Oleh : Vinanda Febriani
Penulis adalah Kader IPPNU Magelang
"Zaman Edan" begitulah gambaran zaman ini dengan sudut pandang yang luas. Di zaman ini banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Misalnya saja yang bisa kita rasakan baru-baru ini. Sebuah permasalahan yang timbul di dalam kehidupan masyarakat hanya karena sebuah benda mati yang bernama "Patung". Tidak rasional bukan, sebuah patung karya seni diperdebatkan hingga rela memutus tali persaudaraan dan merelakan merenggut kedamaian yang sudah lama terjalin secara sempurna dalam kehidupan bermasyarakat.
Kini, adalah zaman digital. Segala sesuatu bergantung kepada koneksi Internet. Bahkan mengambil suatu keputusan saja harus mengandalkan internet. Contohnya banyak, namun saya akan memberikan contoh satu saja yang saat ini tengah menjadi sebuah "Trending Topic" di mata masyarakat. Yakni, kebijakan pemerintah mengenai penerapan 5 hari sekolah atau Full day school (FDS).
Sebuah kejanggalan besar bagi orang-orang yang mau berfikir. Apabila diterapkan sistem pendidikan dengan 5 hari sekolah atau full day school ini, siswa-siswi tentu akan banyak kehilangan waktunya karena terlalu lama berada di sekolah. Lalu, bagaimana dengan Maddin (Madrasah diniyyah) yang sudah lama terbentuk dan sudah ada sebelum adanya lembaga pendidikan formal di Indonesia?
Dengan diterapkannya full day school ini, banyak Maddin yang "gulung tikar" sebab muridnya mengikuti program full day school. Lah kalau seperti ini, lalu bagaimana peran Maddin selanjutnya?. Sebab bagi kalangan Nahdlatul Ulama, Maddin ini menjadi "Syarat Wajib" bagi anak-anak untuk menimba Ilmu Agama selain di sekolah. Lha kalau Maddinnya ditutup, bagaimana dengan nasib anak-anak yang sudah terlanjur "Cinta" dengan Maddin yang sangat mencerahkan dan juga memberikan ilmu serta manfaat nyata bagi kehidupan sehari-hari dalam beragama?. Tentu ini menjadi "Trending Topic" terbesar saat ini.
Padahal, rakyat sudah banyak membantah dengan turun aksi menolak FDS ke jalan raya. Melakukan suatu pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk penyikapan terhadap Full Day School. Nyatanya, bayak pihak yang tidak menyetujui Full Day School. Mengapa pemerintah diam saja dan keputusannya tidak tegas terhadap kebijakan yang diambilnya?. Seakan-akan ini adalah suatu program "Paksaan" supaya para siswa-siswi dapat segera terbentuk karakternya secara "Instan". Sabarlah Pak, semuanya itu bertahap dan tidak bisa dipaksakan.
Dan yang sangat menjadi keanehan bagi saya pribadi saat ini. Mengapa masih banyak keputusan-keputusan mengenai suatu kebijakan yang di ambil secara votting melalui media sosial semisal twetter facebook dengan tagar-tagar tertentu. Lucu bukan? ini sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa suatu kebijakan diambil melalui tagar-tagar atau trending topic di media sosial yang mana pada sosial media, tidak semua akun yang ada merupakan akun asli.
Zaman ini zaman luar biasa, satu orang saja bisa memiliki beberapa akun kloningan. Mengapa pemerintah menyoroti trending topic media sosial saja? mengapa tidak menyoroti kepada keputusan para Ulama, dengan aksi-aksi dijalanan untuk menolak keputusan mengenai kebijakan 5 hari sekolah atau full day school?
Zaman ini memang zaman aneh, semuanya serba "Internet". Bisa jadi tahun yang akan datang, Pemilu bukan lagi dengan cara mencoblos langsung namun dengan cara mencantumkan tagar calon yang dipilih pada setiap kolom statment media sosial semisal facebook dan twetter. Bagi calon yang menjadi trending topic tagar maka dialah yang berhak menjadi wakil rakyat.
Aneh bukan? mari sruput dulu kopinya.
Borobudur, 10 Agustus 2017.
