Ilustrasi |
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Aku tahu persis piring makananmu dari para taipan dan begundalnya. Tapi kau tidak tahu bahwa para taipan itu merampok pribumi dengan bantuan wereng coklat, virus doreng dan seragam hitam.
Aku tahu napas buatanmu dari para tengkulak yang berniaga haram (prostitusi, judi, narkoba, sogok). Dan, untuk menutupi borokmu, kau serang agama pribumi, mental warganegara dan tradisi keluarga. Sebagian kawanmu membuat isu-isu ecek-ecek bhineka dan Pancasila. Padahal intinya mengemplang pajak dan mengatur istana.
Aku tahu yang tak kau tahu bahwa gaya rezim yang melakukan perlindungan habis-habisan dengan berbagai cara terhadap kelompok bisnis asing-aseng sebenarnya hanya pengulangan dari cara-cara yang dilakukan oleh kolonialis-kumpeni Belanda dalam proses penjajahannya di Indonesia.
Aku tahu bahkan bajumu juga disogok kaum begundal kolonial. Lalu, kau buat keributan dan menyodorkan undang-undang perlindungan perampok atas nama demokrasi.
Kutahu apa yang kau ingkari. Bahwa, ilmuwan jenius, mencari solusi revolusioner. Ilmuwan tukang, melacurkan diri dan pengetahuan. Ilmuwan kolonial, membela yang bayar.
Kawan, kau mungkin lupa bahwa fundamentalisme pasar bebas itulah ibu kandung radikalisme agama dan fasisme sosial. Jika ingin tak ada radikalisasi (apapun), mudah kok: jalankan konstitusi.
Kawan, kau pasti tahu bahwa globalisasi dan pasar bebas itu mirip dengan Jokowi dan infrastruktur. Satu pasangan serasi penghisap darah kaum miskin. Dari sini, prestasi terbesar junjunganmu adalah merubah Indonesia dari nation-state menjadi corporate-state.
Kawan, wajah kalian boleh terlihat kismin dan ndeso tapi kebijakan kalian tak pro kaum miskin dan tak berbasis desa. Ingatlah bahwa, menggenggam kekuasaan dengan kesalahan itu batil. Sebaliknya, mundur atau berhenti
itu mulia.
Kawan, aku tidak percaya pada mereka yang mudah berjanji tetapi mudah mengingkari seperti kalian kini yang berkursi dan berkuasa.
Pengetahuanku dari studi postkolonial. Itu modalku menantangmu duel seru. Kan kutikam mati persis di jantungmu, walau nanti aku dikutuk santri pembelamu karena recehan yang kau tabur di pondok-pondok dan madrasah mereka!
PRIBUMI BERSATU REVOLUSI
Tambahkan Komentar