Ilustrasi Kicknews Today |
Penulis merupakan Penulis Buku Agama Skizofrenia: Kegilaan, Wahyu, dan Kenabian
Sebelum dilahirkan, namanya telah disebut-sebut oleh kitab suci agama-agama purba. Sosok manusia yang akan mengubah wajah dunia. Nubuahnya menjadi rebutan banyak pemuka agama. Ramalan masa depan akan digenapi oleh seorang lelaki suci dari gurun pasir terik, tandus tak terkira. Ia cikal bakal bungsu dari tiga bersaudara. Ia paling canggih dan paripurna.
Terunggul di antara yang sudah ada. Mustahil berbuat dosa, tanpa cela. Karena hatinya telah dicuci bersih dengan air inti bumi curahan dari surga. Tangan kakinya selalu dikawal makhluk penjaga cenayang tak berupa. Sampai tuhan terheran-heran dengan bayangannya sendiri yang sangat langka, atau satu-satunya yang pernah ada di jagad raya. Ia memang betul-betul sempurna, mengada bahkan sebelum alam raya ini ada. Kemunculannya di dunia diumpamakan seperti matahari membuka tirai pagi buta.
Tidak ada keselamatan di luar dirinya. Apabila ada yang mengaku sang penyelamat setelahnya berarti itu dusta. Ia mengunci awal dan akhir dunia. Barang siapa yang ingin masuk surga harus melalui namanya. Yang tidak mau menerima dan menolak kebenaran yang dibawanya, dapat dipastikan ia masuk neraka. Banyak orang-orang baik dan mulia menjadi kafir dan aniaya hanya karena tidak mengakui kenabiannya.
Dan sebaliknya, sejahat-jahatnya manusia akan masuk surga apabila bersaksi bahwa dia adalah utusan yang maha kuasa. Agama damai merupakan agama semesta yang paling tua, mendahului totem, mana, fetish, magi, anima, dan dewa-dewa, meski sejarah empiris baru memunculkannya dengan simbol bendera senjata. Agama paling belia di antara tiga bersaudara.
Angin metafisika menderu mengabarkan penanda yang dinanti-nantikan segala zaman. Aliran sungai mengering terhisap pesonanya yang sarat kegaiban. Bintang-bintang menari dalam kerlipan cahaya benderang. Udara menundukkan suhu panasnya, takut membuat gerah calon manusia sempurna. Nasib seluruh dunia dipertaruhkan. Dalam genggamannya, Barat dan Timur merunduk hormat penuh setia. Para tentara langit berjaga-jaga, agar kalam tuhan terjamin selamat sampai pada sasarannya. Tidak terganggu oleh guna-guna setan dan roh jahat penasaran. Untuk sejenak gerombolan roh dan setan dibuat pingsan sementara. Agar malaikat pembawa wahyu fokus bekerja. Menyampaikan pesan rahasia. Ayat-ayat mantra berhulu senjata.
Angan-angan dunia suci akan terwujud menjadi nyata. Agama pembawa kedamaian alam semesta siap membuwana. Diawali dengan kelahiran anak manusia yang menandakan kebaikan akan berkuasa. Putera langit yang ditakdirkan duduk di atas singgasana dan bermahkotakan agama melebihi para raja. Yang apabila ditampar pipi kirinya akan membalas dengan pukulan lebih tak terkira. Api abadi simbol kejayaan Persia saja tak berani menyala ketika ia mendaging di dunia. Pasukan gajah yang legendaris pun dihancurkan berkeping-keping dengan taburan kerikil neraka. Awan gemawan beriringan, berebut meneduhi tanah kelahirannya yang keramat terjaga. Hingga kini pun, orang-orang kafir masih dilarang untuk memasuki kota. Hanya yang beriman yang boleh tinggal di sana.
Ia yang terpuji dan disebut namanya sepanjang masa. Makhluk sempurna yang akan menguasai dunia dengan pedang menyala. Menaklukkan barat dan timur dengan puisi mantra. Ia, Nabi Bersenjata.
“Aku haus akan cinta dan kuasa. Sesuatu yang sejak kecil tak kupunya. Cinta akan seorang ibu, dan bapak yang penuh kuasa. Demi keduanya aku akan menjelajahi keras dan pahitnya dunia.”
Wahai “Yang Mulia” apa yang tuan inginkan dari dunia?
“Aku hanya manifestasi dari kehendak untuk berkuasa. Kehendak ini juga merupakan kehendak tuhan yang esa. Karena aku identik dengannya. Kata-kataku adalah kata-katanya. Ayat-ayat mantra selalu membenarkan dan memberi legitimasi akan segala hasrat keinginanku selama aku mengatasnamakannya.”
“Awalnya, aku hanya ingin membuktikan pada dunia kalau diri ini tidak gila. Delusiku itu nyata. Aku tidak dirasuki jin gua, tetapi oleh malaikat penjaga kata-kata. Malam yang mengguncangkan. Pikiran sehatku dijungkir balikkan. Tubuh menggigil. Ada suara-suara lirih tapi kuat menusuk kepala. Memberi perintah untuk berdakwah ke banyak manusia. Dan apabila tidak kuturuti suara-suara tersebut, membusuklah otak kepala. Huruf-huruf gunung menyesakkan, disumpalkan ke dada dan teranyam kokoh dalam benak pikiran.
