Keanu Reeves in Constantine. Foto: Daily Express |
Salah satu film favorit saya adalah Constantine. Dengan tokohnya John Constantine, film ini menyampaikan pesan tentang pengorbanan dan kebaikan yang dilakukan tanpa harus membungkusnya dengan kategori dan standar moral yang ada.
John, seorang lelaki urakan, terkesan egois, perokok berat dan tak mau tahu dengan hal hal di sekitarnya. Namun hal tersebut tidak sampai memadamkan cahaya perasaan dan welas asih dalam dirinya.
John memang seorang pecundang. Ia sering melecehkan dan menghina tuhan sebagai kekanak kanakan. Namun, ia juga berdoa, "Aku memang bukan makhlukmu yang baik dan tak pantas disayangi, tapi belas kasihanilah aku sedikiiiitt saja."
Adegan yang paling saya sukai dalam film ini adalah ketika John berdialog dengan Lucifer di bagian akhir. Ia tahu kalau seandainya bunuh diri lagi maka pasti akan masuk neraka. Tapi, demi menyelamatkan nyawa seorang teman, ia menyayat nadi tangannya (bunuh diri) untuk memanggil Lucifer agar menghadapi Gabriel, Si Cahaya Terang.
Akhirnya, nyawa temannya terselamatkan dan ia yang sedang sekarat pun siap dibawa Lucifer ke neraka. Ia menghadapi semua itu dengan cara yang "cool" dan nampak keren sekali. Apa yang terjadi? Saat ia di seret oleh Lucifer untuk dibawa ke neraka, lantai keramik menahan dengan kuatnya sehingga Lucifer tidak mampu menarik tubuh John yang pasrah dan lunglai.
Saat itulah, Lucifer terperangah dan mengucapkan, a Sacrifice, Pengorbanan. Sebuah tindakan yang terkesan lemah dan konyol, tapi didukung oleh kekuatan maha dahsyat alam semesta. Ketika terangkat ke atas, John pun memberi Jari Tengah pada Lucifer. Keren sekali.
Dalam hal tulisan, saya sangat mengagumi Marx, Nietzsche dan Freud. Ketiganya adalah pembaca kuat sastra Yunani. Tulisan tulisan mereka sangat terpengaruh oleh sastra. Istilah Borjuis-Proletar, Oedipus Complex atau Apollo-Dionysos Nietzsche diambil dari kata-kata sastra Yunani atau turunannya Romawi.
Tiga tokoh tersebut sering dianggap anti Tuhan dan tak beragama. Tapi lihatlah semangat tulisan mereka. Tanpa harus dibungkus dengan standar moral yang ada, mereka hendak melakukan penyelamatan manusia dengan bahasa sekular yang lebih dekat dengan ilmu pengetahuan dari pada anasir anasir agama.
Tiga manusia aneh dan urakan, mengorbankan ketentraman diri, dilanda kemiskinan bahkan hingga sakit jiwa, mereka melawan tuhan dan agama tapi diresapi semangat welas asih dan manusiawi.
Tambahkan Komentar