Pati, TABAYUNA.com - Jurnal Islamic Review (JIE) Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Pati menggelar seminar bertajuk “Membangun Budaya Literasi; Strategi Menulis dan Mengelola Jurnal Ilmiah” Jumat (10/11/2017).
Acara yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu menghadirkan Kepala Pusat Penelitian LP2M UIN Walisongo Semarang, Syamsul Ma’arif dan Editor In Chief JIE IPMAFA, A. Zaenurrosyid serta dimoderatori M. Sofyan Alnashr, Dosen IPMAFA.
“Budaya literasi kampus di Indonesia sangat rendah, kalah jauh dari kampus Eropa bahkan tertinggal dari negara tetangga, Malaysia yang notabenenya dulu belajar dari kita,” demikian disampaikan Zaenurrosyid mengawali seminar.
Menurutnya, budaya literasi yang rendah mengakibatkan budaya menulis dan meneliti juga rendah sehingga kualitas pendidikan tidak dapat berkembang.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa dan tidak terkecuali dosen lebih aktif menulis di sosial media dari pada menulis ilmiah.
“Penyakit ini (rendahnya budaya literasi, red) harus segera diatasi. Salah satunya melalui seminar dan workshop semacam ini,” imbuhnya.
Narasumber lain, Syamsul Maarif menyebutkan regulasi saat ini memaksa akademisi untuk menulis di jurnal baik yang tingkat nasional maupun internasional.
“Agar bisa menulis dengan baik harus diawali dengan menjadi pembaca yang baik. Salah satunya dengan membaca tulisan orang-orang hebat yang relevan dengan bidangnya masing-masing,” ucap peneliti yang juga Editor In Chief Jurnal Walisongo UIN Walisongo Semarang ini.
Untuk membangun budaya baca, dosen UIN Walisongo itu memberikan tips dengan mendekatkan diri pada perpustakaan.
“Material resourches yang sangat berharga ada di Indonesia, maka tidak mengherankan banyak peneliti luar negeri yang ingin meneliti di Indonesia. Sementara kita orang Indonesia justru mengabaikannya dan belum menyadari begitu berharganya Indonesia,” tambah pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi Mijen Semarang.
Di sinilah peran penting kampus sebagai tempat berkumpulnya akademisi untuk meningkatkan budaya riset.
Pada akhir acara dosen yang juga produktif menulis buku ini mengajak peserta seminar membangun budaya literasi dengan setiap hari membaca setiap hari menulis.
Agar tulisan yang dihasilkan memiliki nilai lebih maka peneliti bisa mengambil titik yang berbeda.
“Research position sangat penting agar tulisan kita tidak sekadar mengikuti ide orang lain tetapi memiliki nilai khas sendiri,” ucapnya.
Seminar ini diharapkan mampu meningkatkan budaya membaca dan meneliti sesuai visi IPMAFA Pati sebagai perguruan tinggi riset berbasis nilai-nilai pesantren. (Tb44/fuaidi).
Acara yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu menghadirkan Kepala Pusat Penelitian LP2M UIN Walisongo Semarang, Syamsul Ma’arif dan Editor In Chief JIE IPMAFA, A. Zaenurrosyid serta dimoderatori M. Sofyan Alnashr, Dosen IPMAFA.
“Budaya literasi kampus di Indonesia sangat rendah, kalah jauh dari kampus Eropa bahkan tertinggal dari negara tetangga, Malaysia yang notabenenya dulu belajar dari kita,” demikian disampaikan Zaenurrosyid mengawali seminar.
Menurutnya, budaya literasi yang rendah mengakibatkan budaya menulis dan meneliti juga rendah sehingga kualitas pendidikan tidak dapat berkembang.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa dan tidak terkecuali dosen lebih aktif menulis di sosial media dari pada menulis ilmiah.
“Penyakit ini (rendahnya budaya literasi, red) harus segera diatasi. Salah satunya melalui seminar dan workshop semacam ini,” imbuhnya.
Narasumber lain, Syamsul Maarif menyebutkan regulasi saat ini memaksa akademisi untuk menulis di jurnal baik yang tingkat nasional maupun internasional.
“Agar bisa menulis dengan baik harus diawali dengan menjadi pembaca yang baik. Salah satunya dengan membaca tulisan orang-orang hebat yang relevan dengan bidangnya masing-masing,” ucap peneliti yang juga Editor In Chief Jurnal Walisongo UIN Walisongo Semarang ini.
Untuk membangun budaya baca, dosen UIN Walisongo itu memberikan tips dengan mendekatkan diri pada perpustakaan.
“Material resourches yang sangat berharga ada di Indonesia, maka tidak mengherankan banyak peneliti luar negeri yang ingin meneliti di Indonesia. Sementara kita orang Indonesia justru mengabaikannya dan belum menyadari begitu berharganya Indonesia,” tambah pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi Mijen Semarang.
Di sinilah peran penting kampus sebagai tempat berkumpulnya akademisi untuk meningkatkan budaya riset.
Pada akhir acara dosen yang juga produktif menulis buku ini mengajak peserta seminar membangun budaya literasi dengan setiap hari membaca setiap hari menulis.
Agar tulisan yang dihasilkan memiliki nilai lebih maka peneliti bisa mengambil titik yang berbeda.
“Research position sangat penting agar tulisan kita tidak sekadar mengikuti ide orang lain tetapi memiliki nilai khas sendiri,” ucapnya.
Seminar ini diharapkan mampu meningkatkan budaya membaca dan meneliti sesuai visi IPMAFA Pati sebagai perguruan tinggi riset berbasis nilai-nilai pesantren. (Tb44/fuaidi).
Tambahkan Komentar