Suasana FGD Full Day School dihadiri Muh Zen Adv, M Erfan Soebahar, Bunyamin dan Amin Farih (dari kiri ke kanan).
|
Sekolah lima hari dari pagi hingga sore harus dikaji secara serius. Jangan sampai justeru menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. “Butuh kerjasama yang baik antara pendidik dan peserta didik agar ruang pembelajaran bisa kondusif” ungkap Erfan yang juga guru besar UIN Walisongo Semarang ini. Penataan waktu sekolah, lanjutnya, tidak hanya memikirkan hanya untuk siswa perkotaan, tapi harus memikirkan masyarakat kampung dan pelosok desa.
“Mereka perlu diberikan solusi waktu belajar sesuai kemampuan dengan variasi-variasi pengajaran agar tidak bosan di kelas” tegasnya. MUI berharap, kebijakan pendidikan di Indonesia dapat melegakan semua pihak. Jadi, sekolah lima hari kalau memang berpotensi menutup lembaga pendidikan Islam seperti madrasah diniyah, taman pendidikan Al Qur’an (TPQ) dan pondok pesantren, sebaiknya tidak dilanjutkan.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Muh Zen Adv menjelaskan bahwa masih banyak masalah pendidikan yang harus diselesaikan. “Kebijakan sekolah lima hari bukan kebijakan yang berpihak pada masyarakat desa dan akan membuat rugi lembaga pendidikan agama Islam” tegasnya. Zen berharap pemerintah membuka mata dengan berdialog dengan semua lapisan masyarakat sebelum menerapkan kebijakan tersebut.
Permendikbud 23/2017 tidak menjadi satu-satunya aturan yang bisa memaksa semua satuan pendidikan untuk menyelenggarakan sekolah lima hari. “Dulu ketika Gubernur Jawa Tengah mau membuat full day school di semua tingkatan pendidikan kita arahkan untuk dikaji ulang” katanya. Karena banyak masukan, maka kebijakan lima hari sekolah hanya diberlakukan untuk SMA/SMK dengan pola selektif-opsional, tidak memaksa.
“Saya berharap, Dinas Pendidikan di Kota Semarang juga melakukan kajian yang matang soal penerapan lima hari sekolah, jangan sampai merugikan kalangan santri dan membuat madrasah diniyah, TPQ dan pondok pesantren gulung tikar” tegasnya. Pro-kontra masalah lima hari sekolah ini harus dibicarakan dengan baik. “Saya berharap Walikota Semarang mencari solusi tepat. Sukur bisa berani menolak lima hari sekolah seperti Bupati Jepara dan Bupati Rembang” pungkasnya.
Sutarto, Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kota Semarang menjelaskan bahwa inti dari sekolah lima hari adalah pengembangan pendidikan karakter (PPK) sesuai aturan Mendikbud. “Kami di lapangan hanya melaksanakan kebijakan Menteri dan tetap akan berkoordinasi dengan semua lapisan masyarakat” ungkapnya. Di Kota Semarang, lanjutnya, sekolah lima hari sudah dilaksanakan sejak 2015 hanya untuk SMA dan SMK. Adapun ujicoba sekolah lima hari untuk SD dan SMP baru dilaksanakan di SD Sendang Mulyo 04 Klipang dan SMP 2 Semarang. Tahun 2017 kali ini, dari 532 SD yang sudah mengajukan usulan sekolah lima hari ada 16,5% dan dari 176 SMP sudah mengajukan usulan sekolah lima hari ada 29,5%.
Menanggapi hal itu, Drs Bunyamin MPd, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang menyampaikan terima kasih pada MUI yang telah mempertemukan dengan ulama, pengelola madrasah diniyah, pengelola TPQ dan pondok pesantren dalam membicarakan lima hari sekolah di Kota Semarang. “Pemerintah tidak akan menang-menangan, kami akan libatkan semua pihak untuk mencari jalan terbaik dalam masalah ini” ungkapnya. Jika memang lima hari sekolah ini berjalan, kami akan ajak guru madrasah diniyah dan TPQ untuk mengajari agama dan Al Qur’an di sekolah. (TB4).
Tambahkan Komentar