Ilustrasi |
Pengasuh Kampung Tahfiz
Saya melihat sedang terjadi orientasi pendidikan anak yang berbalik. Fenemenologi seperti ini beberapa kali saya temukan pada masyarakat yang relatif sukses materi dan khususnya di perkotaan akhir akhir ini. Mereka lebih dominan menaruh anak anaknya di lembaga pendidikan agama dengan harapan ngerti agama. Paham dan bisa baca al-Qur'an. Maksimal hafal. Dengan mudahnya berdalih, "yang penting pinter agama. Insya Allah dunia menyusul."
Ini aneh bin kewolak walek. Justru yang orangtuanya alim agama keburu menyekolahkan anak anaknya ke pendidikan "vokasi" yang beken. Lalu dibekali dengan seabrek keahlian agar bisa meraih masa depan kerja yang prestisius. Yen perlu iso dadi manager.
Menurut saya ini sebagai pergeseran paradigma hidup yang mencakup berbagai aspek. Bisa kita katakan ada perpindahan dari aspek spiritual ke material. Dulu yang ayahnya nyantri tulen sekarang anaknya jadi pelajar sekolah negeri yang keren. Tujuannya apa lagi? Kata pak Jokowi, kerja. Kerja. Kerja.
Untungnya dulu bapakku selalu berpesan kepadaku begini, "Sing penting sekolah agomo, Le." Tapi, Pak, ijasah sekolah agama masih susah nyari kerja. Walau dapat juga belum bisa kayak teman teman yang gajinya setara UMR atau UMP. Meskipun sudah S2. "Lha terus sing salah sopo, Le?" Embuh.
Tambahkan Komentar