Temanggung, TABAYUNA.com - Hari Guru Nasional (HGN) yang diperingati 25 November 2017 ini menjadi momentum dosen STAINU Temanggung untuk mempublikasikan gagasan konseptual dan praktis bagi kemajuan pendidikan. Hal itu dibuktikan dengan peluncuran buku baru yang memberikan sumbangsih bagi akselerasi pendidikan dan dunia keguruan.
Mereka adalah Khamim Saifuddin dosen prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) yang menulis buku bertajuk "KH. Ilyas Kalipaing (Pejuang Tarbiyah)" yang diterbitkan Formaci Press. Lalu Hamidulloh Ibda dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) yang menulis buku "Media Pembelajaran Berbasis Wayang (Konsep dan Aplikasi) dan Husna Nashihin dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) yang menulis buku "Pendidikan Akhlak Kontekstual" yang diterbitkan CV. Pilar Nusantara dan Sumarjoko dosen dan Kaprodi AS merillis buku "Ikhtisar Usul Fiqh 2" yang diterbitkan oleh CV. Trussmedia Grafika.
"KH. Ilyas Kalipaing ini merupakan salah satu tokoh lokal asal Temanggung yang perannya sangat besar bagi perkembangan pendidikan Islam khususnya pesantren di wilayah Temanggung bahkan di luar Temanggung," ujar Khamim Saifuddin saat launching buku di aula STAINU Temanggung, Sabtu (25/11/2017).
Ia berharap, buku bersampul hijau itu menjadi salah satu inspirasi bahkan studi tokoh pendidikan lokal yang memiliki ide besar melalui pesantren yang dikembangkan sejak dulu. "Banyak kekurangan dan kelebihannya buku ini. Namun saya sudah mentashihkannya kepada beberapa kiai sepuh di Temanggung," ujar pengurus LTN NU Temanggung itu.
Sementara itu, Hamidulloh Ibda yang menulis buku tentang media itu juga menegaskan, di era disrupsi atau ketercerabutan seperti ini, guru juga dosen harus pakem dan tidak boleh tercerabut dari akarnya. "Wayang ini kan khazanah lokal khas Nusantara. Metallica saja pernah merillis lagu Master of Puppets. Walisongo juga melakukan pendekatan dakwah melalui wayang. Artinya, media wayang yang di sini saya singgung secara konsep dan aplikasi memang mendorong guru untuk tetap menjadi guru Nusantara meskipun di era digital," ujar mantan sekretaris IPNU tersebut.
Ada nilai edukasi, kata dia, budaya, konservasi dan juga spirit nasionalisme dalam media wayang tersebut. "Banyak nilai-nilai karakter dalam media wayang yang saya tulis dalam buku setebal 200 halaman ini. Buku ini di dalamnya sudah sesuai 17 karakter yang ada dalam Perpress 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Jadi sangat cocok untuk menghadapi era 21 ini yang penuh ketercerabutan," tegas editor Jurnal Citra Ilmu tersebut.
Husna Nashihin melalui buku "Pendidikan Akhlak Kontekstual" juga memberikan tawaran solusi atas kemunduran akhlak bangsa ini. Menurut dia, akhlak yang sudah dimasukkan dalam pendidikan tidak boleh sekadar tekstual, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
"Pendidikan Akhlak Kontekstual di sini berawal dari pola pengembangan pendidikan akhlak dengan menggunakan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL). Hadirnya buku ini, saya harap menjadi spirit baru terhadap pengkajian pendidikan akhlak yang saat ini semakin tergantikan dengan pendidikan karakter," beber dia.
Menurut dia, pendidikan akhlak yang sudah hadir sejak lama dalam dunia pendidikan Indonesia urgen untuk dikembangkan karena memiliki kekayaan pengetahuan empiris yang relevan dengan kearifan budaya lokal di Indonesia. "Salah satu metode pengembangan pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan pengembangan strategi yang digunakan di dalamnya. Maka buku setebal 200 halaman ini menjadi ikhtiar memajukan pendidikan melalui penguatan karakter kontekstual," tegas dia.
Sementara itu, Sumarjoko dosen dan Kaprodi AS Jurusan Syariah juga merillis buku "Ikhtisar Ushul Fiqh 2". Menurutnya, memahami ilmu Ushul Fiqh sangatlah penting bagi siapapun yang mendalami ilmu agama, terutama santri, mahasiswa, guru ataupun lainnya.
"Ushul Fiqh ibarat anyaman jala (metode) yang akan digunakan nelayan (faqih) untuk mendapatkan barang tangkapan (hasil ijtihad ) sedangkan samudera adalah sumbernya (mashadir ahkam) yakni hukum yang tertulis ketetapannya," kata dia.
"Tujuan para nelayan adalah untuk mendapatkan ikan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik secara langsung atau dijualnya," kata dosen kelahiran Tuban itu.
Demikian pula seseorang belajar ilmu Ushul Fiqh, lanjut dia, adalah untuk mendapatkan suatu pemahaman agama dengan mengetahui metode penetapan dari sumbernya. "Hal ini sangat bermanfaat bagi orang tersebut dan bagi orang lain yang membutuhkannya," kata dia.
Sebelumnya, Sumarjoko juga telah meluncurkan buku "Ikhtisar Ushul Fiqih" pada tahun 2015 yang diterbitkan oleh CV. Trussmedia Grafika dengan editor Hidayatun Ulfa. Tahun 2017 ini, ia merillis kembali buku itu sebagai sumbangsih di dunia hukum Islam di negeri ini. (tb10/Dul).
