Ilustrasi: Anak-anak di Suriah yang nelangsa. (Foto: poskota news). |
Oleh : Fadh Ahmad Arifan
Alumnus Studi ilmu agama Islam di Pascasarjana
UIN Maliki Malang
Negeri Suriah masih dilanda peperangan
dahsyat. Di penghujung bulan Februari, dunia dikejutkan tragedi di Ghouta
timur. Tercatat 850 orang meninggal dalam perang sengit antara pasukan rezim
Bashar Al-Assad dan pemberontak. Selain Suriah, ada campur tangan Rusia. Di
wilayah tersebut, pesawat tempur Rusia melakukan lebih dari 50 operasi serangan
udara (Sindonews.com, kamis 8 Maret
2018).
Di facebook
terjadi pro kontra menyikapi peperangan yang tak berkesudahan di Suriah.
Pernyataan ustadz Abdul Shomad Lc, M.A bahwa “di sana ada ‘agenda setting‘
Syiah internasional - yang dibantu para penjajanya dari kalangan liberalis-
yang mendompleng berhembusnya Arab Spring untuk menguasai
negeri-negeri aswaja (Sunni).” dibantah oleh mahasiswa
Indonesia yang menetap di ibukota Suriah. Di status
akun Facebooknya 6 Maret 2018, Lian Fikyanto menceritakan pengalamannya selama
di Suriah. “Mereka bilang Pemerintah
Suriah Syiah kafir sesat membantai Muslim Sunni dari anak-anak, wanita hingga
orang tua, tapi yang kami tahu di sini pemerintah Suriah menggandeng Ulama yang
toleran yang mengajarkan kami Ilmu Agama dengan baik dan benar, yang tidak
menyebarkan kebencian laknat sumpah serapah.”
Mengacu pada judul artikel ini, dalam
catatan sejarah, negeri yang berbatasan dengan Yordania dan Irak ini sering
berganti-ganti penguasa. Negeri ini amat strategis posisinya karena disamping
dulunya dipakai jadi jalur perdagangan utama antara Timur dan Barat, ia bisa
dipakai sebagai jalur untuk membebaskan al-Aqsha. Awalnya dibawah kekuasaan
Kekaisaran Romawi (Byzantium).
Barulah di era Amirul mukminin Umar bin
Khattab, kota Damaskus pada September 635 M berhasil direbut pasukan Abu
ubaidah al-Jarrah dan Khalid bin Walid dari cengkraman Byzantium. Di Damaskus
ini terdapat makam beberapa tokoh Muslim terkemuka, diantaranya Mu’awiyah,
Shalahuddin al-ayyubi, Nuruddin zanki, hingga Ibn Arabi (Ahmad Rofi’
Usmani, Jejak jejak Islam: Kamus sejarah dan Peradaban islam dari
Masa ke Masa, 2015, hal 101).
Setelah sukses menyingkirkan Romawi,
pada era kepemimpinan Umar bin Khattab, di kota Bushrah didirikan Masjid
al-Umari. Pembangunan masjid itu baru selesai di era Yazid bin abdul Malik.
Masjid yang konstruksinya menggunakan material dari puing-puing bangunan Romawi
ini terletak sekitar 140 Km arah selatan dari Damaskus (Koran Republika, 4
Desember 2011).
Pada era Umar dikenalkan pengajaran
Al-Quran. Berawal dari pengaduan Yazid bin Abu Sufyan kepada Amirul mukminin
tentang perlunya pendidikan Al-Quran dan juga wawasan keislaman. Yazid mendesak
Umar supaya mengutus para dosen. Kemudian umar memilih tiga sahabat melakukan
tugas pengajaran tersebut. Muadz, Ubada dan Abu Darda. Muadz ke Palestina dan
Abu Darda tinggal di Damaskus Suriah. Di sinilah Abu Darda mampu mendirikan
halaqah dengan mahasiswa asuhannya melebihi 1600 orang (M. M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Quran : Dari Wahyu Sampai
Kompilasi, hal 93).
