Oleh Astari Nur Khofifah
Mahasiswi STAINU Temanggung
Saat ini dunia sedang digemparkan dengan merebaknya suatu penyakit yang
disebabkan oleh sebuah virus bernama corona atau sering disebut covid-19 (corona
virus diseases–19) . Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan status virus korona
sebagai pandemi global yang menjangkit serempak di wilayah geografis yang luas
. Sehingga beberapa negara memilih menutup negaranya demi melindungi warganya ,
dari serangan dahsyat virus corona yang mengarah pada kesehatan manusia
kemudian mengarah pada penularan
Dalam dunia kesehatan ada
tingkat serangan Penyakit secara merebak seperti endemi , wabah , maupun
pandemi . Sedangkan masyarakat Jawa punya sebutan kondang yakni pagebluk atau sawan
, sebagai sebutan untuk penyakit yang tiba-tiba menyerang dan menyebabkan
kematian . Serangan masif virus ini bukan hanya menyebabkan gangguan kesehatan
dan peningkatan jumlah kematian . Namun dampak viralnya virus ini menjalar ke
berbagai sendi kehidupan manusia , seperti sosial , ekonomi , sosial budaya ,
politik , bahkan mental seseorang . Sebagian orang menjadi parno untuk keluar
rumah hanya sekedar berbelanja kebutuhan .
Stigmatisasi
Kondisi tidak menentu selama pandemi covid-19 memunculkan rasa takut ,
cemas dan khawatir pada masyarakat . Hal ini menimbulkan stigma pada pasien
maupun tenaga kesehatan . Stigmatisasi pada orang yang telah terinfeksi virus
dan tenaga medis kerap terjadi karena ketidaktahuan dan minim sumber informasi
yang akurat .
Masyarakat takut jika yang sudah terpapar virus ini pasti akan
meninggal . Selain itu mereka juga takut jika harus di karantina dan tidak bisa
bertemu lagi dengan sanak famili . Otak mereka telah dicuci oleh asumsi-asumsi
yang selama ini mereka terima baik dari media massa maupun dari mulut ke mulut
yang belum pasti akan kebenarannya . Berbagai macam asumsi publik semakin
memperkeruh keadaan saat ini , Ada pula yang mengatakan jika dokter memberikan
diagnosis asal-asalan . Ataupun tenaga medis tidak menggunakan APD dan alat
alat kesehatan yang sesuai standar . Misalnya tidak mengganti sarung tangan
setelah memeriksa pasien , hal ini bisa menjadi media penularan virus corona .
Dan prespektif negatif lainnya yang mempengaruhi cara berpikir warga , sehingga
mereka takut keluar rumah dan bertemu orang lain walaupun sekedar berbelanja .
Hal ini menyebabkan masyarakat awam enggan untuk memeriksakan kesehatan
tubuhnya di fasilitas kesehatan yang tersedia . Sebenarnya yang terjadi adalah
masyarakat dilema , jika memeriksakan diri ke dokter bagaimana hasil diagnosa kondisi
tubuhnya . Benar-benar sehat atau yang selama ini terlihat sehat ternyata ada penyakit
yang telah bersemayam di tubuhnya . Dan disisi lain mereka juga ingin
mengetahui kondisi fisiknya , namun rasa takut lebih menguasai dirinya.
Karena informasi yang mereka dapat , otomatis menjadi cemas , parno
bahkan phobia untuk berinteraksi dengan orang lain meski dengan dokter
sekalipun . Yang sangat diperlukan saat ini adalah edukasi dari tenaga medis
langsung bahwa kasus pasien yang meninggal bukan hanya karena virus covid-19
melainkan kemungkinan ada penyakit bawaan yang menyertai virus corona sendiri .
Sehingga sangat penting bagi tim medis untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang bagaimana virus ini menyerang dan penanganannya. Agar
tidak perlu takut jika mendadak ada inspeksi kesehatan , yang mengharuskan orang-orang
untuk mengikuti test agar dapat mendeteksi resiko sejak dini.
