Oleh M Yudhie Haryono
Terimakasih pada UI dan Aliansi Kebangsaan yang masih berusaha mengedukasi pemilih dalam pemilu dan demokratisasi.
Kali ini, kita mendengar paparan Gatot Nurmantyo. Mantan panglima TNI yang mendapat pulung dan wahyu keprabon saat aksi 212. Tetapi gagal paham. Beliau memilih pemilu sebagai sarana pergantian presiden. Satu sikap ahistoris sebenarnya.
Tak ada pikiran yang baru apalagi jenius. Masih biasa. Cuma di akhir dialognya beliau berucap, "Apabila demokrasi berujung anarkis maka rakyatlah yang harus dilindungi, jangan ragu melindungi rakyat karena rakyat adalah ibu kandung TNI, dan jangan perlakukan rakyat seperti teroris." Satu pernyataan umum.
Jika membayangkan Indonesia dibangun dari sekumpulan ide cerdas para pendiri republik, aku tak bisa bayangkan jika Pak Gatot jadi presiden. Defisit atau surplus kebijakan publik yang keren? Hanya alam raya yang tahu.
Di atas segalanya, panitia sudah berusaha. Mencari tahu apa gagasannya dan mau apa saat berkuasa. Bahwa yang sekedar blusukan dan menumpuk utang saja bisa, yang guyonpun bisa mestinya. Itulah Indonesia.(*)
Tambahkan Komentar