Oleh : Muhammad Haris
Setelah saya urai sebuah pengantar di bagian sebelumnya, saat ini saya lanjutkan. Sungguh, ini catatan pemahaman saja. Mohon maklum adanya. Saya hanya ingin berbagi dan tidak ingin menyesatkan pemahaman Anda. Terus, tidak ada paksaan terhadap siapa pun Anda, yang mau membaca tulisan saya.
Untuk yang ngefans (meski diam-diam), boleh dibaca berkali-kali. Kalau mau dibagikan, jangan lupa sumbernya. Ini tulisan langka, belum pernah ada di internet. Saya pun, penulisnya sendiri, belum pernah share di website saya. Meski cuma hanya website seadanya. hehe..
Namun, saya benar-benar ingin dapat berkah. Ingin berbagi yang saya pahami. Berharap kalau ada yang salah, bisa dikonfirmasi. Tentu dengan sumbernya yang asli. Tungtungna, sangat senang hati. hehe..
Jadi begini nih, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA pada waktu memberi sambutan menjelaskan bahwa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIS) sudah waktunya menjadi produksi ilmu. Pak Dirjend Pendis mengcover visi Pendis melalui kebijakan produksi ilmu.
Produksi ilmu yang dimaksud adalah untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, bukan hanya pendidikan, penelitian dan pengabdian saja, melainkan harus bisa memproduksi ilmu. Bukan hanya teori saja, tanpa bisa dipakai. Hanya ada di buku, di rak buku, pajangan perpustakaan serta lainnya. Menjadi tantangan PTKIS untuk bersinergi dengan masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam, PTKIS melalui program inilah, harus siap, harus bisa memproduksi ilmu. Bukan hanya, mengajar, koreksi tugas mahasiswa, KKN, skripsi, melainkan harus melakukan terobosan keilmuan, ujar Pak Dirjend Pendis.
Produksi ilmu bisa dilaksanakan dengan berbagai strategi. Diantaranya melalui pengabdian. Iya, pengabdian. Bukan pengabdian biasa, tanpa desain serta rencana matang. Melakukan pengabdian sekaligus penelitian. Bahasa lainnya pengabdian berbasis riset, tegas Pak Dirjend Pendis.
Adapun pelaksanaan yang bagus yaitu dosen dituntut untuk bisa bermitra dengan masyarakat. Dalam pengabdian Diktis menggunakan metode PAR. Maka, dosen hanya sebagai fasilitator. Inilah yang kemudian, nantinya para dosen di PTKIS bisa memproduksi ilmu dengan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis riset atau penelitian mendalam.
Tulisan ini tidak serta merta menjadi sebuah catatan penafsiran atau interpretasi absolut terhadap apa yang menjadi kebijakan Dirjend Pendis. Mohon koreksi, jika banyak kekeliruan. (*)
Setelah saya urai sebuah pengantar di bagian sebelumnya, saat ini saya lanjutkan. Sungguh, ini catatan pemahaman saja. Mohon maklum adanya. Saya hanya ingin berbagi dan tidak ingin menyesatkan pemahaman Anda. Terus, tidak ada paksaan terhadap siapa pun Anda, yang mau membaca tulisan saya.
Untuk yang ngefans (meski diam-diam), boleh dibaca berkali-kali. Kalau mau dibagikan, jangan lupa sumbernya. Ini tulisan langka, belum pernah ada di internet. Saya pun, penulisnya sendiri, belum pernah share di website saya. Meski cuma hanya website seadanya. hehe..
Namun, saya benar-benar ingin dapat berkah. Ingin berbagi yang saya pahami. Berharap kalau ada yang salah, bisa dikonfirmasi. Tentu dengan sumbernya yang asli. Tungtungna, sangat senang hati. hehe..
Jadi begini nih, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA pada waktu memberi sambutan menjelaskan bahwa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIS) sudah waktunya menjadi produksi ilmu. Pak Dirjend Pendis mengcover visi Pendis melalui kebijakan produksi ilmu.
Produksi ilmu yang dimaksud adalah untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, bukan hanya pendidikan, penelitian dan pengabdian saja, melainkan harus bisa memproduksi ilmu. Bukan hanya teori saja, tanpa bisa dipakai. Hanya ada di buku, di rak buku, pajangan perpustakaan serta lainnya. Menjadi tantangan PTKIS untuk bersinergi dengan masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam, PTKIS melalui program inilah, harus siap, harus bisa memproduksi ilmu. Bukan hanya, mengajar, koreksi tugas mahasiswa, KKN, skripsi, melainkan harus melakukan terobosan keilmuan, ujar Pak Dirjend Pendis.
Produksi ilmu bisa dilaksanakan dengan berbagai strategi. Diantaranya melalui pengabdian. Iya, pengabdian. Bukan pengabdian biasa, tanpa desain serta rencana matang. Melakukan pengabdian sekaligus penelitian. Bahasa lainnya pengabdian berbasis riset, tegas Pak Dirjend Pendis.
Adapun pelaksanaan yang bagus yaitu dosen dituntut untuk bisa bermitra dengan masyarakat. Dalam pengabdian Diktis menggunakan metode PAR. Maka, dosen hanya sebagai fasilitator. Inilah yang kemudian, nantinya para dosen di PTKIS bisa memproduksi ilmu dengan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis riset atau penelitian mendalam.
Tulisan ini tidak serta merta menjadi sebuah catatan penafsiran atau interpretasi absolut terhadap apa yang menjadi kebijakan Dirjend Pendis. Mohon koreksi, jika banyak kekeliruan. (*)
Tambahkan Komentar