Semarang, TABAYUNA.com - Agenda Google News Lab di Semarang memberikan sinyal pada jurnalis untuk menjaga keamanan dan keselamatan digital para jurnalis. Sedikitnya ada sekitar 30 jurnalis dari berbagai media di Kota Semarang, Kudus dan Solo terlibat dalam pelatihan keamanan digital, keselamatan digital dan mencari kebenaran sebuah peristiwa untuk melawan hoaks.
Selama dua hari, Sabtu (24/3/2018) sampai Minggu (25/3/2018) para jurnalis dilatih oleh mentor tersertifikasi Google News Lab, Y Hesthi Murthi dan Syifaul Arifin.
Hesti yang juga Pemred Independen ID mengatakan, hoaks harus dilawan dengan cara membongkar data-data yang ada di balik informasi berupa foto, video dan tulisan. Perangkat lunak milik Google seperti images.google.com atau Google Street View bisa digunakan untuk menelusuri gambar yang sama, sehingga diperoleh gambar yang serupa dan memperoleh data yang valid. "Hoaks mudah menyebar, karena orang sudah memiliki kebenaran. Jurnalis sekarang ini punya tugas membongkar kebodohan di media sosial," kata dia.
Menurut dia, hoaks tumbuh subur dengan berbagai faktor seperti jurnalisme lemah, membuat lucu-lucuan, sengaja membuat provokasi, mencari duit (click bait), gerakan politik dan propaganda. Dengan pelatihan tersebut diharapkan para jurnalis mampu berada di garis depan dalam gerakan melawan hoaks. "Jangan sampai jurnalis menjadi korban hoaks dan jangan pernah jurnalis menyebarkan hoaks," ujar dia.
Hesti mendorong agar jurnalis menguasai teknik debunker yakni menunjukkan kepalsuan, mengurangi peningkatan reputasi dan mendeskreditkan klaim diyakini palsu dan berlebihan. Teknik tersebut memerlukan waktu yang lama, namun harus dilalui jurnalis agar mampu membongkar berita palsu atau bohong.
Syifaul memaparkan keamanan digital diperlukan jurnalis terutama saat menjalankan tugas peliputan mendalam seperti investigasi. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, para jurnalis harus mengamankan diri dari upaya pembobolan.
"Misalnya kata sandi email dan media sosial kita harus diperiksa ulang. Yang mudah dibobol itu kata sandi yang dekat dengan diri kita seperti nama sendiri, nama anak dan orang terkasih. Kata sandi yang kuat itu kombinasi dari angka, spasi dan huruf. Apalagi bila jumlahnya lebih dari 20 karakter," kata dia yang juga redaktur Solopos.
Pelatihan tersebut bagian dari program kolaborasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Indonesia, Google News Lab, Internews dan AJI Kota Semarang. Ketua AJI Kota Semarang, Edi Faisol mengatakan, setelah pelatihan tersebut diharapkan literasi keamanan digital para jurnalis bertambah. Selain itu, ilmu yang diperoleh agar dipergunakan sesuai dengan nilai-nilai jurnalisme dan disebarkan pada kelompok yang rentan terhadap aktivitas kejahatan digital. (tb44/haris).
Selama dua hari, Sabtu (24/3/2018) sampai Minggu (25/3/2018) para jurnalis dilatih oleh mentor tersertifikasi Google News Lab, Y Hesthi Murthi dan Syifaul Arifin.
Hesti yang juga Pemred Independen ID mengatakan, hoaks harus dilawan dengan cara membongkar data-data yang ada di balik informasi berupa foto, video dan tulisan. Perangkat lunak milik Google seperti images.google.com atau Google Street View bisa digunakan untuk menelusuri gambar yang sama, sehingga diperoleh gambar yang serupa dan memperoleh data yang valid. "Hoaks mudah menyebar, karena orang sudah memiliki kebenaran. Jurnalis sekarang ini punya tugas membongkar kebodohan di media sosial," kata dia.
Menurut dia, hoaks tumbuh subur dengan berbagai faktor seperti jurnalisme lemah, membuat lucu-lucuan, sengaja membuat provokasi, mencari duit (click bait), gerakan politik dan propaganda. Dengan pelatihan tersebut diharapkan para jurnalis mampu berada di garis depan dalam gerakan melawan hoaks. "Jangan sampai jurnalis menjadi korban hoaks dan jangan pernah jurnalis menyebarkan hoaks," ujar dia.
Hesti mendorong agar jurnalis menguasai teknik debunker yakni menunjukkan kepalsuan, mengurangi peningkatan reputasi dan mendeskreditkan klaim diyakini palsu dan berlebihan. Teknik tersebut memerlukan waktu yang lama, namun harus dilalui jurnalis agar mampu membongkar berita palsu atau bohong.
Syifaul memaparkan keamanan digital diperlukan jurnalis terutama saat menjalankan tugas peliputan mendalam seperti investigasi. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, para jurnalis harus mengamankan diri dari upaya pembobolan.
"Misalnya kata sandi email dan media sosial kita harus diperiksa ulang. Yang mudah dibobol itu kata sandi yang dekat dengan diri kita seperti nama sendiri, nama anak dan orang terkasih. Kata sandi yang kuat itu kombinasi dari angka, spasi dan huruf. Apalagi bila jumlahnya lebih dari 20 karakter," kata dia yang juga redaktur Solopos.
Pelatihan tersebut bagian dari program kolaborasi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Indonesia, Google News Lab, Internews dan AJI Kota Semarang. Ketua AJI Kota Semarang, Edi Faisol mengatakan, setelah pelatihan tersebut diharapkan literasi keamanan digital para jurnalis bertambah. Selain itu, ilmu yang diperoleh agar dipergunakan sesuai dengan nilai-nilai jurnalisme dan disebarkan pada kelompok yang rentan terhadap aktivitas kejahatan digital. (tb44/haris).
Tambahkan Komentar