Karya; Ahmad Fauzi
Lahir, Perang dan Masuk Surga
Aku gila, maka aku akan berkuasa....
Sebelum dilahirkan, namanya telah disebut-sebut oleh kitab
suci agama-agama purba. Sosok manusia yang akan mengubah wajah dunia. Nubuahnya
menjadi rebutan banyak pemuka agama. Ramalan masa depan akan digenapi oleh
seorang lelaki suci dari gurun pasir terik, tandus tak terkira. Ia cikal bakal
bungsu dari tiga bersaudara. Ia paling canggih dan paripurna. Terunggul di
antara yang sudah ada. Mustahil berbuat dosa, tanpa cela. Karena hatinya telah
dicuci bersih dengan air inti bumi curahan dari surga. Tangan kakinya selalu
dikawal makhluk penjaga cenayang tak berupa. Sampai tuhan terheran-heran dengan
bayangannya sendiri yang sangat langka, atau satu-satunya yang pernah ada di
jagad raya. Ia memang betul-betul sempurna, mengada bahkan sebelum alam raya
ini ada. Kemunculannya di dunia diumpamakan seperti matahari membuka tirai pagi
buta.
Tidak ada keselamatan di luar dirinya. Apabila ada yang
mengaku sang penyelamat setelahnya berarti itu dusta. Ia mengunci awal dan
akhir dunia. Barang siapa yang ingin
masuk surga harus melalui namanya. Yang tidak mau menerima dan menolak
kebenaran yang dibawanya, dapat dipastikan ia masuk neraka. Banyak orang-orang
baik dan mulia menjadi kafir dan aniaya hanya karena tidak mengakui
kenabiannya. Dan sebaliknya, sejahat-jahatnya manusia akan masuk surga apabila
bersaksi bahwa dia adalah utusan yang maha kuasa. Agama damai merupakan agama
semesta yang paling tua, mendahului totem, mana, fetish, magi, anima, dan
dewa-dewa, meski sejarah empiris baru memunculkannya dengan simbol bendera
senjata. Agama paling belia di antara tiga bersaudara.
Angin metafisika menderu mengabarkan penanda yang
dinanti-nantikan segala zaman. Aliran sungai mengering terhisap pesonanya yang
sarat kegaiban. Bintang-bintang menari dalam kerlipan cahaya benderang. Udara
menundukkan suhu panasnya, takut membuat gerah calon manusia sempurna. Nasib
seluruh dunia dipertaruhkan. Dalam genggamannya, Barat dan Timur merunduk
hormat penuh setia. Para tentara langit berjaga-jaga, agar kalam tuhan terjamin
selamat sampai pada sasarannya. Tidak terganggu oleh guna-guna setan dan roh
jahat penasaran. Untuk sejenak gerombolan roh dan setan dibuat pingsan
sementara. Agar malaikat pembawa wahyu fokus bekerja. Menyampaikan pesan
rahasia. Ayat-ayat mantra berhulu senjata.
Angan-angan dunia suci akan terwujud menjadi nyata. Agama
pembawa kedamaian alam semesta siap membuwana. Diawali dengan kelahiran anak
manusia yang menandakan kebaikan akan berkuasa. Putera langit yang ditakdirkan
duduk di atas singgasana dan bermahkotakan agama melebihi para raja. Yang
apabila ditampar pipi kirinya akan membalas dengan pukulan lebih tak terkira.
Api abadi simbol kejayaan Persia saja tak berani menyala ketika ia mendaging di
dunia. Pasukan gajah yang legendaris pun dihancurkan berkeping-keping dengan
taburan kerikil neraka. Awan gemawan beriringan, berebut meneduhi tanah
kelahirannya yang keramat terjaga. Hingga kini pun, orang-orang kafir masih
dilarang untuk memasuki kota. Hanya yang beriman yang boleh tinggal di sana.
Ia yang terpuji dan disebut namanya sepanjang masa. Makhluk
sempurna yang akan menguasai dunia dengan pedang menyala. Menaklukkan barat dan
timur dengan puisi mantra. Ia, Nabi Bersenjata.
“Aku haus akan cinta dan kuasa. Sesuatu yang sejak kecil tak
kupunya. Cinta akan seorang ibu, dan bapak yang penuh kuasa. Demi keduanya aku
akan menjelajahi keras dan pahitnya dunia.”
Wahai “Yang Mulia” apa yang tuan inginkan dari dunia?
“Aku hanya manifestasi dari kehendak untuk berkuasa.
Kehendak ini juga merupakan kehendak tuhan yang esa. Karena aku identik
dengannya. Kata-kataku adalah kata-katanya. Ayat-ayat mantra selalu membenarkan
dan memberi legitimasi akan segala hasrat keinginanku selama aku
mengatasnamakannya.”
