Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. (dok- Tempo). |
- Baca: Dikira Teroris, Santri di Simpanglima Semarang Berakhir Selfie dengan Brimo
- Baca: Ini Identitas Lengkap Santri yang Diduga Teroris di Simpanglima Semaran
- Baca: Cara GP Ansor Tangkal Radikalisme Lewat Tarling Perlu Ditiru
- Baca: Hijrah Memakai Cadar itu Palsu
Dijelaskan dia, bahwa jika sejak Mei 2018, Kominfo membekukan 500 akun setiap harinya, kata Rudiantara, jumlah itu menurun dengan pembekuan sebanyak 50 akun per hari.
Ia juga memperhitungkan sebanyak 48 persen konten radikalisme berasal dari media sosial Facebook dan Instagram. "Ada 4 ribu akun yang diblok dari FB dan Instagram," ujar dia di rumahnya, pada Jumat (15/6/2018) seperti disadur dari Tempo.com oleh Tabayuna.com.
Hingga kini, sudah ada 20 ribu akun yang berkonten radikalisme, ektrimisme, dan terorisme. Rudiantara mengatakan akan terus menyisir akun-akun tersebut. "Kami tingkatkan frekuensi, sekarang 2 jam sekali (melakukan penyisiran)," tutur Rudiantara.
Walaupun terjadi penurunan yang signifikan, Rudiantara menuturkan pihaknya tetap melakukan penyisiran akun-akun radikalisme dengan ketat. Kementerian Komunikasi dan Informasi, kata dia, juga akan bekerjasama dengan Kepolisian untuk memantau akun-akun tersebut.
Kerjasama dengan polisi yang dimaksud Rudiantara ialah dalam penelusuran akun-akun yang menyebar konten radikalisme. "Kalau polisi yang menangkap di dunia, kami yang takedown di dunia maya," tutur dia.
Rudiantara berpesan bahwa masyarakat perlu menghindari konten radikalisme jika tidak ingin akun media sosialnya dibekukan. Maka, kata dia menyankan, konten yang diunggah harus yang berisi hal-hal positif. "Jejak digital itu bukan seumur hidup tapi seumur-umur tidak pernah akan hilang," katanya. (tb44/hms).
Tambahkan Komentar