Oleh: Prasetyo Hestina Anggraeni
Mahasiswi Prodi Ekonomi Syariah
STAINU Temanggung
Pandemi Covid-19 telah membawa
banyak perubahan terhadap pola hidup manusia dan rutinitasnya. Bukan hanya
mempengaruhi rutinitas orang dewasa, tetapi juga rutinitas anak-anak mau tidak
mau mereka harus menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi pada
lingkungan mereka, akibat mudah dan banyaknya jalur penularan virus ini. Mulai
dari pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang harus mulai ditanamkan kembali dan
lebih diperketat untuk mencegah tertularnya wabah. Seruan untuk tetap tinggal
di rumah dan bekerja dari rumah atau work from home sudah dilaksanakan
sejak beberapa waktu lalu. Begitu juga dengan belajar di rumah, sudah hampir
satu semester dilewati pelajar hanya di dalam rumah saja.
New normal atau tatanan normal baru adalah
salah satu cara yang digunakan untuk menghadapi Covid-19. Cara tersebut telah
direncanakan oleh pemerintah guna menyelamatkan perekonomian. Dalam beberapa
waktu ini, new normal telah diselenggarakan, hal ini dapat dilihat dalam
pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pada beberapa kota. Akan
tetapi, jumlah korban Covid-19 yang semakin meningkat menimbulkan berbagai polemik
akan dilaksanakannya tatanan normal baru. Pelaksanaan tatanan normal baru saat
ini dinilai kurang efektif. Pada tanggal 19 Juni 2020 pukul 23.00, di Indonesia
sendiri tercatat bahwa kasus positif bertambah 1.331 menjadi 43.803 kasus. Dan
angka kematian dari Covid-19 ini bertambah 63 menjadi 2.373 korban jiwa.
Sedangkan pasien sembuh sejumlah 17.349 jiwa.
Perbandingan antara bertambahnya
jumah kasus positif dan kematian dengan kasus yang sudah sembuh sangatlah besar.
Hal ini menimbulkan perdebatan di beberapa kalangan termasuk warganet. Apakah
Indonesia sudah siap jika menjalankan New Normal sesuai rencana? Belum
apa-apa saja sudah semakin menanjak jumlah kasusnya. Banyak warga dan warganet
yang khawatir kenormalan baru hanya akan memperparah keadaan, walaupun kondisi
ekonomi negara yang agak porak-poranda ini mungkin dapat sedikit membaik.
Apalagi dengan menengok ‘kelakuan’ beberapa penduduk yang masih tidak peduli
dan malah meremehkan pandemi ini dengan keluar rumah dan berada di keramaian
tanpa memperhatikan protokol.
Seperti sudah mejadi rahasia umum,
bahwa banyak warga Indonesia yang masih susah untuk diminta mengikuti aturan
barang sejenak. Baik aturan terkait dengan protokol pada Covid-19 maupun
aturan-aturan biasa yang berlaku di lingkungan tempat tinggal sendiri dan
sekitarnya. Sebagian warga pesimis dengan kebijakan pemerintah terkait new
normal tersebut. Berharap pemerintah mempertimbangkan lagi keputusannya di
tengah kondisi yang seperti gelombang ke-dua ini. Jika yang sudah dewasa saja
masih susah mengikuti aturan, bagaimana dengan anak-anak?
Sejak sebelum diputuskannya kapan
sekolah mulai berjalan normal kembali, banyak orangtua yang sudah
mengkhawatirkan anak-anaknya jika sekolah segera berjalan normal seperti
sebelumnya. Anak-anak masih belum sepenuhnya mengerti dan mau menuruti
perkataan orang dewasa. Dikhawatirkan interaksi anak-anak jika bertemu dengan
temannya, apalagi yang sudah lama tidak ditemui, bisa saja mereka melupakan
larangan orangtuanya untuk menjaga jarak.
Penggunaan masker bagi anak-anak juga
masih sangat diragukan. Namanya juga anak-anak, mereka mempunyai rasa ingin
tahu yang tinggi. Diberi wejangan satu kali tidaklah cukup. Mungkin di rumah
sudah diberitahu untuk tidak sembarangan menyentuh barang-barang apapun di
sekolah, untuk selalu menjaga jarak dengan teman, untuk rajin mencuci tangan,
tidak berbagi minum dengan teman, dan lain-lain. Belum tentu sampai di sekolah
masih dengan ingat wejangannya. Walaupun guru mengajar dengan dibuat shift,
sepertinya tetap kurang efektif karena yang diawasi menang jumlah. Guru akan
menjadi lebih terbebani oleh tugas yang jadi berlipat. Hal ini akan berdampak
negatif jika diputuskan untuk memulai tatap muka di awal tahun ajaran baru
2020/2021.
Penolakan dan ketakutan dari
orangtua siswa akan dampak negatif yang ditimbulkan ini pada akhirnya mendorong
pemerintah untuk membuat keputusan tentang kebijakan pendidikan pada masa
normal baru. Keputusan tersebut dikeluarkan pada hari Senin, 15 Juni 2020
melalui webinar siaran langsung di saluran YouTube KEMENDIKBUD RI yang turut
dihadiri oleh perwakilan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,
Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kabudayaan (Kemenko PMK),
Kementrian Agama (Kemenag), Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Kementrian Dalam
Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X
DPR RI. Dalam webinar disampaikan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada
Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di masa pandemi.
Adanya keputusan tersebut
menyebabkan lembaga pendidikan berkewajiban untuk menata ulang kembali rencana
pembelajaran yang telah mereka susun. Guru dan murid harus dapat beradaptasi
dalam menjalankan sistem baru seperti belajar dengan jarak minimal 1,5 meter
dengan maksimal 18 peserta didik di kelas, sedangkan untuk SLB dengan jarak 1,5
meter dengan maksimal 5 peserta, dan PAUD dengan jarak minimal 3 meter dan 5
peserta. Menggunakan masker kain non medis 3 lapis atau 2 lapis dengan bagian
dalam diisi tisu dan diganti 4 jam sekali atau ketika lembab, menuci tangan
dengan sabun atau hand sanitizer, sehat dan tidak memiliki gejala
Covid-19 termasuk pada orang yang serumah dengan warga satuan pendidikan.
Sementara kantin, kegiatan olahraga, ektrakurikuler dan kegiatan selain KBM
dilarang pada masa transisi, akan diberlakukan kembali pada masa kebiasaan baru
dengan menerapkan protokol. Pada zona hijau sudah boleh menerapkan panduan
tersebut jika sudah mendapatkan izin dari Pemda atau Kanwil/Kantor Kemenag,
satuan pendidikan sudah memenuhi daftar periksa dan kesiapan, dan orangtua
murid menyetujuinya. Sedangkan untuk yang berada di zona merah, oranye, dan
kuning tetap belajar di rumah.
Tambahkan Komentar