned. Stop worrying over things you cannot control. Forgive yourself, forgive others, believe in Him, and keep growing. Never, never, never give up!
- Penulis adalah Pelajar SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi
Sumber: Facebook Afi Nihaya Faradisa
Ini adalah tulisan panjangku yang pertama kalinya sejak aku berganti angka usia menjadi 19.
Minggu-minggu ini aku memang fokus pada menulis buku. Jika tidak ada halangan, aku akan segera menerbitkan buku perdana. Sebuah karya sederhana dari Afi Nihaya Faradisa.
Baca juga: Surat untuk Afi Nihaya Faradisa
Kau tahu, aku ragu apakah di dunia ini benar-benar ada orang yang melakukan kebaikan besar tanpa pamrih, bahkan tak masalah jika tidak dibalas terima kasih.
Tapi, orang-orang seperti itu ada. Mereka nyata, dan aku menemukannya.
No strings attached. They give help simply because I need it and they can help.
As simple as that.
Tulus membantu karena aku butuh dan mereka bisa melakukannya.
Sesederhana itu saja.
Mereka percaya bahwa Semesta tak mungkin salah dalam menghitung pahala, karma, atau apalah itu namanya.
Aku berterima kasih. Sangat-sangat berterima kasih :)
I promise I will always do my best, at least I'm trying to. Your kindness won't be in pain.
Perhatikan orang-orang yang paling berjasa di kehidupanmu. Mereka justru tak banyak berkoar ke publik hanya agar kebaikannya dilirik, sebab mereka tahu bahwa kebaikan hati yang asli tidak perlu mengemis untuk diakui.
Ia juga tak mengenal batasan suku ras atau agama, sekat penghalang bagi kita untuk jadi manusia yang setara di mata-Nya.
Dan ada satu lagi pelajaran berharga yang kudapat sampai hari ini: those who speak much, do less.
Mereka yang bermulut besar tindakannya kecil.
Mereka yang berkata banyak tindakannya sedikit.
Itu adalah sebuah kontradiksi yang tidak bisa dipungkiri. Tak peduli kau seorang profesor atau petani. Tak peduli kau tinggal di sini atau di Saudi.
Kuharap engkau mawas diri, karena selain orang tanpa pamrih, aku juga menemukan orang yang berapi-api di depan tapi nyatanya cuma pencitraan.
Tak pandang siapa orangnya! Itulah yang membuatku kecewa.
Untuk guru yang meninggalkan, untuk orang yang memutuskan semuanya sepihak saja,
Ketahuilah bahwa aku bukan murid yang bisa dibimbing dengan cara "tidak dibimbing".
Perhatikan saja, orang-orang yang membantu atau membimbingmu dengan tidak tulus juga akan membuangmu ketika kau tak lagi berguna bagi mereka, ketika kau dirasa tidak lagi bisa memuluskan kepentingan.
Maka, Afi,
Jika kamu harus berjanji, maka berjanjilah kamu takkan jadi seperti mereka. Jangan-jangan sama saja.
Never stop learning because life never stops teaching.
Perbaiki diri, dan lakukan kebaikan apapun yang bisa kau lakukan. Walaupun tak ada orang yang melihatnya, itu real.
Sedangkan kebaikan dan atribut yang orang lihat padamu, itu palsu.
Life goes on.
If you can't change it, accept it. Take it as a lesson learned. Stop worrying over things you cannot control. Forgive yourself, forgive others, believe in Him, and keep growing. Never, never, never give up!
- Penulis adalah Pelajar SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi
Sumber: Facebook Afi Nihaya Faradisa
Tambahkan Komentar