Temanggung, TABAYUNA.com - Seakan sudah menjadi
tradisi setiap tahun, penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah selalu
menjadi topik utama perbincangan umat muslim menjelang waktu-waktu penting
peribadatan umat islam di republik ini. Ibadah puasa, perayaan hari lebaran,
ibadah haji, dan pelaksanaan zakat fitrah dilaksanakan dalam waktu-waktu yang
telah ditentukan syariat Islam.
Hal yang menarik dari penentuan awal
bulan Hijriah di Indonesia adalah kemajemukan metode dan kriteria yang
digunakan. Menjadi keunikan yang mungkin hanya ada di Indonesia, perbedaan ini
tidak lantas disatukan, melainkan disadari sebagai kekayaan intelektual umat
muslim di Indonesia.
Berkenaan dengan hal tersebut,
beberapa mahasiswa program studi Ahwal Al-Syakhshiyah (AS) STAINU Temanggung
prediksikan visibilitas hilal Ramadan 1439 H dengan program sederhana Ms Excel.
Program yang dibuat ini merupakan salah satu tugas semester genap mata kuliah
Ilmu Falak II. Widya, Irfan, Tajudin, Ulil, Wihardono, dan Novi, adalah
aktor-aktor dalam pembuatan program komputer dan prediksi awal Ramadan ini.
Pada pertemuan terakhir matakuliah
Ilmu Falak II, Senin 30 April 2018, mereka mempresentasikan tugas semester
tersebut dalam forum terbatas yang dihadiri seluruh mahasiswa AS semester VI
STAINU Temanggung.
Presentasi dibuka oleh Irfan yang
memaparkan data utama prediksi awal Ramadan dan data pelengkap yang berisikan
kondisi-kondisi hilal Ramadan 1439 H.
Dalam pemaparan data prediksi awal bulan, didapatkan data-data.
Pertama, ijtimak yang disebut juga
bulan mati atau konjungsi bulan dan
matahari ditinjau dari pusat bumi terjadi pada pukul 11:50:28,12 GMT atau
18:50:28,12 WIB tanggal 15 Mei 2018.
Kedua, matahari terbenam ditinjau
dari lokasi kampus STAINU Temanggung terjadi pada pukul 17:31 WIB.
Ketiga, ketinggian bulan hakiki
ditinjau dari kampus STAINU Temanggung adalah -22 menit 0,49 detik.
Melanjutkan presentasi Irfan, Ulil
memaparkan interpretasi data hasil perhitungan. Menurutnya, ijtimak itu
bersifat geocentris, yaitu terjadi di seluruh dunia secara serentak. Sedangkan
waktu terbenamnya matahari bersifat topocentris atau bergantung pada lokasi
pengamat. Dari data perhitungan, ijtimak terjadi 1 jam lebih setelah
terbenamnya matahari.
Dengan kata lain, umur bulan Ramadan
1439 H masih negatif pada awal tanggal 16 Mei 2018. Bahkan, di tempat
pengamatan paling barat Indonesia, Pantai Lhoknga, matahari terbenam pada pukul
18:50 WIB. Dengan kata lain, hampir di seluruh wilayah Indonesia umur bulan
Ramadan 1439 pada awal 16 Mei 2018 masih berumur negatif.
Lebih lanjut, Wihardono memberikan
ulasannya berkenaan ketinggian hilal dari data perhitungan. "Sebagaimana
waktu terbenam matahari, ketinggian hilal juga bergantung dari lokasi pengamat.
Dari perhitungan kami, ketinggian hilal masih menunjukkan nilai negatif. Misal
di Yogyakarta, ketinggian hilal berkisar -7 menit. Di Pantai Lhoknga Aceh,
ketinggian hilal Ramadan -28 menit. Dengan kata lain, hilal masih di bawah ufuk
pada tanggal 16 Mei. Walaupun di beberapa tempat ketinggian hilal terhitung
positif, misalkan di Pelabuhan Ratu yang menunjukkan nilai 12 menit di atas
ufuk, akan tetapi nilai ini tidak cukup menjadikan hilal dapat terlihat,"
kata dia.
