Pendidikan formalnya tidak terlalu menggembirakan. Dinamika zaman, kompleksitas kehidupan keluarga, dan pilihan hidup membuatnya hanya sempat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Tetapi ia tidak menyerah. Kurang beruntung di pendidikan formal ditebus dengan dunia buku. Otodidak dengan sangat gigih dan tekun membuatnya menjelajah ilmu pengetahuan luas tak bertepi. Kumpulan ilmu dalam otaknya dituangkan dalam puluhan buku monumental.
Luasnya pengetahuan, banyaknya karya tulis, dan kiprahnya yang luas membuat ia dianugerahi gelar doktor honorir causa dari Universitas Al-Azhar Mesir. Tidak mudah memosisikan beliau, karena beliau merupakan 'makhluk langka'; ulama, sastrawan, budayawan, ilmuwan, orator, dan banyak profesi lainnya. Ia adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).
Melihat posisinya yang pernah menjadi Pembantu Rektor 1 di sebuah perguruan tinggi swasta ternama di Bogor membuat banyak orang berasumsi bahwa beliau telah mengenyam pendidikan tinggi.
Asumsi ini salah total. Sekolah dasar pun tidak ia tamatkan. Tetapi ia berjanji untuk memiliki ilmu yang melebihi doktor, bahkan profesor sekali pun. Ia belajar, membaca, menulis, dan menerjemah secara sangat keras. Bahkan Emha Ainun Nadjib menyebut beliau sebagai orang yang 'kejam dalam mendidik diri-sendiri'. Hasilnya kini diakui secara luas. Di usia sepuhnya, namanya harum dalam dunia sastra dan keilmuan di Indonesia. Dia adalah Ali Audah.
Gelar profesor merupakan jenjang akademik yg diperoleh setelah menempuh berbagai persyaratan yang sangat rumit. Tentu merupakan hal yang mengagumkan manakala 'hanya' lulus SMP tetapi diangkat menjadi profesor. Bukan di Indonesia, melainkan di Jepang. Anugerah gelar ini kemudian diikuti dengan pengangkatan sebagai dosen sampai pensiun. Pertimbangan yang utama adalah karya dan ilmu yang ia miliki. Nama beliau adalah Ajib Rosyidi.
Masih ada sangat banyak nama yang bisa disebut untuk memperpanjang daftar. Intinya adalah membaca memiliki energi besar untuk merubah hidup kita. Jadi mari membaca, serap energinya, dan menjadi diri yang terus memiliki nilai tambah setiap hari. Salam. (*)
Luasnya pengetahuan, banyaknya karya tulis, dan kiprahnya yang luas membuat ia dianugerahi gelar doktor honorir causa dari Universitas Al-Azhar Mesir. Tidak mudah memosisikan beliau, karena beliau merupakan 'makhluk langka'; ulama, sastrawan, budayawan, ilmuwan, orator, dan banyak profesi lainnya. Ia adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).
Melihat posisinya yang pernah menjadi Pembantu Rektor 1 di sebuah perguruan tinggi swasta ternama di Bogor membuat banyak orang berasumsi bahwa beliau telah mengenyam pendidikan tinggi.
Asumsi ini salah total. Sekolah dasar pun tidak ia tamatkan. Tetapi ia berjanji untuk memiliki ilmu yang melebihi doktor, bahkan profesor sekali pun. Ia belajar, membaca, menulis, dan menerjemah secara sangat keras. Bahkan Emha Ainun Nadjib menyebut beliau sebagai orang yang 'kejam dalam mendidik diri-sendiri'. Hasilnya kini diakui secara luas. Di usia sepuhnya, namanya harum dalam dunia sastra dan keilmuan di Indonesia. Dia adalah Ali Audah.
Gelar profesor merupakan jenjang akademik yg diperoleh setelah menempuh berbagai persyaratan yang sangat rumit. Tentu merupakan hal yang mengagumkan manakala 'hanya' lulus SMP tetapi diangkat menjadi profesor. Bukan di Indonesia, melainkan di Jepang. Anugerah gelar ini kemudian diikuti dengan pengangkatan sebagai dosen sampai pensiun. Pertimbangan yang utama adalah karya dan ilmu yang ia miliki. Nama beliau adalah Ajib Rosyidi.
Masih ada sangat banyak nama yang bisa disebut untuk memperpanjang daftar. Intinya adalah membaca memiliki energi besar untuk merubah hidup kita. Jadi mari membaca, serap energinya, dan menjadi diri yang terus memiliki nilai tambah setiap hari. Salam. (*)
Tambahkan Komentar