TABAYUNA.com - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merasa dirugikan atas kelakuan manuver politik Abdul Hamid yang mengatasnamakan Ketua Jaringan Alumni Muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Jampi).
Saat melaporkan Dr KH Asep Saifuddin Chalim ke Polda Jawa Timur, hal itu ternyata memantik reaksi dari para pengurus PMII aktif. Ahmad Eidil Fauzi, Ketua Rayon PMII SAA Kediri, tak terima terhadap manuver Abdul Hamid yang dianggap mencatut nama dan logo PMII. Karena itu Eidil melaporkan Abdul Hamid ke Polda Jawa Timur.
Eidil menganggap Hamid melakukan pencemaran nama baik PMII karena dalam susunan pengurus Jampi terdapat beberapa nama bukan kader PMII, tapi kader organisasi mahasiswa lain dan pengurus partai politik.
Namun dalam penelusuran, pada Jumat (22/6/2018), susunan pengurus Jampi tersebut sudah tak muncul di rubrik Tentang Kami website Jampijatim.com. Tak jelas, apakah susunan pengurus itu dihapus setelah menjadi sorotan banyak pihak, terutama para tokoh PMII dan NU.
Selain pencemaran nama baik, menurut Eidil, Jampi dianggap merugikan PMII karena memasang logo mirip PMII.
“Terkait logo yang dirubah oleh Jampi, kami merasa dirugikan karena untuk kepentingan politik,” tegas Eidil.
Karena itu pada Kamis (21/6/2018) Eidil bersama pengurus PMII aktif lainnya yakni Moh Masykur dan Asa Syauqy mendatangi Polda Jawa Timur. Eidil bersama dua rekan aktivis PMII aktif itu menuju Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur.
“Tetapi ketika mau melapor ternyata pihak Polda bagian SPKT yang bernama Pak Bambang Budi menyatakan bahwa Polda tidak menerima laporan dari Jampi tentang pelaporan Kiai Asep,” tuturnya.
Kiai Asep adalah Wakil Mabinda PKC PMII Jawa Timur dan Ketua Umum Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) yang juga Mustasyar PCNU Surabaya yang sehari-harinya sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Bambang Budi, tutur Eidil, lalu menyuruh kroscek ke Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Jatim.
“Kami disuruh kroscek ke Krimsus akan kevalidan data tersebut. Ternyata setelah dikroscek oleh Krimsus pada tanggal 13 Juni tidak ada laporan oleh Jampi,” tutur Eidil lagi.
Meski tak ada laporan dari Jampi, namun Eidil mengaku tetap akan melaporkan Abdul Hamid. “Ternyata oleh pihak SPKT dikatakan, jika menyangkut Pilgub disuruh lapor ke Bawaslu,” katanya.
Tapi, kata Eidil, pihaknya mau melaporkan soal logo. “Nah laporannya di Krimsus. Kami akan melengkapi data-data mengenai itu. Karena Jampi telah mencemarkan nama baik PMII,” katanya.
Seperti diberitakan, Abdul Hamid melaporkan Kiai Asep Saifuddin Chalim karena mengeluarkan seruan fatwa fardlu ‘ain mendukung Khofifah Indar Parawansa. Abdul Hamid menilai Kiai Asep telah menyebarkan ujaran kebencian melalui fatwa tersebut. Seruan fatwa itu dikeluarkan di Pacet bersama 400 kiai, habaib, dan masyayikh.
"Ada muatan ujaran kebencian dalam fatwa fardhu ain. Kiai Asep menyebut jika orang mukmin tidak memilih Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dalam Pilgub Jatim 2018, maka sama dengan berkhianat pada Allah, Rasulullah dan orang mukmin. Pernyataan itu juga disertai hadits," kata Abdul Hamid setelah melapor ke Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Jatim, (Rabu,13/6/2018).
