Penangkalan paham radikal di perguruan tinggi |
Terduga teroris merencanakan aksi teror dengan barang bukti bom di sebuah perguruan tinggi di Riau merupakan sebuah fakta tak bisa dibantah.
- Baca: Ngotot Pro Khilafah, Dosen Undip Prof Suteki Akan Disidang
- Baca: Meski Dosen PNS, Suteki Tetap Dukung Khilafah
- Baca: Siap-siap, Menritekdikti Instruksikan Rektor Data Dosen yang Ikut HTI
- Baca: Usai HTI Bubar 7 Mei 2018, Umat Islam Wajib Lakukan 15 Hal Ini
"Saya telah menjelaskan secara detail kepada para pimpinan Perguruan Tinggi (PT) tentang dinamika radikalisme di lingkungan kampus, walaupun tebal tipisnya antara kampus yang satu dengan lain berbeda-beda. Langkah-langkah pun kita berikan kepada beliau-beliau (pimpinan PT), termasuk modusnya seperti apa, serta bagaimana penyebaran, dan cara mengatasinya," ujar Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/6/2018).
Mantan Kabareskrim Polri ini menyampaikan bahwa penguatan sinergi di lingkungan kampus ini mutlak harus dilakukan. Apalagi, sudah banyak bukti banyak komunitas kampus yang terpapar radikalisme, apakah itu mahasiswa, dosen, bahkan guru besar. Untuk itulah, para pihak terkait tidak hanya harus mengawasi mahasiswa saja, tetapi juga para dosen, guru besar, dan staf pegawai lainnya di lingkungan kampus.
"Kami juga akan melakukan koordinasi dengan Kemenristek Dikti dan juga kampus kampus untuk mendeteksi dini mengenai adanya paham dan gejala yang berkembang di kampus termasuk mahasiswa, dosen dan pejabat pejabat di kampus. Kita harus tuntun ke arah jalan yang benar," ujar mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini.
"Di sini ada beberapa perwakilan perguruan tinggi yang mewakili dari perguruan tinggi masing-masing yang hadir. Kami juga bisa mendengarkan bagaimana mereka mengimplementasikan, lalu bagaimana langkah-langkah dalam menghadapi gejala semacam itu. Karena para mahasiswa ini adalah anak-anak kita yang harus kita persiapkan untuk memimpin bangsa ini yang harus kita sikapi betul-betul untuk generasi yang akan datang," ujarnya.
Menurutnya, generasi muda khususnya para mahasiswa adalah generasi penerus harapan bangsa yang akan memimpin bangsa Indonesia ini di masa yang akan datang. Untuk itu perguruan tinggi wajib melindungi para mahasiswa agar calon-calon pemimpin bangsa ini terhindar dari paham radikalisme dan terorisme.
Suhardi juga menjelaskan bahwa berbicara masalah radikalisme ini terminologinya sudah internasional yaitu radicalism. Namun demikian yang dimaksud radikalisme di sini adalah radikalisme yang bersifat negatif.
"Radikalisme negatif yang kita maksud di sini yakni radikalime yang mana menganut paham-paham intoleransi, takfiri, anti NKRI dan anti Pancasila. Itulah yang harus kita sikapi sekarang ini," ujar alumni Akpol tahun 1985 ini.
Dalam paparannya tersebut Suhardi juga menampilkan beberapa video yang menunjukkan betapa ancaman ini berada di tengah tengah kita sehingga harus diwaspadai, karena mereka bukan saja akan mengorbankan orang lain akan tetapi juga anak sendiri yang ikut dijadikan korban sebagaimana yang terjadi di Indonesia baru baru ini.
"Jangan sampai doktrin-doktrin itu masuk dalam negara kita walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa ini sudah terjadi di negeri kita sendiri dan dilakukan oleh orang Indonesia," kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini mengakhiri.
Rapat Koordinasi (Rakor) Penangkalan Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi dibuka Menristek Dikti M Nasir dan dihadiri ratusan rektor dari perguruan tinggi dan swasta seluruh Indonesia. Pada kesempatan itu, Kepala BNPT didampingi Deputi I BNPT bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir dan beberapa pejabat eselon II lainnya. (tb39/did).
Tambahkan Komentar