Judul Buku :
Pendidikan Kewarganegaraan NKRI Harga Mati
Penulis : TGS.
Prof. Dr. K.H. Saidurrahman, M.Ag., Dr. H. Arifinsyah, M.Ag
Desain Sampul :
Irfan Fahmi
Penata Letak :
Endang Wahyudin
Penerbit :
Kencana
Tahun Terbit :
2018
Dimensi Buku :
15x23 cm
Tebal Buku :
xvi, 218 Halaman
Cetakan :
Pertama, September 2018
ISBN : 978-602-422-769-2 (E-book PDF)
Peresensi :
Mohammad Nahrul Irfan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Islam Malang
Buku
ini menjelaskan mengenai pembahasan pendidikan kewarganegaraan dan objek-objek
pembahasannya. Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan dalam UUD 1995
adalah falsafah hidup bangsa, ideologi Negara, dasar Negara dan sumber segala
dari segala sumber.
Pancasila
adalah dasar persatuan dan haluan kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia
selama kita tidak menerapkan pancasila dalam kehidupan nyata atau diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dan selama itu pula bangsa Indonesia tidak akan
pernah maju dan berkembang tanpa adanya pancasila sebagai pedoman dalam
membangkitkan, diperlukan seorang pemimpin yang dapat memulihkan kembali akan
pentingnya Pancasila untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kekuasaaan
yang digunakan adalah kekuasaan solidaritas nasional dengan memberikan
inspirasi kepada masyarakat untuk mencapai tujuan dan impian. Dan menyatukan
perbedaan-perbedaan melalui bingkai kebhineka tunggal ika sehingga terwujudlah negara yang adil dan
makmur.
Sejarah bangsa ini
menunjukan bahwa Ijtihad Politik pendiri bangsa untuk memilih bentuk Negara
Republik dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, bukanlah perkara
mudah. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan, Pancasila sebagai kalimat sawa’
yang membuat bangsa ini tidak terpecah-pecah ke dalam negara-negara kecil.
Namun sejarah mencatat,bahwa kita pernah berupaya keluar dari bentuk Republik
Indonesia (unitarisme) menjadi negara federal yang dengan sengaja dibentuk atau
dikondisikan penjajahan Belanda. RIS ( Republik Indonesia Serikat) pernah
mewujud dalam catatan sejarah panjang Indonesia. Namun negara federal itu gagal
dan akhirnya rakyat yang selama ini terpilih-pilih ke dalam negara-negara
bagian membulatkan tekad untuk kembali ke negara Republik Indonesia.
Pertanyaanya adalah
mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabanya yang sederhana namun memiliki
prespektif yang cukup dalam adalah bahwa merasa senasib-sepenanggungan, karena
pernah merasakan sakit dan beratnya penderitaan sebagai bangsa yang terjajah.
Inilah yang menjadi unsur perekat antarberbagai anak bangsa. Adapun federalisme
akan membuat masyarakat terkontak-kontak kedalam kelompok-kelompok tertentu.
Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa Kemerdekaan Indonesia sebagai mana yang
tertera didalam Pembukaan Undang-Umdang Dasar 1945 merupakan rahmat Allah SWT
dan keinginan luhur rakyat. Untuk itu patut disyukuri namun harus dicatat,
Qudrah dan Irdah Allah bukalah tanpa sebab Kemerdekaan Indonesia bisa terwujud
atau lebih cepat terwujud karena pertarungan besar didunia yaitu, pertarungan
Sekutu Amerika dan Jatuhnya di bomnya Hiroshima dan Nagasaki.
Argumentasi
berikutnya adalah, sebelum indonesia eksis, dikepulauan nusantara ini terdapat
banyak kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Sejak jaman dahulu kala, dimana
kerajaan-kerajaan Hindu Budha berdiri dan tidak lama kemudian diikuti oleh
kerjaan-kerajaan Islam lainya. Keinginan bergabung ke dalam negara modern Indonesia
dengan konsekuensi hilangnya kekuasaa, kekuatan, sumber pendapatan bukan hal
mudah bagi para Raja dan Sulthan yang telah berkuasa diberbagai kerajaan
nusantara. Pada saat sistem Demokrasi diterapkan pada negara-negara Islam kerap
menimbulkan masalah. Demokrasi kerap dianggap tidak cocok dengan nature umat
Islam.
