Ilustrasi Bisnis.com |
Penulis, pengajar, dan aktifis muda NU Sukabumi.
Eskalasi pilpres nenghangat. PBNU menginstruksikan kader NU untuk melawan. Presiden Jokowi
juga mengajak relawan untuk lebih militan. Kubu pemerintah mulai menyatakan perlawanan.
Kami menganggap koalisi 212, PKS, Gerindra, PAN, Demokrat adalah lawan. Bukan musuh yang harus dibinasakan.
Diksi "lawan" dan "musuh" jelas berbeda :
Musuh adalah sesuatu yg harus dibinasakan. Sementara lawan adalah saingan untuk menjadi pemenang. Contoh : lawan kesebelasan main bola, lawan main catur.
Lawan main politik (cebong vs kampret) sejatinya adalah kawan dalam berfikir sekaligus saingan berebut kekuasaan untuk menahbiskan jadi yg terbaik selaku anak bangsa. Saingan memperebutkan kemudi bangsa. Sekaligus kawan dalam saingan fastabiqul khoirot. Tak ada lawan tak rame.
Dalam sepakbola, jika tak ada lawan tidak rame. Dalam politik, tak ada oposisi tak rame.
Lawan politik Jokowi adalah Prabowo, Cendana, dan HTI.
Musuh jokowi adalah Hoax dan Fitnah.
Lawan NU adalah koalisi 212. Sejak kapan NU menyatakan perlawanan? Sejak koalisi 212 mengajak permainan di pilkada DKI yg mereka anggap NU pendukung Ahok. Padahal, NU benci politisasi agama, menjual ayat dan mayat untuk kekuasaan. Berbagai strategi mereka gunakan, dari darat dan udara. Masih hangat rentetan cacian untuk KH. Said, KH. Ma'ruf Amin, Gus Mus, Gus Yaqut, Gus Yahya, dan pemimpin sesepuh NU lainnya. Kami sebagai kader NU melawan. Kami punya keyakinan, sah sah saja menghajar sesuai aturan. Bagi kami, hoax bukanlah cara melawan yg terpuji.
Tapi melawan dengan data, fakta, dan hikmah, adalah cara kami melawan dalam komando.
Giliran kubu 212 memusuhi jokowi, viral dan tak ada rem. Mengamini dengan sepenuh hati. Giliran kubu jokowi dan NU melawan, teriak sesama muslim tidak ada musuh.
Kalau gak mau dilawan, gak usah bertanding.
Politik itu permainan. Bahkan hidup ini juga permainan :
وما الحياة الدنيا الا لعب ولهو
Dalam permainan pasti adalah persaingan. Menyerang dan bertahan.
Ketika koalisi 212 menginstruksikan jatuhkan wibawa NU dan pemerintah, kaum kampret gerilya sami'na wa athona.. tak peduli kyai besar NU yg jadi target. Tak ada nilai persahabatan sesama muslim.
Ketika NU mengintruksikan untuk melawan segala bentuk intoleransi, radikalisme. Dan Jokowi mengunstruksikan relawan (cebong) untuk lebih militan, maka kampret teriak kencang : sesama muslim bersaudara!
Jurus silat lidah ketika ditikung diserang : Sesama Muslim Bersaudara, tidak ada musuh.
Ketika 212 menyerang NU dan Pemerintah:
Hancurkan semuanya!
Akan tetapi, PBNU dan GP ANSOR dalam setiap instruksi harokahnya menyatakan :
LAWAN!
bukan
HANCURKAN!
Karena sejatinya, perbedaan harokah, pandangan politik dan pemikiran adalah saingan yg harus dikalahkan, dikendalikan, serta dirawat dimuseumkan. Bukan untuk dihancurkan total.
Inilah nilai-nilai menghargai perbedaan sekaligus menjaga kedaulatan. Nilai pluralisme yg sejak dulu Allah ciptakan untuk saling mengenal dan mengakui keagungannya.
Politik adalah permainan. Kehidupan ini juga permainan yg melelahkan.
Bagaimana supaya selamat dan mendapatkan point?
Gak usah bermain dalam politik jika takut menghadapi perlawanan.
Sebagai aktivis NU, siapapun lawan politik NU, sejauh apapun kekeliruan mereka, sebisa mungkin kita BINA, kalau tidak bisa dibina, maka BINASAKAN.
Untuk kawan Nahdliyin dimanapun berada, jangan terkecoh dengan jurus basi silat lidah HTI, koalisi 212 : "Sesama muslim bersaudara".
Tak boleh lengah dalam permainan politik. Tak boleh termakan jurus basi yg selalu mereka gunakan saat kita kuat melawan.
Hanya ada satu kata untuk kampret :
LAWAN.
Karena mereka saingan kita untuk jadi pemenang dan fastabiqul khoirot.
Sekian, semoga bermanfaat.
Tambahkan Komentar