Ilustrasi |
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Kini, tak ada jalan lain. Tak ada solusi lain. Hanya ada satu jalan, satu solusi. Yaitu merealisasikan revolusi Pancasila demi Indonesia yang Raya; yang Jaya.
Revolusi ini berjalan dalan ranah nalar dan konstitusional. Kita menyebutnya sebagai trias-revolusi.
Dus, atas nama keadilan dan atas panggilan kesejahteraan, serta demi stabilitas kebahagiaan, kita diharuskan untuk melakukan konsolidasi dan realisasi yang bertujuan melakukan tujuh hal subtansi dalam berbangsa dan bernegara.
Ketujuh kerja raksasa itu adalah rekonstitusi, rekurikulum, nasionalisasi, rekapitalisasi, transformasi shadow economic, pro-pemerataan dan pentradisian.
Pertama, rekonstitusi. Ini adalah kesadaran semesta untuk menuliskan ulang keseluruhan perundangan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara berpemerintahan agar diselenggarakan dalam negara merdeka, mandiri, modern dan martabatif.
Dengan ini, seluruh perundangan yang melawan Pancasila dan konstitusi dianggap batal demi hukum. Dus, seluruh arsitektur dan struktur pemerintahan harus mencerminkan kehendak warga negara di mana subtansinya membela yang miskin, lemah, bodoh, cacat dan terpinggirkan. Rekonstitusi juga merubah dokumen resmi untuk selalu diperbaiki dan disempurnakan agar lebih menjamin cita-cita proklamasi tergapai.
Perubahan ini dapat berupa penambahan atau penghapusan catatan yang salah dan tidak sesuai lagi. Rekonstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencakup struktur, prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban seluruh warga negara.
Karena itu, ide rekonstitusi berhubungan dengan amendemen dan addendum yang bertujuan untuk memperbaiki dokumen penting negara; mencakup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya (menyempurna).
Kedua, rekurikulum. Ini adalah kenalaran yang akan menyempurnakan kurikulum lama; menambal luka yang menganga; menghadirkan ilmu-ilmu baru yang komprehensif dan bersandar pada ide, semangat, niat, pembicaraan, tulisan, riset dan tindakan berindonesia.
Tentu, termasuk di dalamnya memastikan pengetahuan atlantik, kelautan, kedirgantaraan, rempah, herbal, nuklir, pertahanan-keamanan, parang baru, dan produktifitas menjadi andalan.
Ketiga, nasionalisasi. Ini adalah kesadaran kejeniusan merebut kembali aset-aset strategis milik negara yang telah menjadi milik asing akibat perilaku menyimpang dari oknum lama. Prosesnya adalah transformasi aset privat/swasta/asing menjadi aset publik dan di bawah kepemilikan publik dari pemerintah nasional.
Nasionalisasi aset strategis ini meliputi industri-industri strategis seperti transportasi, komunikasi, energi, perbankan dan sumber daya alam. Industri-industri yang dinasionalisasi, berkewajiban untuk beroperasi demi kepentingan publik (warga negara).
Karena dimiliki negara, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menanggung segalanya. Keuntungannya harus digunakan untuk membiayai program-program sosial dan riset pemerintah guna membantu menurunkan beban pajak.
Nasionalisasi juga digunakan untuk melindungi dan mengembangkan industri-industri yang dianggap memiliki nilai vital terhadap kekuatan kompetitif negara (seperti industri pesawat terbang, galangan kapal, farmasi, alutista dan pendidikan).
Keempat, rekapitalisasi. Ini adalah rekap serius atau menghitung ulang kapital milik negara. Terutama BUMN kita. Program ini merupakan kesadaran memastikan sumber-sumber pendanaan negara sehat, kuat dan berkelanjutan.
Hal ini penting karena selama ini kekayaan negara di BUMN dibuat menjadi: a)Merugi, b)Sumber KKN, c)Praktek mark up, d)Praktek prifatisasi, e)Beban utang negara, f)Bancakan elite parpol yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Saat APBN kita minus karena sumbernya kempes (pajak, cukai dan utang) maka program ini menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Potensinya sangat besar dan konstitusional. Inilah program mewargakan ekonomi dan mengekonomikan warga: soko guru keekonomian kita. Inilah yang akan merubah secara riil arsitektur ekopol kolonial menjadi ekopol berdaulat, berkesejahteraan, bermartabat dan berkeadilan.
