Ilustrasi |
Oleh Rizafahma Yofi Fadila
Penulis merupakan mahasiswa aktif prodi
Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Lagi, pada hari Kamis 10 Mei 2018 lalu, kasus teroris
kembali menambah daftar kelam deretan peristiwa di negeri kita tercinta ini.
Kali ini bukanlah sebuah peristiwa biasa, hal tersebut cukup diluar nalar
karena peristiwa berlangsung di Rutan Mako Brimob Depok, yang notabene
merupakan markas dari para polisi.
Peristiwa ini didalangi oleh para narapidana teroris
di kantor tersebut dengan menyandera para anggota kepolisian, dan menimbulkan 5
korban meninggal yang berasal dari para aparat yang sedang bertugas. Bahkan,
yang terbaru terjadi kasus bom bunuh diri estafet yang terjadi di tempat ibadah
umat Kristiani di Surabaya pada Minggu 15 Mei lalu. Itulah yang membuat kita
semua khawatir, sebegitu beraninya kah para teroris untuk terus beraksi di
negeri kita. Sebuah negeri yang telah dibangun oleh para pendahulu kita dengan
berpondasikan pancasila yang menjunjung tinggi asas persatuan dan kesatuan. Mirisnya,
deretan kasus tersebut mereka (teroris) asumsikan untuk mati syahid di jalan
Allah SWT.
Hal biadab
tersebut sangatlah tidak dibenarkan dalam ajaran agama apapun, terlebih lagi dalam
ajaran Islam, sebuah agama yang sangat menjunjung tinggi rasa perdamaian. Nabi
kita Muhammad SAW-pun menghargai perbedaan dengan orang kafir, selama mereka tidak
mengganggu kita dalam beraqidah, maka kita juga tidak dibenarkan untuk mengusik
mereka. Perkara ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Kafirun
ayat 6 yang artinya: “Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku.”
Dari Abdullah bin
'Amr, Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahad, (maka)
ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya didapati dari jarak perjalanan
empat puluh tahun.” [HR al-Bukhâri, no. 2995]. Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan
makna dari kafir mu’ahad, yaitu “Orang (kafir) yang memiliki perjanjian dengan
kaum Muslimin, baik dengan membayar jizyah, perjanjian damai dari pemerintah,
atau jaminan keamanan dari seorang Muslim” [Fathul-Bâri, 12/259.]
Lantas bagaimanakah
sikap kita terhadap jenazah yang telah gugur secara syahid tersebut? Apakah
dihukumi sama dengan korban yang syahid di medan peperangan yang dari kacamata
fiqih hukumnya telah banyak diketahui bahwa jenazah korban syahid tersebut
diharamkan untuk dimandikan, dikafani bahkan disholatkan.
Mayoritas ulama fiqih
memfatwakan haram untuk memandikan dan mensholatkan orang yang mati syahid, hal
itu disebabkan karena orang tersebut masihlah "hidup" menurut nash Al
Qur’an dan banyak lagi informasi yang mutawatir bahwa Nabi SAW tidak mensholatkan
mereka dan bersabda terhadap orang-orang yang terbunuh didalam perang Uhud, “Tutupi mereka beserta
darah-darah mereka. Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah swt daripada
dua tetes dari dua buah bekas. Tetes air mata karena takut kepada Allah dan
tetes darah yang tertumpah di jalan Allah. Bekas di jalan Allah dan bekas dalam
melaksanakan suatu kewajiban Allah.” (Al Mausu’ah al fiqhiyah juz II hal 9359)
Setelah sedikit
membahas mengenai dalil-dalil yang berkenaan dengan syahid, bagaimanakah pengurusan
terhadap jenazah syahid seperti peristiwa yang baru saja terjadi diatas?
Kita harus mengetahui
terlebih dahulu bahwa pengurusan jenazah syahid terbagi menjadi 2 macam, antara
lain syahid yang jenazahnya tetap dimandikan, dan syahid yang jenazahnya haram
dimandikan. Untuk jenazah syahid yang tetap diberlakukan seperti halnya jenazah
biasa dapat kita ambil contoh antara lain: orang yang syahid ketika melahirkan,
orang yang syahid sebab tenggelam di laut, orang yang syahid ketika menuntut
ilmu dan orang yang syahid ketika sedang bertugas.
Untuk kasus diatas dapat
dikategorikan pada contoh bagian terakhir. Sedangkan jenazah syahid yang tidak
dimandikan hanyalah jenazah syahid yang gugur di medan peperangan melawan kaum
musyrikin saja.
Semoga sedikit
sharing yang penulis bagikan disini akan bermanfaat bagi para pembaca jika
suatu saat nanti menemui permasalahan hukum serupa, dan semoga negeri kita
tercinta ini terus dinaungi perdamaian dan keselamatan atas ridha Allah SWT. Wallahu
A'lam.
Tambahkan Komentar