Manuver Abdul Hamid itu kemudian menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh NU. Komandan Satuan Koordinasi Nasional Barisan Ansor Serbaguna (Satkornas Banser) ke-4 H Abdul Muchit SH, menilai manuver politik Abdul Hamid yang melaporkan Kiai Asep Saifuddin Chalim ke Polda Jatim telah kebablasan dan tak mengerti kultur NU.
”Kalau dia anak PMII mestinya paham kultur NU. Gak ada sejarahnya anak PMII berani melaporkan kiai ke polisi. Tugas PMII itu sama dengan Banser yaitu menjaga dan membentengi kiai dan ulama. Cuma anak PMII itu umumnya dari segmentasi mahasiswa yang seharusnya lebih banyak menonjolkan intelektualitas. Kalau dia manuver politik seperti itu dia jelas bukan akhlak PMII dan NU. Ingat, sehebat apapun perbedaan pendapat dan politik kiai NU tak pernah ada tindakan melaporkan kiai ke polisi. Saya ingatkan kepada teman-teman PMII, jangan sampai diperalat kelompok tertentu di luar NU hanya untuk kepentingan sesaat dan menghancurkan kultur NU,” tegas Abdul Muchit yang kini Wakil Ketua Pagar Nusa Jawa Timur, Kamis (14/6/2018).
Mantan Wakil Ketua Gerakan Pemuda (GP) Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur ini minta jangan sampai Abdul Hamid jatuh kepada perbuatan yang dalam kultur NU disebut s’uul adab. ”Kalau orang pernah mondok dan pernah nyantri pasti tahu itu su’ul adab,” katanya.
Su’ul adab adalah perilaku tak punya sopan santun terhadap kiai atau guru sehingga ia pongah, arogan dan sombong. ”Para santri dan kiai umumnya sangat menghindari prilaku su’ul adab itu. Umumnya santri malu berprilaku su’ul adab,” kata Muchit yang pernah jadi Ketua Carateker Ketua GP Ansor Jatim. (tb44/bo/kmprn).
Saat melaporkan Dr KH Asep Saifuddin Chalim ke Polda Jawa Timur, hal itu ternyata memantik reaksi dari para pengurus PMII aktif. Ahmad Eidil Fauzi, Ketua Rayon PMII SAA Kediri, tak terima terhadap manuver Abdul Hamid yang dianggap mencatut nama dan logo PMII. Karena itu Eidil melaporkan Abdul Hamid ke Polda Jawa Timur.
- Baca: Azyumardi Usulkan untuk Kembalikan HMI, PMII, IMM di Kampus
- Baca: Alumni Ajak Buka Bersama Aktivis PMII DKI Jakarta
- Baca: Sambut Pemilu 2019, PMII Jepara: Perlu Pemetaan Golput
Eidil menganggap Hamid melakukan pencemaran nama baik PMII karena dalam susunan pengurus Jampi terdapat beberapa nama bukan kader PMII, tapi kader organisasi mahasiswa lain dan pengurus partai politik.
Namun dalam penelusuran, pada Jumat (22/6/2018), susunan pengurus Jampi tersebut sudah tak muncul di rubrik Tentang Kami website Jampijatim.com. Tak jelas, apakah susunan pengurus itu dihapus setelah menjadi sorotan banyak pihak, terutama para tokoh PMII dan NU.
Selain pencemaran nama baik, menurut Eidil, Jampi dianggap merugikan PMII karena memasang logo mirip PMII.
“Terkait logo yang dirubah oleh Jampi, kami merasa dirugikan karena untuk kepentingan politik,” tegas Eidil.
Karena itu pada Kamis (21/6/2018) Eidil bersama pengurus PMII aktif lainnya yakni Moh Masykur dan Asa Syauqy mendatangi Polda Jawa Timur. Eidil bersama dua rekan aktivis PMII aktif itu menuju Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur.
“Tetapi ketika mau melapor ternyata pihak Polda bagian SPKT yang bernama Pak Bambang Budi menyatakan bahwa Polda tidak menerima laporan dari Jampi tentang pelaporan Kiai Asep,” tuturnya.
