Oleh Niam At-Majha
PengurusLembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) PCNU Pati
Menikah adalah perkara yang amat bahagia, keadaan yang dinanti-nanti bagi mereka yang sudah mempunyai pasangan, yang saling mencintai bahkan tidak saling mencintai pun dapat menikah. Menikah menjadi hal sangat di tunggu-tunggu sebagai bukti ketulusan cinta terhadap pasangan. Sebagian orang beranggapan dengan melangsungkan pernikahan, pendewasaan telah dibuktikan, dan tanggung jawab telah dipertaruhkan. Karena kita tak lagi sendiri melainkan sudah berdua; sebelumnya ketika masih lajang selalu mengedepankan keinginan pribadi, ketika sudah menikah menjadi keinginan bersama. Semua itu perlu pembiasaan sejak perkenalan.
Baca juga artikel: Para Mama Muda Bercerita, Apa Jadinya?
Ketika sudah berani mengikrarkan pernikaha, maka harus mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan perempuan yang di nikahi. Jangan sampai orang yang kita nikahi kurang bahagia dengan pernikahan. Bukankah tujuan dari cinta yaitu melangsungkan pernikahan. Tentu semua ingat tentang janji-janji cinta ketika sedang pendekatan.
Saat saya sudah berani menikah dengan perempuan pilihan saya, ketika itu pula saya berjanji pada diri saya sendiri untuk mengedepankan keinginan bersama. Bukan lagi mementingkan keinginan pribadi. Meskipun dalam berrumah tangga kita sudah memahami peran masing-masing antara suami dan istri; meskipun begitu kita pun harus saling membantu. Saya tidak malu pergi kepasar untuk membeli sayuran, cabe, dan kebutuhan dapur lainnya, hal itu saya lakukan sebelum berangkat kerja. Bahkan memasak dan mencuci saya jalani saat ketika istri lagi sibuk dengan Si kecil putri kami.
Buat saya hal tersebut tidak akan mengurangi harga diri saya sebagai suami dan laki-laki. Melainkan saya bangga bisa ikut berperan dalam keluarga. Meskipun sebagai kepala rumah tangga saya juga harus ikut berperan membantu apa yang menjadi tanggung jawab istri. Jangan mentang-mentang suami sudah mencari nafkah, tinggal ongkang-ongkang tidak mau membantu pekerjaan rumah, baik mengurus anak atau masak dan pekerjaan rumah lain nya.
Sebagai suami yang profosional dan sudah siap berumah tangga kita harus bisa membagi waktu dengan teman dan keluarga. Ketika sudah bilang siap menikah tentu harus siap berumah tangga. Bukan siap saat malam pertama saja. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak yang siap menikah akan tetapi tidak siap untuk berumah tangga. Maksudnya Si suami mentang-mentang sudah mencari nafkah istri dirumah disuruh mengurus pekerjaan rumah semua, tidak mau membantu pekerjaan rumah sama sekali.
“Mas mbok yo sekali-kali membantu mengurus anak dirumah jangan pergi terus dengan teman-temanmu itu, saya juga capek dirumah ngurus anak memasak dan lain sebagainya,”
“Apa kiras saya juga tidak capek mencari nafkah buatmu dan anak-anak kita, seharian bekerja, pikiran capek badan juga ikut capek,”
Dialog tersebut sering terjadi pada mereka yang belum siap berumah tanngga. Hanya siap menikah saja. Kesiapan dalam berumah tangga itu bukan karena usianya telah matang dan pendidikanya tinggi. Akan tetapi mampu mengendalikan dirinya sendiri. Lebih tepatnya mengubah AKU jadi KITA.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Budi Andayani Psikolog Keluarga dari Pusat Kesehatan Mental Masyarakat Fakultas Psikologi UGM, Pernikahan ialah semua hal tentang kekitaan. Jadi keinginan selalu didahulukan dilayani, merasa paling benar, hingga target pribadi paling penting harus dihilangkan. (Kompas, 11 Juli, 2017).
Ungkapan tersebut seringkali terjadi diantara kita, yang laki-laki harus mengikuti gaya hidup teman-temannya dikantor atau tempat saat dia mencari nafkah.
