Ilustrasi |
Sementara itu, AJI Semarang menila serat.id sebagai media sosial tidak berdasar. Serat.id merupakan media online yang didirikan oleh AJI Semarang secara serius sebagai media alternatif di tengah membanjirnya arus informasi berbasis internet.
Dengan begitu AJI menyayangkan sikap Unnes yang mengadukan ZA keranah pidana. Seharusnya,sengketa pemberitaan yang melibatkan Unnes ditangani oleh Dewan Pers sebagai intitusi resmi negara yang membidangi
Humas Unnes menjadikan Surat Edaran Dewan Pers Nomor 371/ DP/ K/ VII/ 2018 sebagai pegangan, yakni menekankan pentingnya identifikasi media dengan menegakkan keputusan Hari Pers Nasional 2010 di Palembang.
Dewan Pers mengedukasi bagaimana cara menghindari pihak-pihak yang mengaku sebagai wartawan dan berasal dari media tertentu padahal belum tentu memiliki legitimasi. Dewan Pers menyediakan instrumen verifikasi factual untuk media sekaligus uji kompetensi wartawan (UKW) untuk wartawan.
Itulah yang membedakan pada saat Unnes diwawancarai oleh tirto.id dan serat.id. Unnes menggunakan Hak Jawab terhadap pemberitaan plagiarism oleh tirto.id, dan terhadap serat.id menempuh jalur hukum ke kepolisian.
Humas menolak anggapan Unnes tidak menghormati Undang-Undang Pers dan Dewan Pers. Justru ikut mendukung usaha Dewan Pers untuk turut mengembangkan iklim jurnalistik yang sehat di Indonesia.
Empat Kriteria
AJI Semarang mengacu keputusan Dewan Pers yang mengeluarkan empat kriteria ragam media online dan cetak dalam kuadran versi masing-masing, yang isinya meliputi, Media versi pertama, yaitu media memiliki status jelas atau terverifikasi di Dewan Pers, ada penanggung jawab dan alama tredaksi, memenuhi syarat UU dan peraturan Dewan Pers dan dikelola oleh wartawan berkompeten. Selain itu menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ),membela kepentingan umum dan menjalankan fungsi pers secara benar.
Kedua, status kurang jelas,belum memenuhi syarat badan hukum, sebagian terdaftar di Dewan Pers, tetapi isinya menaati KEJ, dan menjalankan fungsi pers secara benar, menjalankan fungsi jurnalistik dengan benar, sebagian memiliki penanggung jawab dan mencantumkan alamat redaksi.
Ketiga, status tak jelas (juga tidak terdaftar di Dewan Pers), tidak mencantumkan penanggung jawab dan alamat redaksi, bermuatan negatif, beritanya berisi kebohongan dan memutarbalik fakta, serta mengumbar isu SARA.
Keempat, status terdaftar atau terverifikasi di Dewan Pers, tetapi secara konten tak sesuai dengan standar jurnalistik, dan banyak melanggar KEJ.
Dari kiteria itu, AJI Semarang menilai serat.id masuk kategori kuadran kedua, berindikator sebagai media dengan status belum berbadan hukum, yang sebagian jurnalisnya bersertifikat dan terdaftar di Dewan Pers.
Isi pemberitaan serat.id juga menaati KEJ, dan menjalankan fungsi pers secara benar, menjalankan fungsi jurnalistik dengan benar, sebagian memiliki penanggung jawab dan mencantumkan alamat redaksi. Bahkan serat.id mencantumkan pedoman media siber sebagai media online berbasis internet.
Kredibilitas Pemberitaan
Menurut Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS, verifikasi media oleh Dewan Pers dan sertifikat UKW harus dilihat dari perspektif kredibilitas pemberitaan.
“Artinya, jangan dijadikan dasar untuk menilai tulisan sebagai produk jurnalistik atau tidak. Jangan diartikan secara wantah bahwa tulisan wartawan yang belum lulus UKW dianggap bukan produk jurnalistik. Juga jangan serta merta dipahami bahwa konten media yang belum tersertifikasi oleh Dewan Pers dianggap bukan sebagai produk jurnalistik,” ungkap dia dalam siaran pers yang diterima Tabayuna.com pada Selasa (28/8/2018).
- Baca: Kenali Media Aswaja NU, PMII Trisula Deteksi Peta Media
- Baca: PWI Desak Dewan Pers Verifikasi Lagi Anggota Organisasi PWI, AJI, dan ITJI
- Baca: Daftar Media Online Aswaja NU yang Paling Berpengaruh dan Wajib Jadi Rujukan
Domain seperti serat.id, yang dikelola oleh para professional jurnalistik, dari pengamatan Amir, telah menempuh standar-standar verifikasi pemberitaan.
Maka kalau produk berita tentang plagiarism itu bersubstansi sama dengan yang disajikan oleh tirto.id, logikanya apabila ada sanggahan harus menempuh mekanisme Hak Jawab atau mengadukan ke Dewan Pers, bukan dengan memolisikan penulisnya. (tb44/slhn).
Tambahkan Komentar