Kiai Asep adalah Wakil Mabinda PKC PMII Jawa Timur dan Ketua Umum Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) yang juga Mustasyar PCNU Surabaya yang sehari-harinya sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Bambang Budi, tutur Eidil, lalu menyuruh kroscek ke Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Jatim.
“Kami disuruh kroscek ke Krimsus akan kevalidan data tersebut. Ternyata setelah dikroscek oleh Krimsus pada tanggal 13 Juni tidak ada laporan oleh Jampi,” tutur Eidil lagi.
Meski tak ada laporan dari Jampi, namun Eidil mengaku tetap akan melaporkan Abdul Hamid. “Ternyata oleh pihak SPKT dikatakan, jika menyangkut Pilgub disuruh lapor ke Bawaslu,” katanya.
Tapi, kata Eidil, pihaknya mau melaporkan soal logo. “Nah laporannya di Krimsus. Kami akan melengkapi data-data mengenai itu. Karena Jampi telah mencemarkan nama baik PMII,” katanya.
Seperti diberitakan, Abdul Hamid melaporkan Kiai Asep Saifuddin Chalim karena mengeluarkan seruan fatwa fardlu ‘ain mendukung Khofifah Indar Parawansa. Abdul Hamid menilai Kiai Asep telah menyebarkan ujaran kebencian melalui fatwa tersebut. Seruan fatwa itu dikeluarkan di Pacet bersama 400 kiai, habaib, dan masyayikh.
"Ada muatan ujaran kebencian dalam fatwa fardhu ain. Kiai Asep menyebut jika orang mukmin tidak memilih Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dalam Pilgub Jatim 2018, maka sama dengan berkhianat pada Allah, Rasulullah dan orang mukmin. Pernyataan itu juga disertai hadits," kata Abdul Hamid setelah melapor ke Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Jatim, (Rabu,13/6/2018).
Manuver Abdul Hamid itu kemudian menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh NU. Komandan Satuan Koordinasi Nasional Barisan Ansor Serbaguna (Satkornas Banser) ke-4 H Abdul Muchit SH, menilai manuver politik Abdul Hamid yang melaporkan Kiai Asep Saifuddin Chalim ke Polda Jatim telah kebablasan dan tak mengerti kultur NU.
”Kalau dia anak PMII mestinya paham kultur NU. Gak ada sejarahnya anak PMII berani melaporkan kiai ke polisi. Tugas PMII itu sama dengan Banser yaitu menjaga dan membentengi kiai dan ulama. Cuma anak PMII itu umumnya dari segmentasi mahasiswa yang seharusnya lebih banyak menonjolkan intelektualitas. Kalau dia manuver politik seperti itu dia jelas bukan akhlak PMII dan NU. Ingat, sehebat apapun perbedaan pendapat dan politik kiai NU tak pernah ada tindakan melaporkan kiai ke polisi. Saya ingatkan kepada teman-teman PMII, jangan sampai diperalat kelompok tertentu di luar NU hanya untuk kepentingan sesaat dan menghancurkan kultur NU,” tegas Abdul Muchit yang kini Wakil Ketua Pagar Nusa Jawa Timur, Kamis (14/6/2018).
Mantan Wakil Ketua Gerakan Pemuda (GP) Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur ini minta jangan sampai Abdul Hamid jatuh kepada perbuatan yang dalam kultur NU disebut s’uul adab. ”Kalau orang pernah mondok dan pernah nyantri pasti tahu itu su’ul adab,” katanya.
Su’ul adab adalah perilaku tak punya sopan santun terhadap kiai atau guru sehingga ia pongah, arogan dan sombong. ”Para santri dan kiai umumnya sangat menghindari prilaku su’ul adab itu. Umumnya santri malu berprilaku su’ul adab,” kata Muchit yang pernah jadi Ketua Carateker Ketua GP Ansor Jatim. (tb44/bo/kmprn).
Tambahkan Komentar