Sehingga dipaksakan ketika perkumpulannya punya ini dan itu harus mampu mengimbanginya. Saya kira pondasi awal untuk sebuah kesuksesan dapat dilihat dari keluarganya terlebih dahulu, baik profesi apa saja itu, guru, pegawai, karyawan atau yang lainnya. Jangan sampai kita hanya siap menikah saja; akan tetapi tidak siap untuk berumah tangga. Tentu kita tak melupakan saat mengungkapkan cinta dan ritual malam pertama. Jika sedang lagi masalah dalam rumah tangga, ingatlah semua itu. (*)
PengurusLembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) PCNU Pati
Menikah adalah perkara yang amat bahagia, keadaan yang dinanti-nanti bagi mereka yang sudah mempunyai pasangan, yang saling mencintai bahkan tidak saling mencintai pun dapat menikah. Menikah menjadi hal sangat di tunggu-tunggu sebagai bukti ketulusan cinta terhadap pasangan. Sebagian orang beranggapan dengan melangsungkan pernikahan, pendewasaan telah dibuktikan, dan tanggung jawab telah dipertaruhkan. Karena kita tak lagi sendiri melainkan sudah berdua; sebelumnya ketika masih lajang selalu mengedepankan keinginan pribadi, ketika sudah menikah menjadi keinginan bersama. Semua itu perlu pembiasaan sejak perkenalan.
Baca juga artikel: Para Mama Muda Bercerita, Apa Jadinya?
Ketika sudah berani mengikrarkan pernikaha, maka harus mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan perempuan yang di nikahi. Jangan sampai orang yang kita nikahi kurang bahagia dengan pernikahan. Bukankah tujuan dari cinta yaitu melangsungkan pernikahan. Tentu semua ingat tentang janji-janji cinta ketika sedang pendekatan.
Saat saya sudah berani menikah dengan perempuan pilihan saya, ketika itu pula saya berjanji pada diri saya sendiri untuk mengedepankan keinginan bersama. Bukan lagi mementingkan keinginan pribadi. Meskipun dalam berrumah tangga kita sudah memahami peran masing-masing antara suami dan istri; meskipun begitu kita pun harus saling membantu. Saya tidak malu pergi kepasar untuk membeli sayuran, cabe, dan kebutuhan dapur lainnya, hal itu saya lakukan sebelum berangkat kerja. Bahkan memasak dan mencuci saya jalani saat ketika istri lagi sibuk dengan Si kecil putri kami.
Buat saya hal tersebut tidak akan mengurangi harga diri saya sebagai suami dan laki-laki. Melainkan saya bangga bisa ikut berperan dalam keluarga. Meskipun sebagai kepala rumah tangga saya juga harus ikut berperan membantu apa yang menjadi tanggung jawab istri. Jangan mentang-mentang suami sudah mencari nafkah, tinggal ongkang-ongkang tidak mau membantu pekerjaan rumah, baik mengurus anak atau masak dan pekerjaan rumah lain nya.
Sebagai suami yang profosional dan sudah siap berumah tangga kita harus bisa membagi waktu dengan teman dan keluarga. Ketika sudah bilang siap menikah tentu harus siap berumah tangga. Bukan siap saat malam pertama saja. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak yang siap menikah akan tetapi tidak siap untuk berumah tangga. Maksudnya Si suami mentang-mentang sudah mencari nafkah istri dirumah disuruh mengurus pekerjaan rumah semua, tidak mau membantu pekerjaan rumah sama sekali.
“Mas mbok yo sekali-kali membantu mengurus anak dirumah jangan pergi terus dengan teman-temanmu itu, saya juga capek dirumah ngurus anak memasak dan lain sebagainya,”
“Apa kiras saya juga tidak capek mencari nafkah buatmu dan anak-anak kita, seharian bekerja, pikiran capek badan juga ikut capek,”
Dialog tersebut sering terjadi pada mereka yang belum siap berumah tanngga. Hanya siap menikah saja. Kesiapan dalam berumah tangga itu bukan karena usianya telah matang dan pendidikanya tinggi. Akan tetapi mampu mengendalikan dirinya sendiri. Lebih tepatnya mengubah AKU jadi KITA.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Budi Andayani Psikolog Keluarga dari Pusat Kesehatan Mental Masyarakat Fakultas Psikologi UGM, Pernikahan ialah semua hal tentang kekitaan. Jadi keinginan selalu didahulukan dilayani, merasa paling benar, hingga target pribadi paling penting harus dihilangkan. (Kompas, 11 Juli, 2017).
Ungkapan tersebut seringkali terjadi diantara kita, yang laki-laki harus mengikuti gaya hidup teman-temannya dikantor atau tempat saat dia mencari nafkah.
Sehingga dipaksakan ketika perkumpulannya punya ini dan itu harus mampu mengimbanginya. Saya kira pondasi awal untuk sebuah kesuksesan dapat dilihat dari keluarganya terlebih dahulu, baik profesi apa saja itu, guru, pegawai, karyawan atau yang lainnya. Jangan sampai kita hanya siap menikah saja; akan tetapi tidak siap untuk berumah tangga. Tentu kita tak melupakan saat mengungkapkan cinta dan ritual malam pertama. Jika sedang lagi masalah dalam rumah tangga, ingatlah semua itu. (*)
Tambahkan Komentar