Oleh Makmun Rasyid
Penulis buku HTI: Gagal Paham Khilafah
Menafikan dan memerangi pemikiran Khilafah ala HTI tidak menunjukkan kita anti-Islam dan anti-Syariat. Isu para penolak gagasan Khilafah versi HTI yang dilempari hujan "anti-Islam" merupakan cara HTI untuk memuluskan gerakan dakwah yang berlokomotif politik. Sejatinya HTI memang gerakan politik, sedangkan dakwah merupakan pelengkapnya. Ditambah dengan adanya model dakwah itu, mereka bisa menyusup ke semua lini.
Baca juga: Siap-Siap, Setelah HTI, Pemerintah Akan Bubarkan Ormas Radikal Lagi
Khilafah, sebagai sebuah konsep yang tidak terjabarkan secara komprehensif dalam kitab-kitab klasik dan kontemporer menunjukkan bahwa Khilafah bukan sistem mutlak. Sebagai sebuah sistem, ya sistem seperti yang digaungkan HTI yang sudah almarhum, itu tidak wajib. Namun, sebagai sebuah "tata nilai" dan "perangkat" ia baru wajib.
Sebaik apapun ide yang dibawa Muslim, sebagaimana HTI menghadapkan agama dengan negara, ia akan mengalami bentrokan yang merugikan banyak pihak. Sebab, agama dan negara tidak bisa dihadap-hadapkan dan diadu melainkan dikawini ide dan substansinya, mengerucut sampai pada titik tertentu.
Slogan "Anti Khilafah= Anti Islam" itu pun terlalu naif. Sebab, Islam itu tidak setara luhurnya dengan Khilafah. Khilafah yang merupakan bagian dari Fikih, hanya merupakan derivasi dari syariat-syariat Islam yang ada. Dan menolak penerapan Khilafah ala HTI tidak sedikitpun mengurangi keimanan umat Islam. Dan memperjuangkannya pun belum tentu menambah keimanan umat Muslim.
HTI memperjuangkan Khilafah yang dikonsepkan Syaikh Taqiyuddin Al-Nabhani pastinya banyak yang menolak. Sebab, tak mungkin ia diterima 100 persen. Begitu juga, pengkritik gagasan Khilafah pun idenya berkemungkinan ditolak, khususnya ditolak oleh para pejuangnya. Pro-kontra merupakan keniscayaan. Pejuang akan mengatakan: "para penolak gagasan Khilafah ala HTI adalah anti-Islam", sedangkan penolak akan mengatakan bahwa "mereka sedang mempolitisasi agama dan justru menyederhanakan agama hanya kepada Khilafah saja".
Baca juga: Bina Mantan Kader HTI, Pemerintah Akan Keluarkan SKB 3 Menteri
Umat Muslim harus disadarkan: apa itu Islam, apa itu Mazhab, apa itu aliran Islam dan apa itu Politik Islam dan gerakan Politik. HTI itu gerakan politik yang bukan representasi Islam. Sebagai sebuah gerakan, ia bisa salah dan benar. Islam yang diperjuangkannya pun merupakan "Islam Manusia", sebab ia tafsiran bukan wahyu. Klaim paling murni dalam memperjuangkan syariat adalah klaim saja.
Sebagai sebuah "anak yang baru lahir", kelompok HTI mencari orang tua yang bisa melindunginya. Mendatangi orang-orang tua di negeri ini dan tokoh-tokoh yang memiliki banyak massa. Orang tua yang ingin dan berniat mengayominya pun sah-sah saja. Tapi, kecenderungan "anak yang baru lahir" itu sering ke-GR-an, harus diwaspadai. Ini memang dilema. Karenanya yang berniat mengayominya harus berhati-hati ekstra, jangan sampai pula bola yang sudah dilempar akan kembali kepadanya, walaupun niat awalnya baik. [*]
Depok, 11 Agustus 2017
Penulis buku HTI: Gagal Paham Khilafah
Menafikan dan memerangi pemikiran Khilafah ala HTI tidak menunjukkan kita anti-Islam dan anti-Syariat. Isu para penolak gagasan Khilafah versi HTI yang dilempari hujan "anti-Islam" merupakan cara HTI untuk memuluskan gerakan dakwah yang berlokomotif politik. Sejatinya HTI memang gerakan politik, sedangkan dakwah merupakan pelengkapnya. Ditambah dengan adanya model dakwah itu, mereka bisa menyusup ke semua lini.
Baca juga: Siap-Siap, Setelah HTI, Pemerintah Akan Bubarkan Ormas Radikal Lagi
Khilafah, sebagai sebuah konsep yang tidak terjabarkan secara komprehensif dalam kitab-kitab klasik dan kontemporer menunjukkan bahwa Khilafah bukan sistem mutlak. Sebagai sebuah sistem, ya sistem seperti yang digaungkan HTI yang sudah almarhum, itu tidak wajib. Namun, sebagai sebuah "tata nilai" dan "perangkat" ia baru wajib.
Sebaik apapun ide yang dibawa Muslim, sebagaimana HTI menghadapkan agama dengan negara, ia akan mengalami bentrokan yang merugikan banyak pihak. Sebab, agama dan negara tidak bisa dihadap-hadapkan dan diadu melainkan dikawini ide dan substansinya, mengerucut sampai pada titik tertentu.
Slogan "Anti Khilafah= Anti Islam" itu pun terlalu naif. Sebab, Islam itu tidak setara luhurnya dengan Khilafah. Khilafah yang merupakan bagian dari Fikih, hanya merupakan derivasi dari syariat-syariat Islam yang ada. Dan menolak penerapan Khilafah ala HTI tidak sedikitpun mengurangi keimanan umat Islam. Dan memperjuangkannya pun belum tentu menambah keimanan umat Muslim.
HTI memperjuangkan Khilafah yang dikonsepkan Syaikh Taqiyuddin Al-Nabhani pastinya banyak yang menolak. Sebab, tak mungkin ia diterima 100 persen. Begitu juga, pengkritik gagasan Khilafah pun idenya berkemungkinan ditolak, khususnya ditolak oleh para pejuangnya. Pro-kontra merupakan keniscayaan. Pejuang akan mengatakan: "para penolak gagasan Khilafah ala HTI adalah anti-Islam", sedangkan penolak akan mengatakan bahwa "mereka sedang mempolitisasi agama dan justru menyederhanakan agama hanya kepada Khilafah saja".
Baca juga: Bina Mantan Kader HTI, Pemerintah Akan Keluarkan SKB 3 Menteri
Umat Muslim harus disadarkan: apa itu Islam, apa itu Mazhab, apa itu aliran Islam dan apa itu Politik Islam dan gerakan Politik. HTI itu gerakan politik yang bukan representasi Islam. Sebagai sebuah gerakan, ia bisa salah dan benar. Islam yang diperjuangkannya pun merupakan "Islam Manusia", sebab ia tafsiran bukan wahyu. Klaim paling murni dalam memperjuangkan syariat adalah klaim saja.
Sebagai sebuah "anak yang baru lahir", kelompok HTI mencari orang tua yang bisa melindunginya. Mendatangi orang-orang tua di negeri ini dan tokoh-tokoh yang memiliki banyak massa. Orang tua yang ingin dan berniat mengayominya pun sah-sah saja. Tapi, kecenderungan "anak yang baru lahir" itu sering ke-GR-an, harus diwaspadai. Ini memang dilema. Karenanya yang berniat mengayominya harus berhati-hati ekstra, jangan sampai pula bola yang sudah dilempar akan kembali kepadanya, walaupun niat awalnya baik. [*]
Depok, 11 Agustus 2017
Tambahkan Komentar