Suriah mulai bergolak kembali pasca
pembunuhan Khalifah Usman bin Affan. Setelah pembunuhan Usman, banyak anggota
keluarga bani Umayyah pergi ke Suriah dan bergabung dengan Muawiyah. Muawiyah
memiliki tanah yang luas di Suriah, begitu pula anggota keluarganya. Bahkan
orang arab buangan di Suriah memperoleh harta berupa tanah di provinsi tersebut.
Lebih jauh lagi, Muawiyah menguasai seluruh sumber yang ada di provinsi yang
luas dan subur itu. Di sini pula Muawiyah membangkitkan kemarahan rakyat dengan
memperlihatkan di dalam masjid Damaskus barang-barang peninggalan Khalifah
Usman beserta potongan jari bibi Nailah, istri Usman yang terpotong saat ia
berusaha menyelamatkan suaminya (Syed Mahmudunnasir, Islam, konsepsi dan Sejarahnya, 1991, hal 197). Berawal dari ulah
Muawiyah, meletuslah perang Shiffin. Perang saudara yang menyebabkan Ammar bin
Yasir mati syahid.
Setelah berlalunya era Khulafaurrasyidin, Dinasti
Umayyah menjadikan Damaskus sebagai ibukotanya. Pemindahan ibukota dari Kufah
ke Damaskus sempat membuat marah penduduk Hijaz dan Irak (Atlas
sejarah Islam, 2011, hal 60). Di era Abbasiyah, Suriah diperintah
orang Turki. Kemudian beralih ke dinasti Fathimiyah.
Memasuki abad 11 M, Suriah jatuh ke tangan Dinasti
Saljuk. Semua bermula saat Alb Arslan, panglima tertinggi Pasukan Saljuk
mengirim pasukannya ke Suriah. Seiring berjalannya waktu, datanglah pasukan
Salib menyerbu Damaskus, atas pertolongan Allah swt, kota tersebut dibebaskan
oleh Nuruddin Mahmud zanki. Zanki adalah raja yang adil, suka akan ilmu
pengetahuan dan gagah di medan pertempuran. Jasa beliau yang tidak boleh dilupakan
adalah memperindah masjid Nabawi dan makam Rasulullah saw (Hamka, Sejarah
umat Islam, hal 353). Sepeninggal Zanki, Shalahuddin al-Ayyubi
menggabungkan wilayah ini kedalam wilayah yang dikuasai dinasti
Ayyubiyah.
Nasib Suriah berubah suram, tahun 1400-1401 Timur Lenk berserta pasukannya datang ke Allepo, Suriah. Penduduknya dibunuh semua, termasuk wanita dan anak-anak. Total 20 ribu nyawa melayang. Kota Damaskus ia bakar habis termasuk masjid Umayyah (Rebecca joyce Frey, Genocide and International justice, 2009, hal 188-190). Periode 1512-1920 M Suriah damai di bawah naungan Khilafah Turki usmani. Di era sultan Salim I, penduduk Suriah menulis surat yang cukup panjang yang intinya mereka merasakan kekejaman pemerintahan Mamluk, mereka akan gembira apabila Sultan menyerang Mamluk. Di era Abdul Sultan Hamid II, Dibangunlah rel kereta api yang membentang dari Damaskus hingga Madinah. Dengan adanya rel kereta api ini, perjalanan dari Suriah ke Hijaz hanya lima hari. (Ali Muhammad ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Usmaniyah, hal 242-574).
Nasib Suriah berubah suram, tahun 1400-1401 Timur Lenk berserta pasukannya datang ke Allepo, Suriah. Penduduknya dibunuh semua, termasuk wanita dan anak-anak. Total 20 ribu nyawa melayang. Kota Damaskus ia bakar habis termasuk masjid Umayyah (Rebecca joyce Frey, Genocide and International justice, 2009, hal 188-190). Periode 1512-1920 M Suriah damai di bawah naungan Khilafah Turki usmani. Di era sultan Salim I, penduduk Suriah menulis surat yang cukup panjang yang intinya mereka merasakan kekejaman pemerintahan Mamluk, mereka akan gembira apabila Sultan menyerang Mamluk. Di era Abdul Sultan Hamid II, Dibangunlah rel kereta api yang membentang dari Damaskus hingga Madinah. Dengan adanya rel kereta api ini, perjalanan dari Suriah ke Hijaz hanya lima hari. (Ali Muhammad ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Usmaniyah, hal 242-574).
