Ilustrasi |
Dewasa ini sering kali terjadi perbincangan mengenai persoalan keadilan dan kebebasan.
Maupun tentang, Tuhan, Manusia dan Alam Semesta ini. Mengapa persoalan ini kerap sekali diperbincangkan oleh manusia maupun penghuni alam semesta ini.
Adapun kendala yang menghambat persoalan diatas yaitu masalah epistemologi(teori pengetahuan) dan alat untuk menjawab kerumitan itu juga adalah epistemologi (teori pengetahuan). Mengenai keadilan ilahi(tuhan) dan kebebasan manusia (human).
Dalam buku kiri islam(Kazuo Shimogaki), menyatakan tentang keadilan tuhan didasari pergerakan dan kebebasan manusia dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan syariat agama. Adapun bahasa sederhananya manusia bertindak harus sesuai dengan tindakan Tuhan.
Hal yang biasa dilakukan manusia bertindak tetapi tidak mengetahui, ini suatu penyebab terjadinya masalah. perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia itu sendiri.
Perbuatan manusiapun mulai dipertanyakan, sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan keleluasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya ?. Apakah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan?
Masalah keadilan dan kebebasan, Hasan Hanafi juga membicaran beberapa aliran mengenai keadilan ilahi(Tuhan). Di dalam perbedaan pandangan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan tuhan didasari pula oleh perbedaan pemahaman terhadap akal dan fungsi wahyu. Keadilan Tuhan tersebut ada beberapa aliran.
Pertama, Mu’tazilah.
Manusia bebas merdeka melakukan perbuatannya sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan dari sudut kepentingan manusia.
Kedua, As-ariyah.
Aliran ini bertolak belakang dengan mu’tazilah, as-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan kekuasaan Tuhan yang bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala-galanya, karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil, sebab ia memperlakukan ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah menempatkakn sesuatu di tempat yang sebenarnya.
Ketiga, Maturidiyah.
Maturidiyah Samarkhan ini memandang keadilan Tuhan sama dengan mu’tazilah, sedangkan pendapat maturidiyah Bukhara sejalan dengan pemikiran As-ariyah.mengenai Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dan zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya Segala perbuatan Allah terbit dari ilmu iradadnya. Tiap-tiap sesuatu yang terbit dari ilmu dan iradad berpangkal pula kepada ikhtiar (kebebasan), tiap-tiap yang terbit dari ikhtiar tidak satupun yang wajib dilakukan oleh yang mempunyai ikhtiar.
Oleh karena itu tidak ada satupun diantara perbuatan-perbuatannya yang dilakukan oleh zatnya, maka segala perbuatan Allah seperti menciptakan, memberi rezki, menyuruh dan mencegah, menghazab dan memberi nikmat adalah merupakan, sesuatu yang tetap bagi Allah dengan kemungkinan yang khusus.
Aliran ini sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik, namun ini tidak berarti tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, di dalam al-Qur’anpun dijelaskan bahwa Tuhan tidak berbuat zalim.
Adapun Asy'ariyah sebagaimana mereka mengingkari keadilan, mereka juga mengingkari esensi baik dan buruk. Pertama, mereka menganggap bahwa baik dan buruk itu relatif yang bergantung pada kondisi, waktu dan lingkungannya, yang juga merupakan hasil rangkaian dari doktrin-doktrin. Kedua, akal dalam menilai baik dan buruk harus mengikuti petunjuk syariat.
Dengan kata lain meminimalkan akal dalam menetukan baik dan buruk atau bahkan mengabaikannya. Hal ini sangat berhubungan sekali dengan independensi akal dalam menilai sifat-sifat ini. Apakah logika manusia dengan sendirinya mampu menilai baik dan buruknya setiap tindakan? Atau membutuhkan syariat untuk memberikan penilaian terhadapnya?
Puncak perselisihan antara Asy'ariyah dan Mu'tazilah dalam masalah keadilan Tuhan dan Kebebasan Manusia adalah ketika Mu'tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy'ariyah bahwa jika keadilan mencakup ikhtiar, baik dan buruk logistis serta keterikatan tindakan Tuhan swt dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil Af'al) bahkan bertentangan dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu'tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menolak ikhtiar dari dzat-Nya.
Dan kesimpulannya.
Salah satu milik manusia yang berharga adalah kebebasan. Diajarkan dalam agama kita, "tidak ada suatu apapun yang lebih berharga daripada kebebasan" sebab manusia dilahirkan oleh ibunya adalah keadaan bebas.
Itulah yang diingatkan Imam Ali kepada seseorang yang memperhamba sesama nya tanpa alasan, bagaimana kamu memperhamba sesama manusia padahal tuhan telah memberikan kebebasan kepada mereka dan mereka juga dilahirkan ibu" mereka dalam keadaan bebas.
Kebebasan dan keadilan juga digambarkan sebagai unsur atau fitrah nya manusia dalam arti mencapai kebahagiaan. Ketika Adam dan hawa dipersilahkan masuk surga, Tuhan berfirman : Nikmati surga itu dengan bebas semaumu.
Didalam firman ini,, kebebasan yang diberi Tuhan, menandakan keadilan ilahi terhadap Mahluknya. Oleh Karena itu surga digambarkan bahwa kita nanti akan bebas dimana saja seperti kita mau.maka dari itu tidak ada kebahagiaan tanpa kebebasan, kebebasan adalah hak primordial manusia. keadilan Tuhan teraktualkan,apabila kebebasan manusia mencapai kebahagiaan.
Wallahu'alam bi shawwab.
Tambahkan Komentar