MENYULAM BENANG KUSUT PENDIDIKAN: dari Gawai Hingga Film Bokep
Judul: MENYULAM BENANG KUSUT
PENDIDIKAN: dari Gawai Hingga Film
Bokep
ISBN: 978-623-7590-13-2
Cetakan: I, November 2019
Tebal: 21 x 14 cm, xi + 78 Halaman
Penulis:
Syafiul Rokhim, M. Pandu Alam, Fika
Khalwa Ngaisah, Dheta Ari Sabilla, Siti Muyhayhanah, Slamet Nastakin, M
Novianto Dwi K, Beny Adi Prasetya, Arina Indah Baroroh, Rani Miranti, Ina Nia
Lestari, Mutabingun, Irvan Cahyono.
Penyunting:
Hamidulloh Ibda
Desain
Sampul: Egi Wahyu Widayat
Diterbitkan:
CV. Pilar Nusantara
Telepon: 08562674799
Email : pilarnusapress@gmail.com
Harga: Rp 35000 (belum termasuk
ongkir)
Sekilas, membaca buku ini menjadi menarik karena para
penulis sangat objektif dan kritis dalam menyajikan masalah serta menganalisis
sajian masalah yang diangkat tersebut. Mulai masalah primitif, kuno, jadul,
hingga masalah kekinian yang berkonversi menuju era digital. Tidak dapat
dimungkiri, masalah dan masalah, selalu hadir dari ruang kelas, hingga ruang
menteri, bahkan ruang presiden.
Jika merujuk pada istilah dalam Alquran, ada tiga jenis
kerusakan mendasar. Mulai dari “Jahiliyah” kasusnya kerusakan akal,
intelektual. Kedua, fasad yang berarti kerusakan di bidang moral, laku,
dan tindakan.
Ketiga, zulumat, yaitu kerusakan sudah kompleks
(akal dan moral), bisa juga disebut era “kegelapan”. Keempat, qiamat,
yang berarti kerusakan paling rusak, atau puncak dari berbagai kerusakan, baik
kecil atau skala besar.
Sementara Thomas Lickona (1991) mengemukakan 10 (sepuluh)
indikator rusaknya suatu bangsa yang harus diwaspadai, ditekan, bahkan diputus
mata rantainya. Pertama, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua,
ketidakjujuran yang membudaya. Ketiga, semakin tingginya rasa tidak hormat
kepada orang tua, guru, dan figur pemimpin. Keempat, pengaruh peer group
terhadap tindakan kekerasan. Kelima, meningkatnya kecurigaan dan kebencian.
Keenam, penggunaan bahasa yang memburuk. Ketujuh, penurunan etos kerja.
Kedelapan, menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara.
Kesembilan, meningginya perilaku merusak diri. Kesepuluh, semakin kaburnya
pedoman moral.
Apa yang ditulis di buku ini jika merujuk pada Alquran di
atas dan Thomas Lickona, tentu sangat kompatibel dan harus segera diputus mata
rantainya. Khususnya, di dalam pendidikan sebagai lembaga yang menentukan
kualitas SDM, kompetensi, karakter, literasi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
lainnya. Mahasiswa di dalam mengungkapkan sebuah gagasan atau ide, sudah dapat
diterima media massa. Mereka mengulas beberapa aspek problem dan sekaligus
solusi. Mulai dari pendidikan seks dan keluarga, problematika santri dan
pesantren, masalah literasi, teknologi, dan budaya, problem keluarga dan
sekolah kita. Problem-problem ini tentu sangat berat jika dituntaskan secara
soliter, melainkan harus berjemaah, terstruktur, sistematis, dan masif serta
konsisten. Tidak ada tujuan lain selain untuk kemajuan pendidikan itu sendiri
yang tentu melalui gagasan intelektual, bukan gagasan lenjeh dan asumsi
belaka lewat story di WhatsApp.
Tambahkan Komentar