“Awalnya, aku hanya ingin membuktikan pada dunia kalau diri
ini tidak gila. Delusiku itu nyata. Aku tidak dirasuki jin gua, tetapi oleh
malaikat penjaga kata-kata. Malam yang mengguncangkan. Pikiran sehatku
dijungkir balikkan. Tubuh menggigil. Ada suara-suara lirih tapi kuat menusuk
kepala. Memberi perintah untuk berdakwah ke banyak manusia. Dan apabila tidak
kuturuti suara-suara tersebut, membusuklah otak kepala. Huruf-huruf gunung
menyesakkan, disumpalkan ke dada dan teranyam kokoh dalam benak pikiran. Aku
seperti dibebani beratnya batu-batu besar hingga jumpalitan. Wajahku menghitam
suram. Keringat dingin meluncur deras. Ku terkapar, bergelojotan di atas tanah,
seperti onta yang mau disembelih. Aku sangat ketakutan dan tersiksa. Sepertinya
kiamat akan datang lebih cepat. Mereka bilang, aku kesurupan. Aku pun gila,
tanpa ku menyadarinya.”
“Setelah semua berlalu, tiba-tiba lidahku sangat fasih untuk
merangkai kata-kata. Mengambil dengan mudah dari gudang bahasa. Diracik menjadi
senjata, yang akan membuatku berkuasa tak terkira. Pikiran serasa maha digdaya.
Sangat kuat untuk memengaruhi dunia luar sana. Aku pusat jagad raya. Raja
bermahkotakan agama.”
“Nama dakwah agama baruku yaitu tunduk atau pasrah. Ia
memiliki asal-usul dalam suara-suara yang selalu memengaruhi, mengontrol dan
memerintahkan banyak hal padaku. Begini maksudku. Setelah terjadi pengalaman di
gua waktu malam itu, aku sering mendengar suara-suara asing yang membisikkan
sesuatu. Suara-suara tersebut menelusup kuat seperti jarum ke dalam otakku.
Kadang dalam bentuk ancaman yang menakutkan apabila aku tidak mematuhinya.
Salah satunya mengabarkan ke telinga bahwa aku dipilih tuhan untuk menjadi
manusia paling agung dalam sejarah alam semesta. Aku harus menerimanya. Dan aku
tak mampu menolaknya. Aku harus pasrah menurut dan tunduk patuh atas semua
suara-suara yang mendengung di kepalaku tersebut, seolah memberi perintah
melakukan banyak hal, terutama untuk melakukan dakwah gerakan agama baru. Kalau
aku tidak menurutinya, bisa-bisa otakku akan remuk dari dalam olehnya atau
saraf jantungku akan dipotong oleh pisau gaib yang sangat tajam menyala. Aku
hanya bisa pasrah dan tunduk melulu. Oleh karena itu, gerakan agama ini kuberi
nama “pasrah atau tunduk selalu.”
“Aku terlahir kembali menjadi manusia baru. Manusia yang
dibebani perintah berat untuk menyadarkan dan memberi peringatan pada
masyarakat banyak akan ancaman tuhan apabila mereka tidak mau menurut
perintahku. Dengan kekuatan magis puisi, aku merasa percaya diri. Tapi aku
sendiri bingung, dari mana munculnya bakatku dalam mengolah puisi? Seolah
mengalir saja, tanpa harus kesusahan untuk merangkainya.”
“Waktu di malam hari, ketika udara mulai dingin. Pikiran
terasa tenang dan nyaman. Kata-kata mengapung dan melayang-layang. Inspirasi
dan perumpamaan-perumpamaan yang awalnya kabur dan tak jelas, tiba-tiba secara
organis terbungkus oleh lumbung bahasa dengan mekanis dan alamiah. Daya
kognitif bersetubuh dengan imajinasi. Bentuk terisi oleh substansi. Lahirlah
maha karya yang sebenarnya asing bagi diriku sendiri. Mungkin, kitab
keterasingan adalah istilah tepat bagi kumpulan pikiran, kata-kata dan imaji
yang tak kusadari. Kompleks dan rumit sekaligus sederhana, bisa dicerna tanpa
harus menyertakan peran tuhan dan dunia metafisika.”
“Demi malam yang siap terbelah. Ayat-ayatku merajah. Mulut
komat-kamit penuh dengan sumpah. Berisi mantra magis yang dihasilkan dari
kerasukan dan kesurupan. Layaknya tombak yang menjelajahi gelapnya malam.
Menggelegar bagaikan petir ketika terlepaskan. Mencari sasaran ulu hati lawan.
Menikam dengan mata tombak yang penuh dengan racun perkataan. Maka, robohlah
musuh dalam diam, tanpa kata-kata yang bisa diucapkan. Mukjizat itu artinya
melemahkan.”
