Jepara, TABAYUNA.com - Masyarakat di seluruh dunia ketika sedang
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tidak lepas dari makanan yang
mengenakkan. Hal itu menjadi salah satu poin mauidlah yang disampaikan
Kiai Ahmad Muwafiq dalam Peringatan Maulid Nabi yang di tempatkan di Masjid
Jami Al Ikhlas Desa Jambu Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Selasa
(21/11/2017) malam.
“Kenapa kok
“Muludan” urusannya dengan “badokan”? tanya kiai berambut gondrong asal
Yogyakarta kepada jamaah.
Pertanyaan
berbahasa Jawa itu jika dibahasakan Indonesia,”kenapa muludan (maulid nabi,
red) selalu terkait dengan panganan?”
Perlu diketahui,
orang tua zaman dulu sudah mengajarkan saat maulid nabi makanan yang enak-enak
dikeluarkan. Tidak hanya alasan itu itu, Nabi, kata kiai muda yang akrab disapa
Gus Muwafiq itu menjelaskan bahwa saat peringatan maulid, Nabi Muhammad
menunaikan puasa.
Sedangkan para
sahabat, urainya ancang-ancang (siap-siap, red) akan memberikan apa
kepada Nabi. “Yang punya kurma, gandum dan segala makanan yang dimiliki sahabat
akan diberikan kepada Nabi,” urai Gus Muwafiq.
Sehingga pada saat
berbuka semua sudah ada di ndalem kanjeng Nabi. Menurut kiai yang kerap
menyisipi humor-humor dalam setiap ceramahnya itu makanan-makanan yang awalnya
milik sahabat saat sudah didoakan Nabi maka menjadi makanannya Nabi.
“Jika sudah menjadi
daharane (makanan, red) nabi. Sudah didoakan akan menjadi makanan yang
barakah. Menjadi daging pun akan barakah. Dengan makanan barakah mesti mlebu
suwargo (pasti masuk surga, red),” tegasnya.
Hal itulah yang
menjadi alasan orang saleh zaman dulu membuat tradisi yang masih dilestarikan
hingga zaman sekarang. “Ulama zaman tidak asal bikin tradisi tapi ada
dasarnya,” paparnya.
Dalam pengajian
yang dihadiri juga pengurus MWCNU Mlonggo, PCNU Jepara dan masyarakat umum serta
pembacaan Maulid Simtut Durar bersama Habib Abu Bakar Assegaf itu dia menjelaskan
sehingga sampai sekarang makanan yang enak-enak selalu hadir dalam maulid nabi.
Setelah dibacakan
maulid makanan yang diperoleh dari maulid pun akan menjadi hal yang berkah. “Barokah
neng jero awak (berkah di dalam tubuh, red),” tandasnya.
Dalam memperingati
maulid nabi lanjutnya harus ingat bahwa Nabi itu rahmatan lil alamin.
Memberikan rahmat untuk semesta.
“Pangkat wakilnya Allah
lintas negara dan lintas benua bukan seperti pangkat lurah, bupati, gubernur
dan presiden,” tambahnya.
Jika ada yang muludan
terus dangdutan dan jathilan baginya tidak masalah. Mbah Zainuddin Mojosari
Nganjuk Jawa Timur saat maulidan mengundang jathilan.
Selepas jathilan
para pemain oleh Mbah Zen dikasih makanan berkah. Guru dari Mbah Wahab
Hasbullah itu sebagaimana cerita Gus Muwafiq berharap tahun berikutnya para
pemain sudah pensiun dari permainan tradisional dan mulai ngambah
(datang) ke masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah. (tb33/sm).
Tambahkan Komentar