Dian Marta Wijayanti guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang (kiri) saat menyampaikan materi |
Temanggung, TABAYUNA.com – Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan Pendidikan Islam
Anak Usia Dini, bekerjasama dengan Penerbit Formaci Semarang serta Harian
Jateng menggelar Seminar Regional bertajuk “Strategi Menjadi Guru Berprestasi
Melalui Literasi” pada Sabtu siang (15/12/2018).
- Baca: Prodi PGMI Teken MoU dengan Harian Jateng dan Penerbit Formaci
- Baca: Prodi PGMI dan PIAUD STAINU Temanggung Gelar Seminar Regional
Seminar ini mendatangkan Dian
Marta Wijayanti guru SDN Sampangan 01 Kota Semarang yang menjuarai beberapa
even, tingkat regional maupun nasional dan Heri Susanto Pemimpin Umum
Harianjateng.com yang dihadiri puluhan mahasiswa.
Dalam
sambutannya, Hamidulloh Ibda Kaprodi PGMI STAINU Temanggung mengatakan literasi
abad 21 tidak cukup jika sekadar literasi lama. “Sekarang era Revolusi Industri
4.0, mendorong kita harus melakukan literasi baru, yaitu literasi data,
teknologi, dan literasi manusia sebagai pelengkap dari literasi lama, yaitu
membaca, menulis, dan berhitung,” ujar penulis buku Sing Penting NUlis Terus
tersebut.
Di
sisi lain, sebagai calon guru, mahasiswa Jurusan Tarbiyah harus dapat melakukan
tiga pilar literasi. “Jadi apa yang kita lakukan dalam perkuliahan, harus
menyasar pada tiga pilar literasi, yaitu membaca, menulis, dan mengarsipkan,”
tegas pengurus bidang Diklat dan Litbang LP Ma'arif NU Jateng tersebut.
Sementara
itu, Dr. H. Muh Baehaqi MM, Ketua STAINU Temanggung menegaskan dalam
sambutannya, pemakaian alat-alat teknologi harus dimanfaatkan mahasiswa untuk
kegiatan positif. “Semua punya android, maka kita harus memanfaatkannya untuk
kegiatan positif yang mendukung literasi. Jangan hanya gunakan HP untuk WA dan
Facebook saja. Banyak manfaat positif untuk menyimpan e-book, kitab-kita
kuning, dan ini sudah saya praktikkan dan terapkan dalam pembelajaran,” beber
dia.
Dalam
pemaparannya, Dian Marta Wijayanti menegaskan calon guru atau guru wajib
berprestasi, apalagi guru-guru NU. "Syarat guru berprestasi, memang
kebanyakan diukur dari masa kerja. Tapi bagi saya, guru berprestasi itu pertama
adalah yang dapat melakukan inovasi. Yaitu, dengan melakukan pengembangan bahan
ajar, materi, media, dan asesmen. Kedua, pengembangan diri dan karya ilmiah.
Baik itu seminar, workshop, penelitian, artikel, jurnal, simposium. Ketiga,
kompetisi. Yaitu, join lomba terkait pendidikan, kepenulisan, maupun sosial
budaya,” ujar Lulusan Terbaik PGSD UNNES tahun 2013 tersebut.
Menurut
mantan Asessor Early Grade Reading Assessment (EGRA) USAID Prioritas Jawa
Tengah itu, tidak ada guru hebat, kecuali yang berpengalaman. “Tentu,
pengalaman tidak hanya di dalam kelas, di sekolah, melainkan juga dari luar,”
beber peraih Juara II LKTI Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng tahun 2008
tersebut.
Dijelaskan
Dian, bahwa guru mengajar di kelas itu biasa, guru mengajar di luar kelas itu
baru luar biasa. "Maka kalau kita menulis, berkompetisi, melakukan
presentasi karya ilmiah di luar, itu dampaknya dapat digunakan atau berdampak
pada orang banyak,” papar Juara II LKTI Bank Jateng tahun 2018 tersebut.
