Salatiga, TABAYUNA.com- Kementerian Agama (Kemenag) RI
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, menggelar hasil penelitian
literasi media keagamaan di kalangan pelajar Madrasah Aliyah di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Acara yang bertempat di Grand Wahid Hotel Salatiga, Jawa
Tengah tersebut dilaksanakan selama 3 hari, dimulai sejak tanggal 12 hingga
tanggal 14 November 2018 mendatang.
Acara itu diawali dengan doa pembuka, menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya dan sekaligus acara dibuka langsung oleh Kepala Badan
Litbang dan Diklat Kemenag RI, Drs. H. Wahab, M.Pd., pada Senin malam
(12/11/2018).
Pada keesokan harinya, Selasa (13/11/2018) dilakukan hasil
pemaparan penelitian literasi media keagamaan di kalangan pelajar Madrasah
Aliyah di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh penyaji yaitu Bapak Mustolehudin,
S.Ag., S.IPI., M.S.I., dan hadir sebagi narasumber Dr. Mahfud Junaedi, M.Ag.,
dari Uin Walisongo Semarang, serta sebagai
pembahas yaitu Dr. Muhammad Zain ( Kapuslibang LKKMO).
Mustolehudin, S.Ag., S.IPI., M.S.I selaku penyaji dalam
pemaparannya menjelaskan, Media merupakan alat teknologi untuk mengabarkan
pesan-pesan. Media dapat dikategorikan media cetak (surat kabar, buku majalah,
buletin dan lain-lain sebagainya), dan media elektronik adalah ada radio, televisi, film, internet).
Lanjut Mustolehudin, Abad 20 dikatakan sebagai kebangkitan
generasi milenial. Berbagai informasi dapat diakses dengan mudah bahkan
hitungan detik. Kemudahan akses informasi ini merambah pula dalam bidang
pendidikan agama dan keagamaan. Tidak terkecuali dalam penyebaran pendidikan
agama islam.
Ia menambahkan, dalam perkembangan dunia maya saat ini
berbagai informasi dengan sangat mudah diakses oleh siapa saja, termasuk para
pelajar Madrasah Aliyah. Salah satunya adalah konten - konten keagamaan. Maka
dari itu para siswa atau santri
haruslah bijak dalam dan cerdas dalam menghadapi literasi media, baik
media cetak maupun online, karena media sudah barang tentu mengusung sebuah ideologi.
Mustolehudin juga menjelaskan, "literasi media adalah
kemampuan untuk mengakses, memahami dan mengevaluasi secara kritis terhadap
media tersebut, baik itu cetak, televisi, radio, film, rekaman musik, internet
dan sebagainya, hal itu ditulis oleh Zacchetti pada tahun 2011. Dan dalam perkembangan
dunia maya saat ini di generasi milenial dapat dengan mudah mengakses
informasi, termasuk pelajar Madrasa Aliyah. Salah satunya adalah konten konten
keagamaan."
"Pemahaman yang mendalam pada literasi keagamaan
menjadi penghubung pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya dan sekaligus
menjadi entry point untuk mencari titik temu dan dialog antar umat beragama.
Kemudian Madrasah Aliyah diharapkan oleh masyarakat luas sebagai pusat
pengembangan tafaqquh fiad-din sekaligus sebagai locus untuk mendidik kader
ulama (ahli ilmu agama) yang mumpuni dan memiliki akses pendidikan, sosial, dan
politik yang lebih baik. Selain itu, penyediaan literasi media keagamaan yang
memadai dari beragam sumber, guru yang profesional, dan sarana yang memadai,
juga diharapkan pelajar MA berbasis pesantren memiliki kecakapan dalam segala
bidang," terangnya.
Dr. Mahfud Junaedi yang hadir sebagai narasumber
mengungkapkan, kenapa santri harus berlitersi keagamaan yang baik, karena untuk
melawan dampak negatif dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
"Santri harus berliterasi keagamaan agar dapat melawan dampak negatif dari
teknologi. Maka pesantren bisa mengijinkan para santri untuk membuka website,
agar para santri bisa mengkanter hal- hal yang negatif. Para peserta didik MA
juga harus diajarkan untuk berliterasi karena tidak hanya belajar membaca dan
memahami tetapi kongkret, yaitu juga menciptakan konten konten positif
berdasarkan informasi yang diperoleh dari kiai dan kitab-kitab kuning. Itulah
yang harus dilakukan," katanya.
Dr. Mahfud menambahkan, "bila mereka bisa berliterasi
dan dasarnya mereka adalah orang baik, pasti mereka tidak menyukai Hoax bahkan
akan melawannya, serta akan melawan ajaran ajaran radikal dan ajaran-ajaran
yang akan memecah belah bangsa. Maka prinsip utama siswa Madrasah Aliyah (MA)
dalam literasi keagamaan adalah apa yang ada pesantren yaitu melestarikan
budaya lama yang baik dan mengambil elemen baru yang lebih baik, karena
literasi media di dunia pesantren tak terpisahkan dari ijazah - ijazah dari
para kiainya."
Contohnya, lanjut Dr. Mahfud, kalau di dunia maya atau di
Medsos isinya tentang berita hoax yang menyangkut agama, mereka pasti bisa
menganalisa sanatnya dan sumbernya dari mana, mereka akan langsung mengetahui
itu benar atau tidak, jadi tidak mudah terhasut dengan adanya berita -berita
hoax. Itulah yang dinamakan literasi
keagamaan yang sukses.
Perlu diketahui bahwa penelitian tersebut dilakukan di 9
sekolah Madrasah Aliyah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, diantaranya MA
As latihan Pasuruan, MA Ma'badut Tholabah Tegal, MA Unggulan Nuris Jember, MA
Maarif NU, MA Al Kawasan Ponorogo, MA Unggulan Ammanatul Ummah Sudabaya, MA
Yajri Kabupaten Magelang, MA Mathaliul Falah Pati dan MA Salafiyah Syafiiyah.
Kesimpulan dari pemaparan hasil penelitian bahwa praktik
literasi media keagamaan pada siswa MA
pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur, secara umum atau sebagian besar siswa
dapat mengakses, memahami secara krisis dan mampu memproduksi kembali dalam
berbagai bentuk artikel, cerpen, puisi dan lain-lain, baik dalam bentuk cetak
maupun online. Akan tetapi ada juga siswa atau santri yang tidak pernah
mengakses media, hal ini dikarenakan aturan yang sangat ketat.
Pembahasan masih berlanjut hingga kini tentang lanjutan
pembahasan Policy Brief penelitian yang dihadiri oleh narasumber, Prof Dr. H.
Moh Isom Yusqi, M.Ag dan Prof. Subyantoro, M.Hum. Kemudian Sidang Pleno Hasil
Sidang Penyusunan Policy Brief penelitian. Sedangkan Pembacaan Rumusan Sidang
Pleno Akan dilakukan pada besok pagi, Rabu 14 November 2018. (tb33/Heri)
Tambahkan Komentar