Namun masyarakat
juga berhak menolak di test kondisi tubuhnya , apabila dari gugus penanganan covid-19
sendiri mengabaikan protokol kesehatan . Saat memeriksa pasien juga harus
menggunakan APD yang lengkap , rutin mengganti sarung tangan setelah kontak
langsung dengan pasien . Karena virus ini tidak terlihat melalui mata telanjang
, bisa saja ditularkan melalui tenaga medis yang tidak memperhatikan bahwa
pentingnya sterilisasi alat-alat yang digunakan.
Ada salah satu sumber pemicu masalah dalam pandemi covid-19 ini ,
terutama menyebabkan phobia pada masyarakat adalah stigma yang dipicu oleh
salah penyebutan . “ Tidak ada hasil rapid test cocid-19 yang menyatakan
positif “ kata dr. Tonang saat berbincang dengan kompas.com , sabtu(13/06/2020)
. Oleh karena itu , seseorang tidak boleh disebut positif covid-19 hanya karena
mengacu pada hasil rapid test.
Setelah ditemukan hasil rapid test yang reaktif , langkah selanjutnya
adalah konfirmasi dengan test Polymerase Chain Reaction (PCR) pada pasien .
Setiap pasien diambil swab sebanyak 2x jika minimal salah satu test ditemukan virus
penyebab covis-19 bisa disebut positif . Begitupun sebaliknya jika rapid
test-nya non-reaktif , tidak berati test PCR-nya pasti negatif/bebas virus. Hasil
dari test PCR sampel kedua harus dipastikan terlebih dahulu , apakah pasien
benar-benar terindikasi terpapar virus corona atau tidak.
Jadi masyarakat tidak perlu takut berlebihan akan covid-19 ini , sebab
ada penyakit yang laju kematiannya lebih tinggi . Semua penyakit pasti ada
obatnya , meskipun untuk saat ini belum ditemukan obat penawar virus corona . Akan
lebih baik jika kita memproteksi diri , karena mencegah lebih baik dari
mengobati . Namun sulit untuk mengubah cara pandang masyarakat yang sudah
terlalu takut , cemas bahkan parno untuk memeriksakan diri ke fasilitas
kesehatan.
Hal ini malah dapat menjadi pemicu melemahnya imunitas tubuh
sehingga menjadi rentan sakit , karena terlalu memikirkan berat tentang pandemi
virus corona . Sehingga tubuh menjadi kurang istirahat , kesehatan jadi menurun
. Selain kita harus tetap waspada , namun kesehatan harus tetap dijaga . Cara
mengatasi diri agar tidak cemas berlebihan adalah dari dalam diri kita sendiri
, dengan penuh kesadaran dan menaati protokol kesehatan
Takut, Jenazah tidak Sesuai Syariat Agama
Masyarakat menjadi phobia rumah sakit adalah karena takut jika dirinya
sudah tertular virus corona kemudian tuhan sudah berkehendak , maka jenazahnya
tidak ditangani dengan sesuai dan tepat . Takut jika penanganan jenazahnya
secara asal-asalan , apalagi bagi masyarakat yang masih minim pengetahuan
tentang penanganan pasien covid-19 . Mereka menarik kesimpulan jika jenazah tidak
ditangani dengan baik . Bahkan masyarakat yang gaptek , hanya menduga-duga tentang
hal itu . Pikiran tentang penanganan jenazah telah menyugesti mereka untuk memilih
tidak memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Tenaga medis sebagai gugus terdepan dalam menangani kasus virus
covud-19 ini tidak pernah mengabaikan pentingnya sterilisasi , dan menggunakan
APD yang lengkap guna memproteksi diri . Mereka sangat memperhatikan secara
detail bagaimana menangani jenazah covid-19 . Karena mereka tahu , virus ini mudah
menular . Maka mereka tidak mau membahayakan diri sendiri dan orang lain . Jadi
masyarakat tidak perlu risau akan penanganan jenazah korban corona ini . Para
tenaga medis sangat mengutamakan kebersihan dan keamanan dari korban agar tidak
menjadi sumber masalah penularan Virus.