Penulis adalah Kader IPPNU Magelang
"Zaman Edan" begitulah gambaran zaman ini dengan sudut pandang yang luas. Di zaman ini banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Misalnya saja yang bisa kita rasakan baru-baru ini. Sebuah permasalahan yang timbul di dalam kehidupan masyarakat hanya karena sebuah benda mati yang bernama "Patung". Tidak rasional bukan, sebuah patung karya seni diperdebatkan hingga rela memutus tali persaudaraan dan merelakan merenggut kedamaian yang sudah lama terjalin secara sempurna dalam kehidupan bermasyarakat.
Kini, adalah zaman digital. Segala sesuatu bergantung kepada koneksi Internet. Bahkan mengambil suatu keputusan saja harus mengandalkan internet. Contohnya banyak, namun saya akan memberikan contoh satu saja yang saat ini tengah menjadi sebuah "Trending Topic" di mata masyarakat. Yakni, kebijakan pemerintah mengenai penerapan 5 hari sekolah atau Full day school (FDS).
Sebuah kejanggalan besar bagi orang-orang yang mau berfikir. Apabila diterapkan sistem pendidikan dengan 5 hari sekolah atau full day school ini, siswa-siswi tentu akan banyak kehilangan waktunya karena terlalu lama berada di sekolah. Lalu, bagaimana dengan Maddin (Madrasah diniyyah) yang sudah lama terbentuk dan sudah ada sebelum adanya lembaga pendidikan formal di Indonesia?
Dengan diterapkannya full day school ini, banyak Maddin yang "gulung tikar" sebab muridnya mengikuti program full day school. Lah kalau seperti ini, lalu bagaimana peran Maddin selanjutnya?. Sebab bagi kalangan Nahdlatul Ulama, Maddin ini menjadi "Syarat Wajib" bagi anak-anak untuk menimba Ilmu Agama selain di sekolah. Lha kalau Maddinnya ditutup, bagaimana dengan nasib anak-anak yang sudah terlanjur "Cinta" dengan Maddin yang sangat mencerahkan dan juga memberikan ilmu serta manfaat nyata bagi kehidupan sehari-hari dalam beragama?. Tentu ini menjadi "Trending Topic" terbesar saat ini.
Padahal, rakyat sudah banyak membantah dengan turun aksi menolak FDS ke jalan raya. Melakukan suatu pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk penyikapan terhadap Full Day School. Nyatanya, bayak pihak yang tidak menyetujui Full Day School. Mengapa pemerintah diam saja dan keputusannya tidak tegas terhadap kebijakan yang diambilnya?. Seakan-akan ini adalah suatu program "Paksaan" supaya para siswa-siswi dapat segera terbentuk karakternya secara "Instan". Sabarlah Pak, semuanya itu bertahap dan tidak bisa dipaksakan.
Dan yang sangat menjadi keanehan bagi saya pribadi saat ini. Mengapa masih banyak keputusan-keputusan mengenai suatu kebijakan yang di ambil secara votting melalui media sosial semisal twetter facebook dengan tagar-tagar tertentu. Lucu bukan? ini sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa suatu kebijakan diambil melalui tagar-tagar atau trending topic di media sosial yang mana pada sosial media, tidak semua akun yang ada merupakan akun asli.
Zaman ini zaman luar biasa, satu orang saja bisa memiliki beberapa akun kloningan. Mengapa pemerintah menyoroti trending topic media sosial saja? mengapa tidak menyoroti kepada keputusan para Ulama, dengan aksi-aksi dijalanan untuk menolak keputusan mengenai kebijakan 5 hari sekolah atau full day school?
Zaman ini memang zaman aneh, semuanya serba "Internet". Bisa jadi tahun yang akan datang, Pemilu bukan lagi dengan cara mencoblos langsung namun dengan cara mencantumkan tagar calon yang dipilih pada setiap kolom statment media sosial semisal facebook dan twetter. Bagi calon yang menjadi trending topic tagar maka dialah yang berhak menjadi wakil rakyat.
Aneh bukan? mari sruput dulu kopinya.
Borobudur, 10 Agustus 2017.
Tambahkan Komentar