Ditegaskan oleh Wihardono, 1 Ramadan
1439 H diprediksikan akan jatuh pada 17 Mei 2018. Hal ini dikarenakan dua
kriteria utama, umur bulan dan ketinggian bulan, belum memenuhi syarat kriteria
hilal dapat terlihat pada petang hari 15 Mei 2018.
Adapun terkait situasi politik
berkaitan awal Ramadan 1439 H, menurut Widya, hampir dipastikan dua ormas islam
besar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, akan bersepakat dalam penetapan awal
Ramadan 1439 H. Menurutnya, dari segi metode penetapan bulan Hijriah, NU dan
Muhammadiyah sebenarnya menggunakan dua proses utama yang sama, yaitu hisab dan
ru'yat.
"Walaupun NU terkenal dengan ru'yatul
hilal-nya, akan tetapi NU tidak kalah kompeten dalam perhitungan. Bahkan,
pakar hisab NU sangat banyak sekarang ini. Dan tidak dapat dipungkiri, Sebelum
melakukan ru'yatul hilal, NU terlebih dahulu harus melakukan hisab
sebagai pedoman melihat hilal. Begitu pula Muhammadiyah, sebenarnya
Muhammadiyah juga menggunakan hisab dan ru'yat. Muhammadiyah menggunakan
metode hisab wujudul hilal, yaitu melakukan perhitungan dan melakukan ru'yat
bil 'ilmi atau mengetahui bukan lewat melihat langsung melainkan lewat
pengetahuan hilal telah wujud dalam perhitungan," katanya.
Melanjutkan pemaparan Widya, Tajudin
dan Novi memaparkan kesimpulan presentasi hari itu. Dua kesimpulan utama yang
dapat diperoleh adalah: pertama, pada tanggal 29 Sya'ban saat matahari
terbenam, telah dilakukan perhitungan falakiyah awal Ramadan 1439 H.
Dari data yang diperoleh,
disimpulkan bahwa pada tanggal 16 Mei kondisi hilal belum memenuhi syarat 1
Ramadan menurut kriteria manapun yang dipakai di Indonesia. Dengan demikian,
hampir dipastikan 1 Ramadan akan jatuh pada 17 Mei 2018. Kedua, Ormas-ormas
besar Indonesia dan Pemerintah memiliki kriteria masing-masing. Namun, pada
kasus Ramadan tahun ini, pemerintah, NU, dan Muhammadiyah akan bersepakat dalam
penetapan 1 Ramadan 1439 H.
Menurut dosen pengampu mereka,
Najib, prediksi awal bulan Hijriah yang mereka lakukan memiliki kelebihan
dibandingkan prediksi dengan software komputer lain. "Program sederhana Ms
Excel ini sangat mudah digunakan. Dan yang terpenting, dengan mahasiswa membuat
program ini, mereka akan mampu memahami proses perhitungan secara mendalam
dengan tetap mudah dilakukan karena langsung dihitung lewat sintaks sederhana
Ms Excel," papar dia.
Selain itu, menurut Najib, ada
beberapa motivasi khusus di luar kompetensi capaian perkuliahan dalam penugasan
prediksi awal bulan ini. "Saya harap prediksi yang dilakukan mahasiswa ini
akan meruntuhkan stigma ketertinggalan kader NU dalam hisab awal bulan Hijriah.
NU memang mendasarkan penentuan awal bulan Hijriah dengan melihat bulan secara
langsung. Namun sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu perhitungan hisab
matematis untuk memudahkan melihat bulan dan memperkirakan peluang hilal dapat
terlihat. Prediksi awal bulan ini merupakan salah satu bukti bahwa kader NU
sangat kompeten dalam hisab awal bulan Hijriah, dengan tetap berpedoman pada
melihat hilal secara langsung," pungkas dia. (tb44/hi).
Tambahkan Komentar