Pasca dihapusnya kekhilafahan Turki,
Faishal husein terpilih jadi raja. Namun baru beberapa bulan berkuasa, penjajah
Perancis tiba di Suriah. Faishal pun melarikan diri ke benua
Eropa. Akhirnya tahun 1941 M, Suriah meraih kemerdekaan. Sempat menyatu
dengan Mesir hingga tahun 1961 M. Di negeri ini pula partai politik pertama di
Timur tengah berdiri yakni Partai Ba'ath. Partai yang bermotto "Wahdah,
Hurriyah, Ishtirrakiyah" ini mendominasi perpolitikan di Suriah sejak
tahun 1963 M.
Dalam hal peperangan, Bersama Mesir ikut perang lawan zionis Israel. Tahun 1990 M dengan negara-negara sekutu sukses bebaskan Kuwait dari invasi Irak. Meski pernah perang dengan Zionis, Suriah bersedia duduk dalam perundingan dalam upaya jamin perdamaian di Timur tengah. Tahun 1996 menurut Dr. Murodi MA saat berseteru dengan Turki, Suriah bersekutu dengan Zionis Israel.
Perjalanan sejarah Suriah juga diwarnai kudeta Militer. Hampir seluruh kepala negaranya meraih kekuasaan melalui jalan kudeta. Pernah diperintah Husni az-Zaim, sami' al Hanawi, Adib syisyikli, Nuruddin at-Thasy hingga hafez al-Assad naik pada 1971 M. Hafez mendominasi perpolitikan Suriah hingga akhir tahun 2000.
Dalam hal peperangan, Bersama Mesir ikut perang lawan zionis Israel. Tahun 1990 M dengan negara-negara sekutu sukses bebaskan Kuwait dari invasi Irak. Meski pernah perang dengan Zionis, Suriah bersedia duduk dalam perundingan dalam upaya jamin perdamaian di Timur tengah. Tahun 1996 menurut Dr. Murodi MA saat berseteru dengan Turki, Suriah bersekutu dengan Zionis Israel.
Perjalanan sejarah Suriah juga diwarnai kudeta Militer. Hampir seluruh kepala negaranya meraih kekuasaan melalui jalan kudeta. Pernah diperintah Husni az-Zaim, sami' al Hanawi, Adib syisyikli, Nuruddin at-Thasy hingga hafez al-Assad naik pada 1971 M. Hafez mendominasi perpolitikan Suriah hingga akhir tahun 2000.
Hafez dulunya kepala staf angkatan udara
Suriah. Kemudian menjadi menteri Pertahanan dan pada akhir 1970 ia merebut
kekuasaan melalui kudeta tidak berdarah. Untuk mempeluas basis politik
pemerintahannya, ia membentuk dewan Nasional. Di dalam dewan itu dimasukkan
tokoh kiri moderat termasuk kaum sosialis Arab, golongan komunis dan serikat
Buruh (Leksikon islam, jilid 1, hal 68).
Kepemimpinannya penuh dengan noda darah,
pasalnya tahun 1982 tanpa ragu Hafez mengirim pasukannya ke kota Hama dan
melakukan pembantaian hingga jatuh korban lebih dari 20 ribu jiwa (Jason
Rodrigues, 1982: Syria's President Hafez al-Assad crushes rebellion in
Hama, theguardian.com, 1 Agustus 2011). Kebanyakan yang wafat dalam
tragedi Hama adalah kaum sipil. Pasca peristiwa ini, organisasi Ikhwanul
muslimin dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Peristiwa Hama selama
bertahun tahun akan mencoreng rezim Assad dan partai Ba’ath di mata kaum Sunni
di Suriah (Nino Oktorino, Konflik
bersejarah : Pedang Sang Khalifah, 2015, hal 14). Hanya ajal yang membuat
diktator murah senyum ini berhenti jadi presiden. Hafez digantikan oleh Bashar
Al-Assad. Hafez dan Bashar Al-Assad perangainya sama saja. Tega membantai
penduduk sipil dan menyiksa para wanita. Wallahu’allam.
Tambahkan Komentar