Jepara, TABAYUNA.com - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Jepara menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) perihal pentingnya pemahaman dan langkah bersama dalam menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak berlangsung di Rumah Makan Pondok Bambu Jepara, Ahad (21/1/2018) kemarin.
Kegiatan yang mengambil tema “Kebijakan Advokasi terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Jepara” itu dihadiri puluhan peserta dari berbagai unsur. Dari Muslimat, Fatayat, Aisyah, Perempuan Cahaya Mandiri, FKJ Jepara, PMII, IPNU-IPPNU dan perwakilan dari komunitas yang lain.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Mulyadi (Aktivis perlindungan perempuan dan anak) dan Ana Khomsanah (Ketua LPP Sekar Jepara).
Ketua Lakpesdam NU Jepara, Ahmad Sahil dalam sambutannya mengatakan bahwa FGD tersebut sangat penting. Karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara terbilang tinggi dan trennya terus meningkat.
“Pada tahun 2017 ada sekitar 100 kasus dan ini yang baru muncul ke permukaan. Belum lagi yang tidak terekspose kemungkinan masih banyak lagi,” tandas kiai muda yang kerap disapa Gus Sahil ini.
Pihaknya menilai bahwa pandangan masyarakat masih menganggap kasus perempuan dan anak adalah tabu untuk dilaporkan dan diketahui orang lain. Sehingga seringkali banyak kasus mengendap begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas.
Ketua PCNU Jepara yang diwakili H. Hisyam Zamroni menyatakan bahwa FGD adalah bagian dari jihad sebagai umat islam.
“Di mana ketika dahulu Rasul melihat realita kaum perempuan dan anak, khususnya anak perempuan menjadi objek eksklusi pada masa jahiliyah. Rasulullah kemudian memperjuangkan nasib mereka dan mengangkatnya menjadi makhluk yang mulia. Sama seperti yang lainnya di mana hanya keimanan dan ketakwaan saja yang membedakannya di hadapan Tuhan,” terang Wakil Ketua PCNU Jepara ini.
Dalam sesi FGD Ana Khomsanah menyatakan membicarakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara ibarat masuk hutan belantara.
“Kelihatannya biasa-biasa saja namun ternyata di dalamnya permasalahan yang ada begitu banyak dan kompleks sekali. Oleh karena itu saya sangat apresiatif terhadap Lakpesdam karena ikut proaktif dalam membicarakan isu perempuan dan anak,” sebutnya sebagaimana rilis yang diterima redaksi.
Ketua LPP Sekar Jepara itu berharap Lakpesdam kembali menjadi bagian garda terdepan dalam penyelesaian permasalahan perempuan dan anak di Jepara.
Mulyadi yang juga didaulat menjadi pembicara menambahkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara memang trennya meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian jika dibandingkan dengan daerah lain Kabupaten Jepara relatif lebih baik.
Dinyatakannya di Jawa tengah Kabupaten terbaik dalam penanganan kasus perempuan dan anak adalah kabupaten Cilacap, Kebumen, Grobogan kemudian Jepara.
“Jepara sudah punya SOP dan tim terpadu dalam penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak namun pada tingkat pelaksanaannya masih ditemukan berbagai kelemahan itu adalah persoalan lain,” kata Komisioner KPK2BGA Provinsi Jawa Tengah 2014-2017 ini.
Ke depan kuncinya kata dia pertama ada dikomitmen bersama lebih-lebih pimpinan daerah. Kedua, penanganan korban perempuan dan anak tidak dipandang sebatas persoalan sektoral dan yang ketiga kebijakan yang sudah ada perlu dikembangkan lagi (disempurnakan, red.) karena kinerja layanan tidak didasarkan pada kinerja individual tapi pada kekompakan tim. (tb33/sm).
Kegiatan yang mengambil tema “Kebijakan Advokasi terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Jepara” itu dihadiri puluhan peserta dari berbagai unsur. Dari Muslimat, Fatayat, Aisyah, Perempuan Cahaya Mandiri, FKJ Jepara, PMII, IPNU-IPPNU dan perwakilan dari komunitas yang lain.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Mulyadi (Aktivis perlindungan perempuan dan anak) dan Ana Khomsanah (Ketua LPP Sekar Jepara).
Ketua Lakpesdam NU Jepara, Ahmad Sahil dalam sambutannya mengatakan bahwa FGD tersebut sangat penting. Karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara terbilang tinggi dan trennya terus meningkat.
“Pada tahun 2017 ada sekitar 100 kasus dan ini yang baru muncul ke permukaan. Belum lagi yang tidak terekspose kemungkinan masih banyak lagi,” tandas kiai muda yang kerap disapa Gus Sahil ini.
Pihaknya menilai bahwa pandangan masyarakat masih menganggap kasus perempuan dan anak adalah tabu untuk dilaporkan dan diketahui orang lain. Sehingga seringkali banyak kasus mengendap begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas.
Ketua PCNU Jepara yang diwakili H. Hisyam Zamroni menyatakan bahwa FGD adalah bagian dari jihad sebagai umat islam.
“Di mana ketika dahulu Rasul melihat realita kaum perempuan dan anak, khususnya anak perempuan menjadi objek eksklusi pada masa jahiliyah. Rasulullah kemudian memperjuangkan nasib mereka dan mengangkatnya menjadi makhluk yang mulia. Sama seperti yang lainnya di mana hanya keimanan dan ketakwaan saja yang membedakannya di hadapan Tuhan,” terang Wakil Ketua PCNU Jepara ini.
Dalam sesi FGD Ana Khomsanah menyatakan membicarakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara ibarat masuk hutan belantara.
“Kelihatannya biasa-biasa saja namun ternyata di dalamnya permasalahan yang ada begitu banyak dan kompleks sekali. Oleh karena itu saya sangat apresiatif terhadap Lakpesdam karena ikut proaktif dalam membicarakan isu perempuan dan anak,” sebutnya sebagaimana rilis yang diterima redaksi.
Ketua LPP Sekar Jepara itu berharap Lakpesdam kembali menjadi bagian garda terdepan dalam penyelesaian permasalahan perempuan dan anak di Jepara.
Mulyadi yang juga didaulat menjadi pembicara menambahkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jepara memang trennya meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian jika dibandingkan dengan daerah lain Kabupaten Jepara relatif lebih baik.
Dinyatakannya di Jawa tengah Kabupaten terbaik dalam penanganan kasus perempuan dan anak adalah kabupaten Cilacap, Kebumen, Grobogan kemudian Jepara.
“Jepara sudah punya SOP dan tim terpadu dalam penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak namun pada tingkat pelaksanaannya masih ditemukan berbagai kelemahan itu adalah persoalan lain,” kata Komisioner KPK2BGA Provinsi Jawa Tengah 2014-2017 ini.
Ke depan kuncinya kata dia pertama ada dikomitmen bersama lebih-lebih pimpinan daerah. Kedua, penanganan korban perempuan dan anak tidak dipandang sebatas persoalan sektoral dan yang ketiga kebijakan yang sudah ada perlu dikembangkan lagi (disempurnakan, red.) karena kinerja layanan tidak didasarkan pada kinerja individual tapi pada kekompakan tim. (tb33/sm).
Tambahkan Komentar