Judul: Sekolah Membunuhmu : Wejangan-Wejangan Ary
Senpai & Abi Emkom Dalam Pengembangan Pendidikan Modern
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Pengarang: AT. Winarno, MA. Muslim
Editor: Nova Cahyani
Edisi, Tahun Terbit: 1, 2019
ISBN: 978-623-90708-4-7
Email: pilarnusapress@gmail.com
Harga: Rp 70.000 (Belum termasuk ongkir)
CP: 0812-2518-3113
Diawali dengan menampilkan pengertian pendidikan
menurut UU No 20 Tahun 2003, yaitu pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya …, seolah penulis ingin menyadarkan
kita tentang beberapa hal terkait pendidikan yang selama ini mungkin agak
kurang diperhatikan. Diantaranya adalah tentang
pemberlakuan keseragamaan yang kurang memperhatikan karakteristik individu
justru dapat menghambat perkembangan potensi peserta didik. Motivasi (dalam
bentuk kejuaran atau perangkingan atau bentuk lainnya) yang terbatas hanya
didasarkan pada keberhasilan penguasaan mata pelajaran tertentu, tanpa
memperhatikan potensi-potensi lainnya, justru dapat menciptakan kompetisi semu.
Diibaratkan dengan cerita kompetisi, antara raja Lalatina yang mahir memanah
dan Tukang Minyak yang mahir menuangkan minyak ke dalam botol berlubang kecil
tanpa menggunakan corong, tentulah Tukang Minyak memenangkan kompetisi semu
itu(tukang minyak kalah memanah, tetapi menang dalam menuangkan minyak ke dalam
botol. Demikian pula sebaliknya dengan raja). Senada dengan cerita itu, jika
Ucup yang jago pencak silat nilai ulangan matematikanya selalu jelek… Apakah ia
bodoh? Nah, jika sekolah formal tempat Ucup sehari-hari menimba ilmu tidak
memfasilitasinya, maka itulah contoh sekolah akan membunuhnya, atau paling
tidak akan menghambat potensinya.
Masih banyak hal dikemukakan oleh penulis terkait dengan sekolah yang kemungkinan dapat membunuhmu. Diantaranya, pemikinan salah kaprah tentang
makin tinggi pendidikan, makin tinggi penghasilan. Selain itu, tentang tersitanya
waktu untuk sekolah beserta kegiatan iringannya seperti pengerjaan tugas rumah
(PR), les, atau bimbingan belajar, ditambah lagi waktu untuk game dan main
gadget, sehingga peserta didik tidak lagi “iso ngaji” seperti yang zaman dulu
dikembangkan dalam budaya langgar.
Buku ini tidak hanya berisi tulisan yang cenderung
meden-medeni bahwa sekolah akan membunuhmu, namun juga berisi tulisan yang
bersifat memberi solusi. Diantaranya, penulis menggagas tentang “kurikulum tak
terbatas”. Ide kurikulum tak terbatas ini tampaknya seperti kurikulum
terintegrasi antara pendidikan formal, informal, dan non formal, yaitu
kurikulum yang tidak hanya mengembangkan kompetensi dasar melainkan juga
kompetensi nyata yang diperlukan peserta didik. Belajar bisa dimana saja, kapan
saja (termasuk untuk hidup setelah mati), tentang apa saja, dan dengan siapa
saja yang penting jelas. Ya… yang penting dengan guru yang jelas atau guru yang
mempunyai sanad jelas. Dengan demikian, penulis berharap dapat terwujud peserta
didik yang iso ngaji, ngerti teknologi, dan siap mandiri. Wow luar biasa keren
buku ini... (Prof. Dr. Wiyanto M.Si, Guru Besar Pendidikan Fisika).
Tambahkan Komentar