Ilustrasi Tribun News |
Mahasiswi PAI 2b STAINU Temanggung
Tulisan ini merupakan refleksi atas beberapa peristiwa yang terjadi ahir-ahir ini di Tanah air. Deklarasi politik yang digembor-gemborkan oleh banyak kumpulan atau anggota kelompok menarik untuk dikaji.
Hal tersebut mengidikasikan bahwa yang berkecimpung dalam dunia perpolitikan tidak hanya mereka yang menjadi politikus dan ormas yang berafiliasi langsung dengan partai politik, namun deklarasi politik juga menjadi hak segala lapisan. Mereka aktif dalam mendeklarasikan diri mereka menjadi pendukung dari salah satu pasangan calon dengan sangat gamblang. Entah ada apa dengan mereka? Apa mereka termasuk keluarga? Atau karena uang? Keadaan ini sangat menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.
Banyak dugaan yang mencuat dengan adanya peristiwa ini, bisa saja karena ada kelompok tertentu yang ingin memanfaatkan keadaan untuk tampil dengan ormasnya. Mereka memang memiliki hak politik untuk mengekspresikan. Namun jika membawa dan menyangkut pautkan dengan nama instansi atau kelompok ormas dalam urusan politik praktis, ketegasan harus dilakukan. Karena ditakutkan ada oknum yang tidak bertanggungjawab yang sengaja menggunakan nama ormas untuk mendukung salah satu calon yang dibangga-banggakan.
Bahkan pada detik-detik ahir menjelang pencoblosan, bisa jadi banyak terjadi kasus suap dan korupsi yang dilakukan para pejabat. Mungkin sudah tidak asing terdengar oleh masyarakat indonesia jika sedang panas-panasnya situasi perpolitikan banyak dari mereka yang melakukan korupsi. Sehingga masyarakat lebih memilih menutup telinga karena sudah muak dan bosan mendengar kasus korupsi yang dilakukan dengan berbagai versi. Biasanya para calon politikus akan memasang fotonya di tempat-tempat yang banyak dilalui orang serta memberi harapan kepada masyarakat dengan janji-janji yang sangat manis sehinga masyarakat akan dengan mudah terbujuk dengan rayuan para calon politikus.
Mereka yang memiliki kekayaan maka akan mencari kekuasaan dengan menjadi politikus. Mereka yang sudah kaya berusaha menjadi politikus untuk mempertahankan bisnis, sedangkan yang lebih mempeihatinkan adalah mereka yang dari latar belakang kekayaan yang paspasan memaksakan diri menjadi caleg dengan harapan memberbaiki nasib. Banyak dari anggota parpol yang mengandalkan kekayaan untuk berkampanye sehingga ketika dia terpilih dan mampu menduduki kekuasaan dia akan berusaha dengan cara apapun untuk mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk biaya kampanye. Dengan seperti itu mereka seolah-olah menjadi perampok harta negara secara terang-terangan.
Bahkan yang baru-baru terjadi dilakukan oleh seorang pemimpin partai. Peristiwa ini tidak hanya mengejutkan tapi juga memberi perhatian yang sangat mendalam dalam dunia politik. Benar-benar muram dan serasa petang perpolitikan di negara kita. Apalagi kasus-kasus korupsi itu banyak melibatkan politikus muda yang seharusnya menjadi kader politik dimasa depan. Justru banyak dari mereka yang malah terlena dengan jabatan dan fasilitas yang disuguhkan negara sehingga mereka lupa akan tujuan dan tanggungjawab mereka kepada negara serta rakyatnya.
Walaupun belum maksimal kita harus bangga dengan aparat negara atas kinerjanya dalam memberantas korupsi dan suap. Namun kita sebagai masyarakat juga dituntut untuk lebih kritis terhadap politik yang ada di negara ini. Serta perlu mengevaluasi dan merenungkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di dunia perpolitikan Tanah Air. Apa ada yang salah dengan hukum kita? Sehingga membuat mereka tidak jera. Apa separah inikah moral para politikus dan pemimpin kita sekarang?
Kalau saja para politikus mau jujur dan bertanggungjawab pencegahan dan upaya menegakkan sistem transparasi dengan masyarakat dapat berjalan dengan baik. Walaupun hukum kita belum sanggup menjangkau semua kasus bahkan sering bertolak belakang dengan kenyataan, namun dengan transparasi pendanaan parpol dan budaya tanpa mahar dalam berpolitik yang terus digalakkan dapat membentuk pemimpin yang terbebas dari adanya peniadaan uang atau penggelapan uang.
Hukum yang ditetapkan juga diharapkan untuk lebih adil, sehingga menghilangkan anggapan masyarakat tentang hukum indonesia “yang diatas bebas lepas yang di bawah semakin tertindas”. Serta harus lebih memperketat hukum dan peraturan yag ada supaya para anggota politikus mencalonkan dirinya bukan karena menginginkan kekuasaan dan kekayaan semata, namun karena panggilan jiwa kenegarawanan yang tumbuh dengan tulus.
Tambahkan Komentar