Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). |
- Baca: Pilkada Serentak 2018, Polri Waspadai Terorisme dan Money Politics
- Baca: Sambut Pemilu 2019, PMII Jepara: Perlu Pemetaan Golput
- Baca: Seribu Kader PMII Siap Kawal Pilgub Kaltim 2018
Pesan moral PBNU menjeleng pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2018 ini ada lima poin yang perlu dibaca dengan seksama untuk menjaga keutuhan NKRI dan perdamaian.
"Pilkada serentak merupakan hajat politik yang besar dan penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bukan saja berlangsung merata di Indonesia, tetapi juga dimaknai sebagai persiapan politik menghadapi Pemilu 2019 tahun depan," ujar Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam siaran pers yang diterima Tabayuna.com, Selasa (26/6/2018).
Berkaitan dengan Pilkada dan pemungutan suara tanggal 27 Juni 2018 yang berlangsung di 171 daerah, lanjut dia, Nahdlatul Ulama perlu menegaskan bahwa Bangsa Indonesia, terutama warga Nahdlatul Ulama adalah bangsa yang berbudaya, berakhlaq, ramah dan santun sehingga dapat menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain.
Untuk itu PBNU perlu menyampaikan pesan moral sebagai berikut: Pertama, Nahdlatul Ulama merupakan organsiasi sosial keagamaan yang berpegang teguh pada Khittah-1926, yakni tidak berpolitik praktis karena bukan bukan organisasi politik. Politik bagi NU adalah politik moral demi kebaikan masyarakat, bangsa, negara dan kemanusiaan. Sehingga, dalam pemilu atau pilkada, NU secara organisasi tidak dapat mendukung calon tertentu.
Kedua, Nahdlatul Ulama mempercayakan pelaksanaan pilkada kepada penyelenggara (KPU, BAWASLU dan DKPP) agar dapat melaksanakan pilkada dengan profesional, mandiri, netral dan dapat melayani seluruh kepentingan sebaik-baiknya, baik kepada masyarakat pemilih maupun kepada semua calon tanpa terkecuali.
Ketiga, Nahdatul Ulama menghimbau kepada warga negara yang memiliki hak pilih agar menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab dengan memegang prinsip bebas, jujur, adil, rahasia dan bermartabat untuk menentukan calon pemimpin daerah yang diyakini memiliki kompetensi dan akhlak yang baik, seperti kejujuran dan kemauan untuk membangun kemaslahatan masyarakat di daerah masing-masing.
Keempat, kepada pada calon kepala daerah dan wakilnya untuk dapat bersaing secara sehat, jujur, fair, taat hukum, mengedepankan akhlakul karimah, dan menerima hasil pilkada secara bertanggung jawab. Kepada pihak-pihak yang pada akhirnya memiliki ketidakpuasan atas berbagai sebab dalam pelaksanaan pilkada ini agar menyerahkan kepada mekanisme hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, Nahdlatul Ulama mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk sama-sama menjaga ketertiban, ketenangan dan keamanan bersama, baik sebelum, saat dan sesudah pelaksanaan pilkada. Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama menghimbau untuk memandang perbedaan sebagai rahmat. Perbedaan pilihan calon kepala daerah tidak boleh menjadi alasan untuk perpecahan, apalagi saling menghasut, mengintimidasi dan memprovokasi dengan alasan apapun. "Semua pihak harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan," tutup Kiai Said di akhir siaran persnya. (tb44/hms).
Tambahkan Komentar