Oleh Isna Nurul Latifah
Peresensi adalah Mahasiswi Prodi PAI STAINU Temanggung
Tradisi-tradisi lokal khas Temanggung sangat melimpah. Di antaranya
yang tertulis di buku Sejarah, dan Legenda Desa i Temanggung, Magelang, dan
Semarang, ada sekitar 50 tradisi. Mulai dari nyadran, ngapati, mitoni, dan haul sarean.
Tradisi di Desa Nglondong, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung :
Nyadran merupakan reminisensi dari upacara Buddha-Hindhu yang dilakukan
pada zaman dahulu. Upacara ini dilakukan pada bulan Syaban (Ruwah dalam bahasa
Jawa) sebelum menjalankan ibadah puasa
di bulan Ramadhan. Upacara ini dilakukan dengan berziarah di makam ara leluhur
dan menabur bunga serta puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
Namun upacara ini juga dilakukan oleh orang yang bukan menganut ajaran Islam.
Dilakukan di bulann ini karena bulan Ruwah merupakan turunan para ruh.
Serangkaian acara nyadran di desa Nglondong meliputi ziarah makam leluhur,
bedah sendang, memet bareng, kemudian dilanjutkan yasinan bersama di lapangan
atau di sebuah masjid.
Ngapati adalah suatu budaya di mana seseorang yang memiliki istri yang
sedang hamil akan mengundang para tetangga dan sanak saudara untuk hadir ke
rumahnya dalam sebuah acara selamatan atau kenduri. Di Jawa bila acara ini
diselenggarakan ketika usia kehamilan mencapai 4 bulan maka disebut dengan
ngapati. Dalam ritualnya tradisi ngapati biasanya di awali dengan
sambutan-sambutan termasuk oleh si jabang bayi. Setelah itu dilanjutkan dengan
bacaan tawasul. Kemudian membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir al Jailani, dan
dilanjutkan dengan membaca surah-surah di al Quran. Barulah dihidangkan
beberapa makanan. Secara lazimnya hidangan yang wajib adalah ayam jago dalam
bentuk ingkung, ketupat dan jajanan pasar seperti putu ayu.
Mitoni adalah budaya yang dilakukan seperti ngapati tersebut tetapi
dilakukan pada kandungan yang berusia 7 bulan . Ritual yang dilakukan pada saat
mitoni yaitu siraman, yang mempunyai makna menyucikan secara lahi dan batin
sang ibu dan calon bayi. Siraman ini dilakukan oleh tujuh orang bapak dan ibu
yang diteladani dari calon bapak dan ibu. Dengan gayung batok kelapa, ibu dan
bapak terpilih tersebut menyiram calon ibu dimulai dari saudara tertua dalam
keluarga. Selanjutnya adalah brojolan yaitu sang ayah meluncurkan dua cangkir
dari balik kain yang dipakaikan sang ibu. Cengkir yang dipakai sebelumnya telah
dilukis oleh Dewi Karamatih melambangkan wanita jelita dan Dewa Kamajaya
melambangkan bayi pria rupawan.
Selanjutnya membelah cengkir sebangai simbol untuk membukankan jalan si
bayi agar lahir pada jalannya. Selanjutnya pembagian takir potang adalah tempat makanan yang disajikan terbuat
dari pohon pisang dan janur dibentuk menyerupai kapal yang mempunyai maksud
mengarungi bahtera kehidupan harus menata diri dengan menata pikiran karena
laju perjalanan bahtera selalu pontang-panting mengikuti gelombang kehidupan.
Hidangan yang sudah disajikan pada takir potang diberikan sebagai suguhan dan
ucapan terimakasih kepada para sesepuh yang sudah mengahadiri acara tersebut.
Jualan dawet dan rucak merupakan penutupan dalam acara tersebut. Filisofi dari
rangkaian acara ini adalah usaha orangtua untuk memenuhi kenutuhan sang anak.
Prosesi ini juga sebuah harapan agar si anak mendapat banyak rejeki untuk
dirinya dan untuk kedua orangtua.
Haul sarean aalah berasal dari bahasa Arab yaitu haul yang berarti
setahun sedangkan dalam KBBI haul memiliki makna peringatan hari wafat
seseorang yang diadakan setahun sekali. Peringatan haul diadakan dengan tujuan
utama mendoakan ahli kubur agar mendapat arhmat dan ampunan dari Allah
S.W.T.Pada intinya acara haul ini untuk mengingat jasa dari seorang ulama dari
Desa Nlondong yaitu KH. Maduki. Bukan hanya untuk masyarakat yang tinggal di
Desa Nglondong tetapi juga masyarakat umum yang tinggal di daerah luar Nglondo.
Haul ini biasanya dilakukan pada bulan syawal. Terdapat suatu kepercayaan bahwa
masyarakat yang tinggal di Dusun Nglondong tidak boleh menikah dengan
masyarakan yang tinggal di Dusun Kekep. Konon katanya apabila kepercayaan itu
dilanggar maka pernikahanya tidak akan langgeng. Saking percayanya masyarakat akan hal itu hingga
saat ini, baru satu orang yang berani melanggar aturan tersebut, adajuga orang
tidak berani pulang melewati jalan desa karena terdapat gunung yang menjadi
pantangan untuk ilewati. Sehingga orang tersebut harus melewati jalan parakan
yang tentunya memiliki jarak lebih dari jalur desa. (hlm. 6-11).
Kekurangan:
Orang di desa Nglondong masih memeprcayai yang namanya mitos.
Kelabihan:
Dengan adanya tradisi – tradisi atau upacara kejawen itu yang puncaknya
adalah kenduri selamatan atau makan – makan besar menjadi orang – orang
desa Nglondong banyak bersedekah.
Biodata
Buku
Judul Buku:
Sejarah dan Legenda Desa di Temanggung, Magelang, dan Semarang
Nama Penulis: Tim PAI 1 B STAINU
Temanggung
Nama Eeditor: Hamidulloh Ibda M.Pd
ISBN: 978-602-53552-7-1
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: I, Januari 2019
Tebal: 21 X 14 cm, xiv + 301 halaman
Harga: Rp. 55.000
Nama Eeditor: Hamidulloh Ibda M.Pd
ISBN: 978-602-53552-7-1
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: I, Januari 2019
Tebal: 21 X 14 cm, xiv + 301 halaman
Harga: Rp. 55.000
Tambahkan Komentar