“Ayat-ayatku sebenarnya adalah rantai puisi. Yang ditempa
dari relung pikiran alam bawah sadar penuh delusi. Bahan-bahannya diambil dari
kehidupan sehari-hari. Tak ada yang gaib, apalagi menyeberangi alam dunia ini.
Yang suci dan metafisika hanya rekaan imaji. Mitos memang harus diciptakan,
untuk membuat takjub yang mendengarnya. Meski dengan melucuti akal dan logika.
Semuanya mengabdi pada satu tujuan; kehendak untuk berkuasa. Mengangkangi isi
dunia. Untuk membuktikan bahwa aku ini tidak gila. Semua pengalamanku itu nyata
adanya.”
“Gurun pasir di sini memang sangat panas. Watak para
penghuninya juga tak kalah keras. Untuk menghantam sifat ini dibutuhkan api,
yang mampu melumerkan baja hati. Juga mata dan cantiknya bidadari, dengan
sungai madu nan jernih dan air susu melegakan sebagai pancingan untuk
mengakuiku seorang nabi dan tetap setia padaku hingga mati. Aku menjanjikan
mereka dengan kehidupan dan kenikmatan abadi. Maka muncullah dari
imaji-pikiranku, dua jenis ayat suci. Ayat-ayat pedang dan ayat-ayat bidadari.
Keduanya adalah pasangan dari ideologi kematian dan naluri kehidupan. Ayo,
pengikutku, bersegeralah berlomba-lomba menyambut dakwahku.”
Perang dan merampas memang menjijikkan. Tapi dengan
mengatasnamakan tuhan, menjadi boleh dan keniscayaan.
“Membangun sebuah masyarakat baru membutuhkan biaya dan
amunisi. Agar lebih cepat dan mudah, kita perlu strategi. Salah satunya, dengan
menghadang para pedagang kaya yang suka bermewah-mewah. Kita rampas
barang-barang mereka yang melimpah. Tak peduli apakah mereka rela ataukah
marah. Yang jelas, kita menghadapi orang-orang kafir-musyrik yang sedang
lengah. Ya, perang menjadi jalan mengatasi masalah. Demi berlangsungngya kota
baru penuh cahaya berkah.”
“Pedang dengan kemilaunya yang cemerlang melambai-lambai
menghampiri tubuh para manusia kafir pembangkang. Yaitu, orang-orang yang tak
bertuhan. Orang-orang yang menyembah berhala dan dewa-dewa. Orang-orang yang
tak mau mengakuiku sebagai seorang nabi suci. Orang-orang yang menyebutku gila
kuasa dan wanita. Orang-orang yang menyebutku kesurupan dan kerasukan.
Orang-orang yang menganggap kitab paling mulia sebagai kata-kata syair dan
puisi. Orang-orang yang menganggap agamaku agama kebencian. Orang-orang yang
berani murtad, keluar dari agama perdamaian. Atas nama tuhan yang telah
memberiku senjata ayat-ayat pedang, mereka layak merasakan pedihnya azab neraka kehidupan.”
Demi tatanan kota yang aman dan selalu bercahaya terang.
Akulah hukum dan kebenaran. Sumber dari segala keadilan. Hanya aku yang layak
mengatasnamakan tuhan. Orang-orang kafir tidak boleh tinggal di kota tuhan.
Kalau mereka membangkang, beri mereka perang. Tidak ada ampun dan kasihan. Kita
ambil harta-bendanya dan semua barang. Kita jadikan mereka budak tawanan. Yang
melawan, kita penggal. Semua itu telah menjadi putusan tuhan. Karena mereka
makhluk terkutuk sepanjang zaman. Musuh tuhan dan najis bagi kita, manusia
beriman. Jika mereka ingin aman dan tetap tinggal, mereka harus membayar
jaminan.
Wahai manusia di manapun kalian berada, apabila kalian ingin
selamat dunia dan akhirat, terimalah dan laksanakan ajaranku tanpa syarat.
Mulai dari tidurku, bangunku, jalanku, makan-minumku, seksku, dan segala hal
yang mengenai diriku adalah teladan sempurna. Aku bayangan tuhan dalam
kefana’an. Cetak biru bagi masyarakat yang berlaku dari dulu, kini dan masa depan. Jadilah umatku secara total
dan bulat keseluruhan. Dilarang bagi kalian untuk mempertanyakan apalagi
mencurigaiku. Berpikir kritis sama dengan melawan dan memberontak kuasa tuhan
yang ada di tanganku. Iman tidak boleh menyisakan sedikitpun ruang bagi sangsi
dan ragu. Yang ada, percaya dogma atau mengabaikannya. Seolah manusia lahir itu
untuk percaya dan beriman saja. Demikianlah tuntutan agama totalitarian. Yang
menyebut manusia dianggap belum beriman apabila mereka tidak mau berperang,
menumpahkan darah dan pembunuhan atas nama tuhan dan kesucian. (*)
Tambahkan Komentar