Temanggung, TABAYUNA.com - Islam adalah agama damai, kasih sayang, dan bukan terorisme. Hal itu diungkapkan Kapolres Temanggung AKBP
Wiyono Eko Prasetyo, S.I.K, M.IK saat memberi materi terhadap peserta kegiatan
sarasehan tentang penolakan paham radikalisme. Khususnya terhadap generasi muda
bertempat di Masjid Ash – Shohabat Asrama Polisi Gemoh Temanggung pada Rabu sore
(06/06/2018) dalam kegiatans Sarasehana dan Buka Bersama dengan tema “Peran
Pemuda dalam Menangkal Faham Radikalisme” yang digelar Polres Temanggung
bekerjasama dengan LPM Grip STAINU Temanggung.
Kapolres Temanggung AKBP Wiyono Eko
Prasetyo, S.I.K, M.IK menegaskan, Islam bukanlah agama teror, melainkan agama
rahmat dan kasih sayang. Namun, stigma Islam itu teror lahir karena ulah
segelintir orang. “Saya ambil contoh peristiwa di Surabaya beberapa waktu yang
lalu,” tegas pejabat kepolisian tersebut yang dihadiri puluhan aktivis dari
mahasiswa STAINU Temanggung, IPNU-IPPNU, PMII, dan Racana serta pelajar di
Temanggung.
Disambung kembali, itu merupakan paham radikalisme
yang akan sangat meresahkan warga sekitar bahkan sampai ke semua penjuru. “Karena
yang melakukan aksi radikal tersebut berbusana muslim, berakibat terhadap orang
yang non muslim beranggapan bahwa muslim itu teroris,” tegas dia yang
didampingi Ketua STAINU Temanggung Drs H Moh Baehaqi, MM dan AKP Abu Dardak
sebagai Kepala Satuan Binmas Polres Temanggung.
Ini sangat disayangkan, kata dia, karena
agama Islam itu rahmatan lil alamin. “Ini menjadi sebuah bumerang terhadap Islam
karena dia anggap teroris,” lanjutnya.
Dikatakannya, sebab ini semua karena
paham yang digunakan adalah takfiri. “Mengkafirkan yang berada di luar paham
atau aliran mereka. Ketika mereka tidak mengikuti imamnya maka orang lain
dianggap kafir,” paparnya.
Diteruskannya, mereka didoktrin hanya
untuk memikirkan akhirat tidak untuk memikirkan dunia. “Satu alasan tersebut
membuat berbagai jalan atau cara muncul untuk mencapai ridho Allah SWT dengan
cara berjihad. Jihadnya dengan melakukan bom bunuh diri sebagai syaratnya
membunuh orang kafir menurut sepemahaman mereka. Tidak mau bunuh diri sebelum
orang di luar mereka mati,” jelas dia.
Disambungnya, begitu miris sekali dengan
pemahaman seperti itu. Padahal, kata dia, hakikat manusia adalah untuk saling
tolong menolong bukan untuk saling membunuh. Ini merupakan pemahaman yang perlu
dibasmi agar negara kita ini aman dari paham radikal.
“Satu contoh kemarin, santri dari Gus
Furqon Prapak Kranggan selaku Ketua PC NU Temanggung yang santrinya ingin
pulang ke Kalimantan,” kata laki-laki berbadan gagah itu.
Dikatakannya, sesampainya di Simpang Lima
Kota Semarang santri tersebut mondar mandir dengan membawa bekal yang lumayan
banyak. Karena sedang viral isu tersebut anggota kepolisian dengan cepat curiga
dan langsung mengamankan santri tersebut dan menyuruh untuk membuka bekalnya.
Namun yang didapatkan hanyalah barang-barang keseharian santri tersebut.
“Sangat jelas sekali imbasnya, bukan
hanya kepada mereka yang meninggal saja. Namun santri yang tampilannya agamis
menjadi sasaran kecurigaan para anggota sebagai sikap waspada terhadap teroris,”
tegas dia.
Di sela-sela jeda waktu menunggu buka
puasa, beliau berpesan kepada seluruh peserta sarasehan yang terdiri dari kalangan
muda, baik dari tingkat pelajar, mahasiswa serta umum agar peserta jangan mudah
percaya dengan paham radikalisme dan terorisme. “Jadikan negara kita aman dari
bahaya untuk mewujudkan kedamaian di lingkungan masyarakat,” beber dia.
Kemudian kegiatan ini ditutup dengan
sholat magrib berjamaah setelah melakukan buka puasa bersama narasumber,
panitia dan peserta. (tb44/Wahyu EW).
Tambahkan Komentar