Ilustrasi: Pembelajaran di SD. (Foto: Tabayuna.com). |
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bu Sitti yang mulia, miris rasanya saya membaca rilis yang Ibu kirim ke media massa. Kenapa? Karena rilis itu memiliki tendensi su'dzon terhadap warga Nahdlatul Ulama (NU). Jujur saja, Ibu bisa menjawab lebih awal pertanyaan saya lebih dulu:
1) Apakah rilis itu sikap lembaga KPAI melalui sikap musyawarah kolektif kolegial atau sikap pribadi Bu Sitti?
2) Apakah karena baground Ormas yang Ibu ikuti, juga turut serta membuat Anda berstatemen itu?
Dijawab dulu ya Bu.
Jawab dengan jujur tanpa harus memandang latar belakang Ormas.
Baik, akan saya lanjutkan.
Saya hanya akan menyampaikan sembilan hal penting untuk pertimbangan peran serta pejabat negara dalam membangun visi Indonesia dengan semangat revolosi mental.
Kenapa sembilan? Karena sembilan adalah lambang kemuliaan sebagaimana ajaran-ajaran pesantren dan madrasan diniyyah yang saya rasakan selama 23 tahun.
1) Sebaiknya statemen dan sikap pejabat negara tidak buru-buru dikeluarkan dengan mengatasnamakan KPAI. Tabayun dulu, apakah itu benar apa tidak?...
Bu Sitti sudahkah melakukan tabayun atas itu semua?...
Dijawab Bu... Tolong dijawab jujur. Sudah tabayun apa belum?...
Banyak pihak yang hari ini menyudutkan Nahdlatul Ulama dengan video-video hoax.
2) Ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak yang Ibu tulis memakai BAJU KOKO, SARUNG DAN KOPIAH yang dimaksudkan ucapan mana? Dan apakah Ibu Sitti sangat benci pada SANTRI?...
Di dalam proses aksi ada shalawat, tahlil dan kalimah-kalimah thayyibah lainnya.
Ibu tidak melihat itu. Kenapa harus dikatakan secara implisit seakan SANTRI ITU KASAR, TIDAK BERADAB DAN TIDAK DIDIDIK KASIH SAYANG.
3) Saya sepakat bahwa anak bangsa itu diajari etika dan moral kebangsaan. Dan itu semua sudah diajarkan oleh para ulama-ulama Nahdlatul Ulama.
Seakan Ibu mau menyebut SATRI TIDAK BERETIKA DAN TIDAK BERMORAL.
Begitu ya Bu?
4) Yang Ibu maksud dengan pihak-pihak yang memanfaatkan anak untuk kepentingan tertentu itu siapa?
Mohon dijelaskan Bu.
Apakah yang dimaksud adalah Kyai dan Pesantren?
Begitu ya Bu?
5) Saya sepakat bahwa anak harus diarahkan dengan tumbuh kembang dengan aktivitas yang shalih dan akram. Dan itu mutlak sudah dilakukan oleh para santri yang Ibu sebut kokonan, sarungan dan kopiahan.
6) Membaca statemen Ibu yang nomer 6 (enam) nampak bahwa sikap itu bukan tupoksi KPAI, bukan topoksi KPAI. Coba dibaca lagi dan dihayati. Jangan karena berbeda Ormas, kemudian su'dzon Ibu kepada kaum santri menjadikan ukhuwah wathaniyah kita pudar dengan sentimen Ormas.
7) Saya orang bodoh desa yang kebetulan pernah kerja di KPI Pusat sebagai Asisten Ahli. Nampaknya sikap komisioner selalu dalam kontrol dan koridor lembaga. Bukan asal suka dan ingin tampil di media kemudian lupa makna arti demokrasi.
8) Demonstrasi itu dilindungi oleh Undang-Undang dan masyarakat boleh memberikan masukan kepada Pemerintah. Seakan Ibu mau katakan bahwa warga NU yang berdemo itu kasar dan menghujat dengan membunuh Menteri yang merupakan kolega Ibu. Maaf, yang demikian bukan sikap dan etika santri NU. Maaf sekali Bu Sitti.
9) Ada baiknya Bu Sitti dengan penuu hikmat menyampaikan jawaban-jawaban saya secara pribadi. Rilis Ibu sudah tersebar di WA group santri hingga desa seperti saya.
Kalau memang Ibu merasa ada khilaf dalam menyampaikan kalimat itu, ada baiknya Ibu minta maaf pada warga NU se-Indonesia.
Saya kira itu yang dapat saya sampaikan sebagai gambaran bahwa SANTRI TIDAK SEGARANG yang Ibu pradugakan. Dan fullday school kalau dipaksakan itu sama dengan bid'ah pendidikan. Dan warga NU itu paham bahwa sebagian bid'ah itu dlalalah dan akan masuk neraka. Takut saya dengan neraka Bu Sitti.
Mohon maaf atas segala khilaf dalam saya bertutur.
والله الموفق الى اقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الفقير
M. Rikza Chamami
Mantan Pjs. Ketua Umum PP IPNU
Dosen UIN Walisongo Semarang
Tambahkan Komentar