Menurut
periah Juara III Inovasi Pembelajaran (INOBEL) PGRI 2018 ini, berkarya itu
wajib, berprestasi itu hadiah. “Kalau kita lomba, tak perlu diwartakan. Nanti
kalau kita menang, akan mengharumkan nama kampus kita, khususnya STAINU
Temanggung,” lanjut mantan Mahasiswa Berprestasi di UNNES tersebut.
Nominator
Pemenang Lomba Jurnalistik dan Blog Dirjen PAUD dan Dikmas Kemdikbud 2018 ini
juga membeberkan sejumlah trik untuk menjadi guru berprestasi. “Pertama triknya
adalah manajemen waktu. Anda harus sadar, aku mahasiswa, aku calon guru, maka
pasti banyak waktu meskipun harus diatur sesuai kesibukan masing-masing,”
tambah Guru Berprestasi Kesharlindung DIKDAS Kemdikbud tahun 2017 dan 2018
tersebut.
Selanjutnya,
kata Dian, mahasiswa harus haus kompetisi. "Searching berbagai informasi
tidak hanya materi perkuliahan tapi juga lomba-lomba,” beber perempuan yang
pernah meraih Juara 3 LKTI Pekan Ilmiah Biologi Terpadu Jateng-DIY tersebut.
Selain
itu, mahasiswa juga harus rajin iktu lomba esai dan artikel yang
diselenggarakan kampus. “Tak hanya itu, aktiflah menulis di media massa. Itu
bagian dari wujud entrepreneurhsip, edupreneurhsip, dan teacherpreneurship
sesuai visi Prodi PGMI STAINU Temanggung,” lanjut penulis buku Guru Zaman Now;
Guruku Sahabatku tersebut.
Mahasiswa,
menurut dia, harus yakin pada diri sendiri. “Ada ribuan lomba karya tulis yang
dapat diikuti mahasiswa. Ikutlah UKM atau Lembaga Pers mahasiswa. Jadilah
mahasiswa sibuk untuk kegiatan literasi, cari pengalaman sebanyaknya saat
kuliah,” beber peraih Juara III LKTI BKKBN Jateng tersebut.
Apa
keuntungan mahasiswa yang rajin menulis?, kata dia, Pertama, Insyaallah mudah
dalam menyelesaikan skripsi. Kedua, terbiasa berpikir kritis dan peka. Ketiga,
siap menjadi guru hebat.
”Tantangan
guru di masa depan semakin besar. Maka kita harus melek IT, multitalent, dan
dirindukan semua orang terutama siswa. Kita jangan minder, karena banyak guru
berprestasi yang berasal dari daerah tertinggal. Maka solusinya, ya mulailah
sekarang juga. Menulis tidak harus menunggu jadi doktor atau profesor,” beber
guru yang pernah menjadi Finalis Duta Bahasa Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Sementara
itu, Heri Susanto menjelaskan, salah satu syarat guru atau mahasiswa
berprestasi adalah aktif dan mengawal dunia pers atau jurnalistik. “Melek
literasi itu sangat wajib, tujuannya agar mahasiswa dan guru tidak kapusan ketika membaca, atau membagikan
berita,” beber mantan pengurus IPNU Ranting Desa Ngerjo Kendal tersebut.
Sekretaris
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT
IB) Kabupaten Kendal ini juga menandaskan, bahwa berliterasi sangat wajib bagi
mahasiswa. “Menulis di media massa sekarang sangat mudah, akan berbeda antara
mahasiswa yang rajin menulis dengan yang tidak,” tukas anggota PWI tersebut.
Pengurus
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jawa Tengah ini juga membeberkan, menjadi
guru literasi sudah dilegitimasi oleh Alquran dan dicontohkan Nabi Muhammad. “Bagi
saya, guru yang sudah melek literasi, mampu membagikan informasi dengan baik,
dan tidak terkena berita bohong, hoaks, fitnah, itu sudah berprestasi,” ujar
dia.
Mahasiswa
NU, kata Heri, guru NU, dalam cek ricek berita atau bahasa kita tabayun, dengan
membagikan informasi kepada peserta didik yang benar itu sudah prestasi luar
biasa di zaman milenial sekarang. (tb44/Andrian Gandi).
Tambahkan Komentar