Tiga argumen pokok
itu menegaskan satu hal, NKRI lahir bukan tanpa proses. Harus dinyakini seluruh
anak bangsa, NKRI adalah pilihan terbaik buat bangsa Indonesia yang sangat
beragam, multikurtural, multi-agama, dengan luas yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke. Namun satu hal yang pentig adalah, rasa senasib sepenanggungan
karena djajah oleh Belanda dan Jepang itulah yang mengikat anak bangsa ini
sehingga dari berbagai daerah, bapak pendiri bangsa mengikatkan diriya ke dalam
NKRI.
Menurut pandangan
islam dibagi menjadi 3 adalah :
Kelompok pertama,
Berpandangan bahwa agama dan negara sama sekali tidak mmiliki hubungan.
Paradigma ini disebut dengan paradigma sekuler. Agama tidak memuat
aturan-aturan tentang kenegaraan. Urusan negara menjadi urusan akal manusia.
Kelompok kedua, mengatakan
bahwa agama dan negara itu memiliki hubungan yang intergralistik. Agama dan
Negara itu satu. Paradigma ini disebut dengan paradigma intergralistik. Agama
memuat aturan-aturan yang tidak saja lengkap, tetapi diyakini sempurna. Bahkan
agama diyakini mengatur hal-hal yang sangat teknikal sekali.
Kelompok ketiga berpandangan
bahwa hubungan agama dan negara bersifat simbiotik. Artinya, agama tidak
berbicara tentang bentuk pemerintahan karena itu diserahkan kepada hasil
ijtihad manusia. Agama hanya menyediakan nilai-nilai universal, yang selanjutnya
harus dijadikan sebagai landasan nilai dalam proses penyelenggaran agama.
Tentu saja argumentasi yang
digunakan bisa dari Al-Qur’an dan Hadist dan juga dapat langsung merujuk kepada
sejarah Nabi Muhammad SAW. Pertama didalam Al-Qur’an kita menemukan banyak
sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan politik. Adalah menarik jika
dicermati, ayat-ayat Al-Qur’an, tak satu pun memuat ajaran yang ekspilisit
bagaimana bentuk pemerintahan atau negara diwujudkan, lebih berkenan dengan
model pengagkatan pemimpin, pemberhentian kepada negara dan sebaginya. Kedua
berdasarkan Hadist nabi yang tentu saja mempetegas landasan normatif yang
terdapat didalam Al-Qur’an. Ketiga dari sudut pandang sejarah. Bagi pengusung
khilafah, konsep khilafah islamiyyah bukanlah utopia, sesuatu yang tidak
mungkin diwijudkan. Menurut mereka, sejak masa Rasulullah sampai era
khulafaurrasyidin bahkan sampai pada era khilafah Ustmaniyah di Turki, menjadi
bukti yang sangat kuat sekali bahwa khilafah pernah ada. Walaupun para
pengkritik khilafah dengan mudah berkata, jika khilafah itu suatu konsep yang
sudah baku dan merupakan derivasi dari Al-Qur’an dan Hadist
Argumentasi-argumentasi yang
mereka kembangkan untuk meneguhkan pendapatnya tentang khilafah sebenarnya
sebenarnya bisa saja dibantah. Karena memang baik dari Al-Qur’an, Hadist atau
Sejarah, tidak menunjukan satu dalil yang menyakinkan bahwa khilafah itu adalah
ajaran yang Qath’i, eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadist. Menunjukkan urgensi
pemerintahan baik dalam memelihara agama ataupun untuk menegakkan syari’ah.
Dari penjelasan diatas
menegaskan bahwa NKRI sebagai Ijtihad politik bapak bangsa, tidak saja tepat
dan strategis tetapi juga benar dari sudut pandang syari’at Islam. NKRI adalah
pertemuan pikiran yang memandang bahwa didalam Islam terdapat ajaran tentang
kenegaraan dan juga bagi yang berpendapat bahwa didalam Islam hanya ada
nilai-nilai. Menariknya didalam NKRI, bukan saja nilai-nilai Islam itu yang
diterapakan dan menafasi perjalanan bangsa tetapi juga Syari’at Islam dapat
tegak dinegara ini lewat proses yang konstitusional. Saat ini ada banyak
undang-undang yang lahir dan bernuasa syari’ah seperti UU perbankan Syari’ah,
UU pengelolaan zakat dan Haji, dan sebelumnya UU perkawinan dan banyak lainnya.
Oleh karena itu, pada diri
umat Islam harus tertanam dengan kuat sebuah kenyakinan bahwa NKRI adalah
bagian ajaran Islam dan temasuk dalam upaya membumikan ajaran Al-Qur’an pada
masyrakat yang Plural.
Tambahkan Komentar