Judul: Cetak Biru Pendidikan Indonesia Tahun 2045
ISBN: 978-602-53154-0-4
Cetakan: I, Januari 2019
Tebal: 21 x 14 cm, xv + 447 Halaman
Prakata: Sigit Tri Utomo, Hamidulloh Ibda
Penulis: Tim PGMI dan PAI IC STAINU Temanggung
Editor: Hamidulloh Ibda, M. Pd
Diterbitkan: CV. Harian Jateng Network
Harga: Rp. 100.000 (Belum Ongkir)
Telp: 08562674799
E-mail: harianjawatengah@gmail.com
Website: www.harianjateng.com / Facebook:
Harian Jateng
Fanspage: Harian Jateng Network
Twitter: @Harianjateng
Dalam buku ini, bukan berisi ramalan, atau
mimpin, namun bagi kami ini adalah realitas yang harus kita siapkan sejak dini.
Ada beberapa tema dan judul yang bagi kami sangat berat untuk menyusunnya,
apalagi hampir semua bahan yang kami kaji belum ada, dan masih sedikti
referensinya.
Kita harus ingat sejarah, pada tahun 1964 Bung Karno menyampaikan pidato
kenegaraan pada peringatan HUT ke-19 RI bertajuk Tahun Vivere Pericoloso
(Tavip). Vivere Pericoloso pada intinya adalah hidup dalam kondisi “nyerempet-nyerempet
bahaya”. Jika meminjam pendapatnya Thomas Lickona (1991) tentang 10
indikator kerusakan bangsa, tentu bangsa ini dalam kondisi Vivere
Pericoloso.
Jika dianalisis ke dalam terminologi Alquran, maka kita akan menemukan
beberapa istilah kerusakan. Mulai dari jahil/jahiliyah yang berarti
kasusnya kasus akal, intelektual. Kerusakan kedua berupa fasad, yaitu
kerusakan dalam aspek moral.
Ketiga, kerusakan yang sudah kompleks, atau zulumat yang bahasa saya
ini adalah “era kegelapan” atau dark age. Kerusakan terakhir berupa qiyamat
(kiamat) yang berarti puncak dari kerusakan dalam kehidupan manusia, baik
itu kiamat mikro maupun kiamat makro.
Ada beberapa pemikir Islam yang saya kutip. Pertama adalah Ki Hadjar
Dewantara, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prof. Dr. Nucholis Madjid (Cak
Nur). Pertama, pemikiran Ki Hadjar yang menekankan Sistem Among Pendidikan yang
ia temukan saat diasingkan di Belanda kala itu. Sistem Among ini menguatkan
pendidikan pada Kodrat Alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai
kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Kedua adalah kemerdekaan sebagai
syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat
hidup mandiri. Ki Hadjar Dewantara menempatkan jiwa merdeka sebagai sifat
kodrati sang anak yang harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan dan
pengajaran.
Kedua, pemikiran Gus Dur sebenarnya sangat relevan tiap zaman. Kita ingat,
tahun 2011 pernah digelar simposium yang mengkaji pemikiran Gus Dur. Ada
sembilan nilai dalam pemikiran Gus Dur. Mulai dari nilai ketauhidan,
kemanusiaan, keadilan, kemudian kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan,
persaudaraan, keksatriaan, dan kearifan lokal. Nilai-nilai itu harus hadir
dalam perkembangan zaman terutama dalam pendidikan itu sendiri.
Ketiga, Cak Nur sendiri memiliki 10 platform untuk memajukan Indonesia.
Pertama, mewujudkan good governance pada semua lapisan pengelolaan
negara. Kedua, menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen. Ketiga
adalah rekonsiliasi nasional. Keempat adalah merintis reformasi ekonomi dengan
mengutamakan pengembangan kegiatan produktif dari bawah.
Kelima adalah mengembangkan dan memperkuat pranata-pranata demokrasi,
kebebasan sipil, khususnya kebebasan pers-akademik, pembagian tugas-wewenang
antara pemerintahan, perwakilan, dan pengadilan. Keenam, yaitu meningkatkan ketahanan dan
keamanan sosial dengan membangun harkat dan martabat personal dan pranata TNI
dan Polri dalam bingkai demokrasi. Ketujuh, memelihara keutuhan wilayah negara
melalui pendekatan budaya, peneguhan ke-Bhinneka-an dan ke-Eka-an, serta
pembangunan otonomisasi. Kedelapan, meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan
di seluruh Nusantara. Kesembilan, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat sebagai tujuan bernegara. Kesepuluh, berperan aktif dalam usaha bersama
menciptakan perdamaian dunia.
Tiga tokoh di atas, saya kira sudah bagus ketika dapat diterapkan untuk
menuju Indonesia Emas 2045. Indonesia di tahun 2045, dapat kita lukis sejak
dini, hari ini, detik ini, sekarang juga. Artinya, apa yang akan kita rasakan,
kita dapatkan dan nikmati di 100 tahun Indonesia mendatang sangat ditentukan
hari-hari ini, khususnya dalam pembangunan SDM yang berkualitas melalui
pendidikannya.
Setiap negara, pasti memiliki problematika sendiri dan eranya sendiri.
Mulai era-era yang dianggap kelam, bercahaya/ bersinar, dan lainnya. Saya
pribadi, menilai Indonesia selalu berada pada era keemasan, entah dengan kadar
berapa karat. Namun Indonesia, bagi saya tetap berada di era atau zaman emas. Jika
tidak emas, ya minimal perak atau perunggu, jangan sampai Indonesia hanya para
besi atau kegelapan. Dus, siapkan kita menuju Indonesia tahun 2045?
Tambahkan Komentar