TABAYUNA.com - Siapa sangka bermula dari keisengan lahir sebuah
perpustakaan. Semuanya bermula ketika Muhammad Bintang Akbar—mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta di pertengahan 2016 ketika sang ibu mendapat
tawaran buku dari Museum Soeharto. Kemudian ia mencoba untuk mencari donasi
buku berbekal stempel dan surat yang dibuat sendiri.
“Tahun 2017 saya coba lagi di beberapa instansi, salah
satunya Museum Sangiran, malah tembus juga. Lantas saya berpikir, semudah itu
mencari buku, ah bikin perpustakaan saja dah. Mulai dari situlah, berbagai
surat permohonan buku saya ajukan,” ujar Bintang.
Setelah usahanya tersebut mendapat tanggapan positif, hal
pertama yang ia lakukan adalah meminta izin kepada Kepala Dukuh Kadipiro dan
Lurah Ngestiharjo. Gayung bersambut. Niatnya disambut baik oleh pihak perangkat
desa. Bahkan menurut Bintang perangkat desa menawari sejumlah bantuan berupa
materi.
Berbagai surat dipersiapkan untuk menggalang donasi buku.
Sampai saat ini, kata Bintang, sudah ada 500 instansi yang dimintai donasi
buku. Menurutnya, sampai saat ini sudah 70 pucuk surat yang di-acc. Bahkan Darto Wahab, selaku Kepala
Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga hadir
sendiri di Perpustakaan Kadipiro.
“Mulai dari kementerian, UPT kementerian, dinas-dinas, kedutaan besar,
lembaga swadaya masyarakat, penerbit mayor dan indie, perorangan hingga
universitas di luar negeri kami ajukan surat,” ungkap Bintang. Tak tanggung-tanggung
untuk masalah persuratan saja sudah menelan dana sebesar 3 juta.
Beruntung banyak yang menawarkan bantuan materi termasuk
untuk renovasi gudang lama—cikal bakal Perpustakaan Kadipiro yang memakan dana
hingga 10 juta.
Kini gudang yang sudah tidak terpakai sejak 2005 disulap.
Berbagai komponen seperti jendela, lantai kayu, genteng yang awalnya tidak
layak pakai sudah diperbaiki—termasuk mempercantik dinding dengan cat.
Di ruangan seluas 6 x 8 meter yang sebelumnya usang kini
buku-buku tersusun rapi di rak. Baik di lantai dasar maupun lantai dua, semua
ruagan difungsikan sebagai wadah ilmu pengetahuan.
Hingga saat ini sudah ada 2.220 eksemplar buku yang
terkumpul. “Mulai dari buku-buku populer, cerita anak, sosial, politik, budaya,
hingga agama ada di sini,” ungkapnya. Buku-buku tersebut akan terus bertambah
sesuai komitmen pengelola Perpustakaan Kadipiro yang diwakili Bintang untuk
terus mengajukan surat permohonan donasi buku. Ia menambahkan bahwa untuk
urusan kategori buku Perpustakaan Kadipiro mengutamakan buku-buku populer dan
anak-anak yang tentunya dekat dengan masyarakat. Namun, tak menutup kemungkinan
kategori buku-buku lainnya.
Sejak berjalan akhir 2017 kemarin, kehadiran Perpustakaan
Kadipiro disambut baik oleh masyarakat sekitar. Menurut cerita Bintang,
perpustakaannya tersebut biasanya dikunjungi ibu-ibu dan anak-anak. “Sebagian
besar warga Kadipiro, tetapi juga ada sebagian kecil orang luar Kadipiro yang
kebetulan sedang salat di masjid samping perpustakaan,” terangnya.
Perpustakaan yang terletak di Jalan Wates No. 35 KM 2 Dukuh Kadipiro, Kelurahan Ngestiharjo,
Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, memang sudah dibuka untuk umum. Namun, ia
tak menampik sumber daya manusia masih menjadi kendala. Hal tersebut berimbas
pada jam buka yang harus menyesuaikan kesibukan pengelola. “Kalau pengelola
tetap sih ada tiga orang, tapi freelance,” katanya.
Namun demikian, disela-sela rutinitas sebagai mahasiswa,
Bintang melakukan sebuah terobosan jitu. Untuk mendekatkan warga Dusun Kadipiro
dengan buku, dalam waktu dekat ia akan berkeliling ke rumah warga untuk
menawarkan katalog peminjaman buku. Kemudian pihak perpustakaan siap mengantar
buku yang diinginkan.
Ia paham betul jika tak semua warga Kadipiro punya waktu
luang yang sama untuk berkunjung ke perpustakaan. Maka dari itu sebagai
solusinya ia sendiri dan relawan yang akan berkunjung dari pintu ke pintu. “Ada
12 ketua RT di Kadipiro yang sudah saya ajak untuk kerjasama,” katanya.
Sadar akan pentingnya ketersedian bahan bacaan untuk
warganya, Ahmad Budi Kurniawan, selaku Kepala Dukuh Kadipiro menaruh harapan
yang besar dengan hadirnya Perpustakaan Kadipiro. Menurutnya kondisi wilayah
yang dekat dengan kota menimbulkan kehidupan sosial yang kurang harmonis.
Untuk itulah, kata Ahmad, tugas berat sekarang diemban
pengelola Perpustakaan Kadipiro untuk bagaimana caranya menumbuhkan minat
membaca warga Kadipiro. “Minat baca warga Kadipiro
secara umum sangat kurang, apalagi di kelompok ekonomi menengah ke
bawah,” ungkapnya.
Kebutuhan warga tentang wawasan, lanjutnya, tidak bisa
didapat hanya dengan menonton televisi. “Zaman sekarang media menyajikan berita
ataupun hal semacamnya kurang berimbang, kurang mendalam, dan terkesan hanya
mengambil untung saja. Disitu sangat dibutuhkan literasi masyarakat yang cukup
untuk memahami fakta agar jangan mudah terpengaruh,” ungkapnya.
Melihat minat warganya yang kurang, kehadiran Perpustakaan
Kadipiro diharapkan dapat mencegah hoaks yang bisa menimbulkan provokasi dan
perpecahan. “Dengan perpustakaan ini ke depannya bisa berfungsi maksimal membentuk pola pikir masyarakat
yang tidak mudah dipengaruhi berita hoaks,” harapnya.
Untuk itu Ahmad juga menambahakan bahwa tahap awal yang
harus dilakukan Perpustakaan Kadipiro adalah menumbuhkan minat baca masyarakat.
Kemudian tahap selanjutnya bisa membuka jendela dunia, sehingga membentuk masyarakat yang kreatif dan
visioner.
Di tengah hiruk-pikuk, semakin gemerlapnya kota Yogya, berdiri sebuah perpustakaan. Di
kawasan padat penduduk dan berdekatan dengan pusat wisata Yogya, harapan
menumbuhkan lagi semangat literasi muncul. Harapan kecil pemuda bertumbuh
gempal ini ia tanam.
Tak muluk-muluk, adanya perpustakan ini semoga tak
sekadar ruangan dengan tumpukan buku. Lebih dari itu ruangan tersebut nantinya
bakal melahirkan orang-orang hebat. “Semoga Perpustakaan Kadipiro bisa menjadi
bagian dari hidup masyarakat Kadipiro itu sendiri dan tentu menghadirkan
manfaat,” kata Bintang. Tak lupa ia mengajak siapapun yang berminat untuk
menjadi penggerak dunia literasi di Yogya. Tabik!
(Tb33/Muhammad S Fitriansyah).
Tambahkan Komentar