Mereka adalah Khamim Saifuddin dosen prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) yang menulis buku bertajuk "KH. Ilyas Kalipaing (Pejuang Tarbiyah)" yang diterbitkan Formaci Press. Lalu Hamidulloh Ibda dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) yang menulis buku "Media Pembelajaran Berbasis Wayang (Konsep dan Aplikasi) dan Husna Nashihin dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) yang menulis buku "Pendidikan Akhlak Kontekstual" yang diterbitkan CV. Pilar Nusantara dan Sumarjoko dosen dan Kaprodi AS merillis buku "Ikhtisar Usul Fiqh 2" yang diterbitkan oleh CV. Trussmedia Grafika.
"KH. Ilyas Kalipaing ini merupakan salah satu tokoh lokal asal Temanggung yang perannya sangat besar bagi perkembangan pendidikan Islam khususnya pesantren di wilayah Temanggung bahkan di luar Temanggung," ujar Khamim Saifuddin saat launching buku di aula STAINU Temanggung, Sabtu (25/11/2017).
Ia berharap, buku bersampul hijau itu menjadi salah satu inspirasi bahkan studi tokoh pendidikan lokal yang memiliki ide besar melalui pesantren yang dikembangkan sejak dulu. "Banyak kekurangan dan kelebihannya buku ini. Namun saya sudah mentashihkannya kepada beberapa kiai sepuh di Temanggung," ujar pengurus LTN NU Temanggung itu.
Sementara itu, Hamidulloh Ibda yang menulis buku tentang media itu juga menegaskan, di era disrupsi atau ketercerabutan seperti ini, guru juga dosen harus pakem dan tidak boleh tercerabut dari akarnya. "Wayang ini kan khazanah lokal khas Nusantara. Metallica saja pernah merillis lagu Master of Puppets. Walisongo juga melakukan pendekatan dakwah melalui wayang. Artinya, media wayang yang di sini saya singgung secara konsep dan aplikasi memang mendorong guru untuk tetap menjadi guru Nusantara meskipun di era digital," ujar mantan sekretaris IPNU tersebut.
Ada nilai edukasi, kata dia, budaya, konservasi dan juga spirit nasionalisme dalam media wayang tersebut. "Banyak nilai-nilai karakter dalam media wayang yang saya tulis dalam buku setebal 200 halaman ini. Buku ini di dalamnya sudah sesuai 17 karakter yang ada dalam Perpress 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Jadi sangat cocok untuk menghadapi era 21 ini yang penuh ketercerabutan," tegas editor Jurnal Citra Ilmu tersebut.
Husna Nashihin melalui buku "Pendidikan Akhlak Kontekstual" juga memberikan tawaran solusi atas kemunduran akhlak bangsa ini. Menurut dia, akhlak yang sudah dimasukkan dalam pendidikan tidak boleh sekadar tekstual, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
"Pendidikan Akhlak Kontekstual di sini berawal dari pola pengembangan pendidikan akhlak dengan menggunakan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL). Hadirnya buku ini, saya harap menjadi spirit baru terhadap pengkajian pendidikan akhlak yang saat ini semakin tergantikan dengan pendidikan karakter," beber dia.
Menurut dia, pendidikan akhlak yang sudah hadir sejak lama dalam dunia pendidikan Indonesia urgen untuk dikembangkan karena memiliki kekayaan pengetahuan empiris yang relevan dengan kearifan budaya lokal di Indonesia. "Salah satu metode pengembangan pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan pengembangan strategi yang digunakan di dalamnya. Maka buku setebal 200 halaman ini menjadi ikhtiar memajukan pendidikan melalui penguatan karakter kontekstual," tegas dia.
Sementara itu, Sumarjoko dosen dan Kaprodi AS Jurusan Syariah juga merillis buku "Ikhtisar Ushul Fiqh 2". Menurutnya, memahami ilmu Ushul Fiqh sangatlah penting bagi siapapun yang mendalami ilmu agama, terutama santri, mahasiswa, guru ataupun lainnya.
"Ushul Fiqh ibarat anyaman jala (metode) yang akan digunakan nelayan (faqih) untuk mendapatkan barang tangkapan (hasil ijtihad ) sedangkan samudera adalah sumbernya (mashadir ahkam) yakni hukum yang tertulis ketetapannya," kata dia.
"Tujuan para nelayan adalah untuk mendapatkan ikan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik secara langsung atau dijualnya," kata dosen kelahiran Tuban itu.
Demikian pula seseorang belajar ilmu Ushul Fiqh, lanjut dia, adalah untuk mendapatkan suatu pemahaman agama dengan mengetahui metode penetapan dari sumbernya. "Hal ini sangat bermanfaat bagi orang tersebut dan bagi orang lain yang membutuhkannya," kata dia.
Sebelumnya, Sumarjoko juga telah meluncurkan buku "Ikhtisar Ushul Fiqih" pada tahun 2015 yang diterbitkan oleh CV. Trussmedia Grafika dengan editor Hidayatun Ulfa. Tahun 2017 ini, ia merillis kembali buku itu sebagai sumbangsih di dunia hukum Islam di negeri ini. (tb10/Dul).
Tambahkan Komentar