Oleh M Yudhie Haryono
Pada hulunya kepunahan. Punah dari atlantik, sirna dari keagungan surga dan tenggelam dari percaturan dunia. Tumbuhlah sisa yang berusaha. Diaspora pendek. Nusa dan antara. Air dan daratan. Kepunahan dan kemunculan (kembali).
Nusantara tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Singasari, Majapahit, Padjajaran dan Sriwijaya. Konsep yang mirip dengan nusantara adalah dwipantara yang sama-sama berasal dari bahasa Sanskerta serta memiliki makna persis dengan nusantara, yaitu kepulauan antara.
Peradaban nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi.
Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan dan manusia. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut.
Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar sehingga membuat mereka menjadi bangsa pelaut tangguh.
Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, demi kemandirian dan kemerdekaan. Sayang, sejarah nama nusantara sebagai nama yang diangankan tetapi dikalahkan.
Sebab, kebanyakan memilih nama Indonesia. Satu penamaan dari geostrategis "benua bahari." Dalam hamparan benua luas dan terpencar ini ada keharus diisi oleh warga yang ontologinya maritimisme, epistemanya nusantaraisme, aksiologinya bhineka tunggal ika. Metodanya postkolonial, mentalnya Pancasila, desainnya imperium.
Untuk merealisasikan semuanya perlu "manusia atlantis." Yang merdeka dan tak jadi budaknya kolonialisme, kartelis dan oligarkis. Yang jenius karena punya jati diri besar, mental daulat dan karakter semesta.
Di peradaban nusantara, kita menemukan agensi tersebut dan mendapat warisan nilai arsitektur yang mengerjakan lima dentuman peradaban agung: 1)Mengelola hasrat untuk mencapai konsensus; 2)Mencapai kedaulatan bersama; 3)Memelihara dan mengembangkan keaslian budaya; 4)Mentradisikan kemandirian dan kerjasama; 5)Mencapai kehormatan dan kemartabatan bersama.
Inilah mental nusantara; karakter bahari; prototipe agensi modern maritime state civic nationalism. Menjadi manusia nusantara adalah menjadi pemberani, petualang dan petarung sejati.
Dalam ontologi bangsa maritim watak utamanya adalah "penyembah" dan religius, toleransi tinggi, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah dasar gotong-royong yang merupakan faktor perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia nantinya.
Watak bangsa maritim tersebut tumbuh dan berkembang menjadi jatidiri warga yang hidup di kepulauan nusantara.
Apakah kita akan menempatkannya sebagai sekedar pusaka warisan atau modal kuasa merebut masa depan yang berperadaban? Kalian kuncinya.(*)
Pada hulunya kepunahan. Punah dari atlantik, sirna dari keagungan surga dan tenggelam dari percaturan dunia. Tumbuhlah sisa yang berusaha. Diaspora pendek. Nusa dan antara. Air dan daratan. Kepunahan dan kemunculan (kembali).
Nusantara tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Singasari, Majapahit, Padjajaran dan Sriwijaya. Konsep yang mirip dengan nusantara adalah dwipantara yang sama-sama berasal dari bahasa Sanskerta serta memiliki makna persis dengan nusantara, yaitu kepulauan antara.
Peradaban nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi.
Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan dan manusia. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut.
Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar sehingga membuat mereka menjadi bangsa pelaut tangguh.
Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, demi kemandirian dan kemerdekaan. Sayang, sejarah nama nusantara sebagai nama yang diangankan tetapi dikalahkan.
Sebab, kebanyakan memilih nama Indonesia. Satu penamaan dari geostrategis "benua bahari." Dalam hamparan benua luas dan terpencar ini ada keharus diisi oleh warga yang ontologinya maritimisme, epistemanya nusantaraisme, aksiologinya bhineka tunggal ika. Metodanya postkolonial, mentalnya Pancasila, desainnya imperium.
Untuk merealisasikan semuanya perlu "manusia atlantis." Yang merdeka dan tak jadi budaknya kolonialisme, kartelis dan oligarkis. Yang jenius karena punya jati diri besar, mental daulat dan karakter semesta.
Di peradaban nusantara, kita menemukan agensi tersebut dan mendapat warisan nilai arsitektur yang mengerjakan lima dentuman peradaban agung: 1)Mengelola hasrat untuk mencapai konsensus; 2)Mencapai kedaulatan bersama; 3)Memelihara dan mengembangkan keaslian budaya; 4)Mentradisikan kemandirian dan kerjasama; 5)Mencapai kehormatan dan kemartabatan bersama.
Inilah mental nusantara; karakter bahari; prototipe agensi modern maritime state civic nationalism. Menjadi manusia nusantara adalah menjadi pemberani, petualang dan petarung sejati.
Dalam ontologi bangsa maritim watak utamanya adalah "penyembah" dan religius, toleransi tinggi, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah dasar gotong-royong yang merupakan faktor perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia nantinya.
Watak bangsa maritim tersebut tumbuh dan berkembang menjadi jatidiri warga yang hidup di kepulauan nusantara.
Apakah kita akan menempatkannya sebagai sekedar pusaka warisan atau modal kuasa merebut masa depan yang berperadaban? Kalian kuncinya.(*)
Tambahkan Komentar