Untuk penanganannya sendiri sudah sesuai dengan yang distandarkan oleh
MUI sedemikian rupa , sesuai dengan syariat agama islam . Menguburkan jenazah
itu hukumnya fardu kifayah . Meski pihak keluarga tidak boleh mencampuri urusan
penanganan jenazah sendiri , karena harus tetap menaati protokol kesehatan yang
berlaku . Bagi jenazah yang beragama islam , ada 5 kewajiban pengurusan jenazah
. Meliputi : memandikan , mengkafani , menyalati , mengangkatkan ke pemakaman
dan memakamkannya . Semua proses dilakukan sesuai syariat I slam tanpa
mengabaikan protokol kesehatan . Jadi masyarakat tidak perlu takut akan virus
covid-19 ini namun harus tetap memproteksi diri sendiri .
Praktik self care
Selama pandemi perasaan takut , cemas , sedih bisa muncul karena
masyarakat tidak pernah tahu seberapa luas atau mematikan virus ini pada
akhirnya. Proses karantina sendiri memberikan dampak negatif pada kesehatan
mental . Pandemi covid-19 menyebabkan orang-orang stres dan khawatir berlebih .
Hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi kecemasan yang ada adalah sebagai
berikut:
Batasi konsumsi Medsos
Terlalu banyak informasi Yang beredar di media menjadikan momok
tersendiri bagi orang-orang yang selalu update kabar terkini . Batasi waktu
dalam menjelajahi media sosial , dapat mencari informasi dari laman berita yang
jelas akurat dan terkonfirmasi. Serta jangan terlalu melihat statistik jumlah
korban setiap saat , itu dapat menjadikan kecemasan pada diri kita sendiri . Sebagian
berita memang dapat dijadikan perspektif , tetapi kita juga harus tetap melihat
bukti objektif
Libatkan figur masyarakat.
Pemerintah dapat melibatkan figur yang terdekat dengan masyarakat ,
menjadi strategi yang dapat diambil untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang
resiko virus ini . Masyarakat yang tengah ada diantara keresahan dan
kebingungan membutuhkan informasi yang lebih efektif . Figur masyarakat
dianggap lebih mampu memahami keresahan masyarakat ketimbang anjuran pemerintah
yang cenderung diabaikan dan dianggap tidak relevan . Mengkomunikasikan dapat
dilakukan dengan menceritakan fakta dengan menghindari pemakaian bahasa yang
kompleks dan ambigu . Untuk pencegahan penyebaran penyakit tanpa menggunakan unsur-unsur
ketakutan serta dengan ungkapan yang
bersifat konstruktif semangat untuk mematuhi protokol kesehatan .
Kesadaran diri
Semua solusi berasal dari diri sendiri , dengan tidak mengabaikan
kesehatan diri dan orang lain akan sangat berpengaruh pada penyebaran virus ini
. Tetap jaga kesehatan dengan mengatur pola istirahat . Konsumsi makanan
bervitamin , dan tidak lupa untuk tetap berolah raga walaupun dari rumah saja .
Tetap patuhi anjuran pemerintah , tetap proteksi diri sendiri serta tidak lupa
untuk berdoa memohon perlindungan dari Tuhan agar dijauhkan dari segala macam
penyakit.
Kurangi rasa cemas berlebihan , semua pasti ada obatnya . Dan percaya
bahwa semua telah digariskan oleh tuhan . Kita tidak mampu mengubah takdir , karena
Tuhan menguji kita tidak melebihi batas kemampuan kita . Tetap taati peraturan
, senantiasa berdoa dan semoga pandemi ini segera berakhir agar dapat
beraktivitas normal seperti sedia kala . Dan kita harus sadar , bahwa Tuhan
sudah memperingatkan. Sekian.
Tambahkan Komentar