Aku seperti dibebani beratnya batu-batu besar hingga jumpalitan. Wajahku menghitam suram. Keringat dingin meluncur deras. Ku terkapar, bergelojotan di atas tanah, seperti onta yang mau disembelih. Aku sangat ketakutan dan tersiksa. Sepertinya kiamat akan datang lebih cepat. Mereka bilang, aku kesurupan. Aku pun gila, tanpa ku menyadarinya.”
“Setelah semua berlalu, tiba-tiba lidahku sangat fasih untuk merangkai kata-kata. Mengambil dengan mudah dari gudang bahasa. Diracik menjadi senjata, yang akan membuatku berkuasa tak terkira. Pikiran serasa maha digdaya. Sangat kuat untuk memengaruhi dunia luar sana. Aku pusat jagad raya. Raja bermahkotakan agama.”
“Nama dakwah agama baruku yaitu tunduk atau pasrah. Ia memiliki asal-usul dalam suara-suara yang selalu memengaruhi, mengontrol dan memerintahkan banyak hal padaku. Begini maksudku. Setelah terjadi pengalaman di gua waktu malam itu, aku sering mendengar suara-suara asing yang membisikkan sesuatu. Suara-suara tersebut menelusup kuat seperti jarum ke dalam otakku. Kadang dalam bentuk ancaman yang menakutkan apabila aku tidak mematuhinya. Salah satunya mengabarkan ke telinga bahwa aku dipilih tuhan untuk menjadi manusia paling agung dalam sejarah alam semesta. Aku harus menerimanya. Dan aku tak mampu menolaknya. Aku harus pasrah menurut dan tunduk patuh atas semua suara-suara yang mendengung di kepalaku tersebut, seolah memberi perintah melakukan banyak hal, terutama untuk melakukan dakwah gerakan agama baru. Kalau aku tidak menurutinya, bisa-bisa otakku akan remuk dari dalam olehnya atau saraf jantungku akan dipotong oleh pisau gaib yang sangat tajam menyala. Aku hanya bisa pasrah dan tunduk melulu. Oleh karena itu, gerakan agama ini kuberi nama “pasrah atau tunduk selalu.”
“Aku terlahir kembali menjadi manusia baru. Manusia yang dibebani perintah berat untuk menyadarkan dan memberi peringatan pada masyarakat banyak akan ancaman tuhan apabila mereka tidak mau menurut perintahku. Dengan kekuatan magis puisi, aku merasa percaya diri. Tapi aku sendiri bingung, dari mana munculnya bakatku dalam mengolah puisi? Seolah mengalir saja, tanpa harus kesusahan untuk merangkainya.”
“Waktu di malam hari, ketika udara mulai dingin. Pikiran terasa tenang dan nyaman. Kata-kata mengapung dan melayang-layang. Inspirasi dan perumpamaan-perumpamaan yang awalnya kabur dan tak jelas, tiba-tiba secara organis terbungkus oleh lumbung bahasa dengan mekanis dan alamiah. Daya kognitif bersetubuh dengan imajinasi. Bentuk terisi oleh substansi. Lahirlah maha karya yang sebenarnya asing bagi diriku sendiri. Mungkin, kitab keterasingan adalah istilah tepat bagi kumpulan pikiran, kata-kata dan imaji yang tak kusadari. Kompleks dan rumit sekaligus sederhana, bisa dicerna tanpa harus menyertakan peran tuhan dan dunia metafisika.”
“Demi malam yang siap terbelah. Ayat-ayatku merajah. Mulut komat-kamit penuh dengan sumpah. Berisi mantra magis yang dihasilkan dari kerasukan dan kesurupan. Layaknya tombak yang menjelajahi gelapnya malam. Menggelegar bagaikan petir ketika terlepaskan. Mencari sasaran ulu hati lawan. Menikam dengan mata tombak yang penuh dengan racun perkataan. Maka, robohlah musuh dalam diam, tanpa kata-kata yang bisa diucapkan. Mukjizat itu artinya melemahkan.”
“Ayat-ayatku sebenarnya adalah rantai puisi. Yang ditempa dari relung pikiran alam bawah sadar penuh delusi. Bahan-bahannya diambil dari kehidupan sehari-hari. Tak ada yang gaib, apalagi menyeberangi alam dunia ini. Yang suci dan metafisika hanya rekaan imaji. Mitos memang harus diciptakan, untuk membuat takjub yang mendengarnya. Meski dengan melucuti akal dan logika. Semuanya mengabdi pada satu tujuan; kehendak untuk berkuasa. Mengangkangi isi dunia. Untuk membuktikan bahwa aku ini tidak gila. Semua pengalamanku itu nyata adanya.”
Tambahkan Komentar