Kelima, transformasi shadow economic. Ini adalah program menantang yang memastikan agar seluruh bisnis haram menjadi halal sehingga menyehatkan APBN kita.
Shadow economic adalah kegiatan produksi dan perdagangan barang maupun jasa yang ilegal dan nilainya tidak tercermin dalam penghitungan produk domestik bruto (PDB). Kegiatan tersebut dilakukan dengan unsur kesengajaan dan memiliki motif:
a)menghindari kewajiban perpajakan, baik pajak penghasilan (pph), pajak pertambahan nilai (ppn); b)menghindari kewajiban non-pajak seperti yang diatur dalam regulasi pemerintah; c)menghindari pemenuhan standar ketenagakerjaan yang legal, meliputi upah kelayakan minimum, jam kerja yang telah ditetapkan, standar keselamatan, dan lain sebagainya; d)menghindari kewajiban administratif dan prosedural, seperti perijinan dan sejenisnya.
Praktik-praktik shadow economic antara lain: a)memproduksi dan memperjual-belikan produk palsu atau bajakan; b)semua bisnis ilegal (tidak berijin); c)prostitusi; d)narkoba; e)perjudian. Skala bisnis itu berada di kisaran 30-40% dari PDB.
Dengan mentransformasikan-nya via UU dan regulasi yang pas, bisnis ini akan menjadi penyumbang besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Keenam, pro-pemerataan. Ini adalah program cerdas yang mengunci empat program di atas agar semua warga negara bangga menjadi Indonesia. Bangga karena negara hadir sebagai ultima berbangsa. Bangga karena negara akan terus melakukan pemerataan melalui; a)Pemerataan kebutuhan pokok: pangan, sandang dan papan;
b)Pemerataan mendapat pendidikan dan kesehatan; c)Pemerataan pendapatan; d)Pemerataan kerja; e)Pemerataan berusaha; f)Pemerataan partisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita; g)Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh nusantara; h)Pemerataan keadilan, kesejahteraan dan kemartabatan plus kebahagiaan.
Ketujuh, pentradisian. Ini adalah program advokasi, pemantapan dan pendalaman secara terus menerus tanpa putus. Pentradisian adalah pekerjaan besar dan rumit karena mereaktualisasikan kembali nalar berindonesia berpancasila secara subtansial dan tertulis.
Tetapi menjadi sangat penting karena kehormatan orang terpelajar berasal dari tradisi tulisan, buku dan pengetahuan yang diwariskan. Debita ab erudito quoque libris reverentia, kata pepatah Latin.
Inilah tujuh kerja cerdas: tujuh dentuman raksasa: tujuh dharma dan tujuh kejeniusan semesta yang akan memastikan kekuasaan adalah bintang kepemimpinan di sepanjang waktu dan tempat (nasional dan internasional). Bersinar siang dan malam. Berdentum membela semuanya agar yang merampok tidak terus merampok dan yang menderita tidak makin menderita.
Inilah strategi dan taktik yang diendorse konstitusi dan dibutuhkan semua warga negara di benua maritim dan peradaban atlantik yang gigantik. Dan, kitalah yang harus merealisasikannya. Bukan yang lain.
Singkatnya, kulminasi dari strategi tersebut adalah terciptanya arsitektur baru di dalam negara Pancasila.
Negara berideologi pancasila yang jenius sehingga terdapat agama publik yang multikultural. Dan, dalam agama publik yang multikultural terdapat ilmu pengetahuan yang mencerahkan. Serta, dalam ilmu pengetahuan yang mencerahkan terdapat mental merdeka, mandiri, modern dan martabatif.
Inilah mental konstitusional yang anti kolonial. Mental ini akan menghancurkan warisan penjajahan: oligarkis, kleptokratis, kartelis, fundamentalis, fasis dan predatoris. Inilah id Pancasila. Inilah logos konstitusi.
Adakah kita segera sampai ke sana? Kurikulum ini memandu kita merealisasikannya segera.(*)
Tambahkan Komentar