Oleh Puji Rahayu
Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temanggung
Nyadran? Apa sih yang kalian tahu tentang tradisi nyadran? Islam Nusantara
pasti ada ya tradisi tersebut. Mau kasih tau nih, berdasarkan buku yang saya
baca yang berjudul “Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan
Ilmu Pengetahuan” nyadran adalah suatu ritual dalam masyarakat Jawa, Jawa Tengah
khususnya yang dilakukan sebelum bulan Ramadhan yakni dilakukan pada bulan Sya’ban.
Dalam tradisi ini di dalamnya diwarnai dengan ritual-ritual kegamaan semisalnya
tahlilan, doa-doa, janenan atau sholawatan.
Memang ya kalau kita amati pelaksanaan tradisi nyadran di beberapa
daerah terkadang berbeda. Ada yang melakukan ritual itu di pelataran kuburan,
ada yang di masjid, bahkan ditempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat
daerah tersebut. Tapi intinya sama yaitu sebagai ungkapan rasa syukur terhadap
allah swt sang kang gawe urip. Tapi bukan hanya itu saja lho, dalam
masyarakat jawa, khususnya jawa tengah acara tersebut dilakukan untuk menghormati
para para leluhur daerahnya masing-masing. Karena dalam hidup kita sebagai
manusia tidak bisa lepas dari hal-hal mistis seperti itu. Sebagai penghormatan
tersebut masyarakat islam jawa selalu menghadirkan sesaji dalam
pelakasanaannya, dan menggariskan sesaji sebagai 1) Langkah negosiasi
spiritual, 2) pemberian berkah kepada warga sekitar agar ikut merasakan sesaji,
3) perwujudan keikhlasan kepada kang gawe urip. (Hlm. 146)
Masyarakat jawa yang memiliki banyak keberagaman budaya pastilah
menginginkan budaya daerahnya selalu eksis hingga kapanpun. Begitu pula
masyarakat daerah morobongo dan liyangan, salah satu desa di daerah temanggung
mempunyai cara tersendiri upaya pelestarian tradisi nyadran. Liyangan sebagai
salah satu central penelitian sejerah karena di dalamnya terdapat situs
liyangan dan sumber air yang begitu besar memadukan acara nyadranan dengan
acara-acara untuk pelestarian situs-situs sejarah tersebut. Sadranan yang
dilakukan masyarakat Desa Liyangan adalah dengan melakukan bersih sumber mata air
yang sepakat oleh masyarakat desa tersebut di namakan dengan tuk tempurung. Dan
beberapa kesenian di adakan dekat situs liyangan yang gunanya adalah untuk
memperkenalkan kepada masyarakat terhadap situs tersebut. Tapi tidak disebut
masyarakat jawa ya apabila kita tidak bisa memadukan budaya lokal dengan unsur
keagamaan. Acara tersebut di selang kesenian, di dalamnya di warnai dengan berbagai
ritual keagamaan, seperti halnya tahlilan dan pembacaan doa-doa.
Berbeda dengan Desa Morobongo dalam melakasanakan tradisi nyadran. Desa
morobongo lebih sakral dalam melaksanakannya, karena dalam acara nyadran
tersebut tidak memadukan kesenian di
dalamnya. Akan tetapi walaupun begitu, masyarakat Desa Morobongo tetap
berantusias mengikuti acara tersebut, karena mereka yakin bahwa acara tersebut
adalah sebagai ungkapan rasa syukur terhadapa tuhan YME dan berharap agar Desa
Morobongo selalu di berikan kesejahteraan oleh Allah swt. Pelaksanaan nyadran
di lakukan di pelataran masjid oleh warga desa, dan bapak-bapak bisanya akan memainkan
sebuah alat musik semacam alat rebana dan diiringi lantunan sholawat-sholawat
untuk memeriahkan acara tersebut. Kalau masyarakat temanggung sering menamakan
taradisi tersebut dengan tradisi janen.
Walaupun berbeda dalam pelaksanaannya ya, inti dari pelakasanaan nyadran
adalah untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal dan sebagai ungkapan
rasa syukur terhadap Allah swt yang telah memberikan hidup dan kenikmatan sampe
datangnya bulan Ramadhan lagi. Sebagai
masyarakat yang baik, kita juga harus bangga dan berusaha melestarikan
kebudayaan-kebudayaan di daerah kita masing-masing.
Kelebihan
dan kekurangan
Buku kumpulan artikel yang sepakat dinamai “Tradis-tradisi Islam
Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan” sangat menggugah saya untuk
membacanya. Karena di dalamnya kita bisa mengeksplor ilmu tentang tradisi Islam
Nusantara. Banyak aslinya yang saya tidak ketahui tentang tradisi-tradisi Islam
Nusantara, padahal saya sendiri mengaku sebagai bagian dari warga Islam
Nusantara. Dengan membaca buku tersebut saya sedikit-sedikit menjadi paham. Dan
kreatif sekali mahasiswa-mahasiswa semester pendek yang baru saja menginjak
bangku perkuliyahan bisa mengadakan penelitian kemudian dibukukan.
Namun dalam saya membaca buku tersebut terdapat beberapa kekurangan
seperti halnya tidak ada foto dari tradisi yang sedang di amati (Nyadran),
seharusnya itu perlu supaya ada gambaran bagi si pembaca. Dan beberapa
kesalahan mengetik tanpa ada spasi, tidak ada koma dll. Di kaitkan dengan judul
yaitu “Tradis-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan”, belum ada unsur ilmu pengetahuan
yang bisa saya ambil di dalamnya, memang tidak dimasukkan atau mungkin saya
yang kurang teliti. Akan tetapi kekurangan itu tidak akan menutupi kelebihan
dari buku tersebut. Tetap banyak ilmu yang dapat diperoleh dari membaca buku
tersebut.
Biodata Resensi
Judul: Tradisi-Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Penulis: Mahasiswa Prodi PAI 1A Stainu Temanggung
Penerbit: Formaci
Tahun
terbit: 2019
Tambahkan Komentar