Ilustrasi foto Merdeka.com |
Penulis merupakan mantan Ketua HTI Babel
1. PKI dan NU seteru abadi baik secara agama maupun politik. PKI anti agama, NU sangat agamis. PKI ingin membentuk negara komunis, NU mempertahankan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
2. Perseteruan NU dan PKI berujung pada bentrok fisik. Sejak pra pemberontakan PKI di Madiun 1948 sampai pra G 30 S 1965 benturan-benturan fisik terus terjadi. Benturan-benturan fisik ini tercatat di buku putih yang diterbitkan oleh PBNU dengan judul BENTURAN NU VS PKI.
3. Pada masa Demokrasi Liberal 1950-1959 dan masa Demokrasi Terpimpin (masa NASAKOM) 1959-1965, PKI merupakan organisasi legal. Legalitas PKI membuatnya bisa ikut Pemilu 1955, punya wakil di parlemen, punya menteri di kabinet, punya kepala daerah dan punya orang-orang di ABRI yang mendukung dan simpatisan mereka. Saat itu PKI bagian integral dari RI.
4. Sebab itu kelompok politik Islam (Masyumi, PSII, NU) mau tidak mau pasti berinteraksi dengan PKI dalam pemerintahan. Keakraban pribadi M. Natsir dengan Aidit di luar sidang Konstituante jadi cerita sampai sekarang. Apakah dengan begitu Masyumi kemasukan PKI melalui M. Natsir
5. Sama halnya dengan NU, secara ideologi Masyumi bertentangan dengan PKI. Akan tetapi interaksi orang Masyumi dengan orang PKI di pemerintahan tidak bisa dihindari. Sama halnya dengan NU juga, ulama/ustadz Masyumi di desa banyak yang dibantai PKI.
6. Dalam menghadapi lawan-lawan politiknya, PKI memainkan tangan politik di pusat pemerintahan dan menggunakan palu arit di desa-desa.
7. Pembubaran Masyumi 1960 buah dari manuver politik PKI setelah beberapa oknum tokoh Masyumi mendukung pemberontakan PRRI 1958. NU sendiri punya posisinya sendiri dalam setiap konstelasi politik. NU punya strategi dan taktiknya sendiri. NU selalu bersama NKRI. Jadi salah besar jika ada yang mengatakan NU bekerja sama dengan PKI untuk membubarkan Masyumi kemudian menerima Nasakom.
8. Pasca G 30 S 1965, NU dan GP Ansor bersama ABRI membasmi PKI. Muhammadiyah, Persis dan eks-Masyumi lainnya juga berperan meskipun tidak semassif NU dan GP Ansor.
9. Inilah puncak seteru saling bantai antara NU vs PKI yang pada akhirnya dimenangi NU. Kemudian NU mencanangkan rekonsiliasi alami untuk menyudahi perseteruan ini. Sampai sekarang proses rekonsiliasi alami masih berlangsung.
10. Pada masa rekonsiliasi alami ini anak cucu PKI ada yang insaf kembali ke agama Islam. Akan tetapi tidak ada anak cucu NU yang jadi PKI
11. Setelah Reformasi angin kebebasan berhembus kencang. Ide, pemikiran, paham, wacana, buku, informasi, dll bebas beredar. Termasuk paham Marxisme dan turunannya.
12. Anak muda NU (terutama yang di PMII) ada yang tertarik dengan wacana-wacana kiri. Mereka membaca, menulis, mengkaji, mendiskusikan dan mempublikasi pemikiran-pemikiran tersebut.
13. Di NU tidak ada pakem yang kaku tentang batasan mengaji dan mengkaji. Yang tidak boleh itu "berhenti mengaji". Pengkajian pemikiran kiri dan atau liberal oleh sebagian anak-anak muda NU bagian dari perjalanan intelektual mereka. Proses alamiah parw calon cendekiawan.
14. Setau saya setelah mereka mengkaji pemikiran Marxisme tidak ada yang jadi PKI. Mereka tetap NU. Ikut tahlilan, shalat subuh pakai qunut, malam jum'at shalawatan. Tidak ada yang membenci Kiai layaknya seorang PKI
15. Memang Gus Dur sempat mewacanakan pencabutan TAP MPRS 1966 tentang larangan PKI. Tapi itu hanya wacana yang dilatarbelakangi oleh sifat kemanusiaan Gus Dur bukan karena Gus Dur mendukung PKI.
16. Akhirnya isu yang mengatakan NU disusupi PKI cuma isapan jempol orang yang kurang tahlilan.
Tambahkan Komentar