Oleh Gunadi
Penulis adalah Mahasiswa STAINU Temanggung
Media sosial dan media
elektronik tidak henti-hentinya bergaung kata demonstrasi. Baik itu
demontrasi yang bersifat ekonomis
ataupun politis, baik yang terang-terangan ataupun terselubung, baik dari
tingkat daerah sampai nasional bahkan dimanca negara,telinga kita tidak asing
dengan kata yang disebut “demonstrasi’.
Sebelum kita melanjutkan masalah (perdemoan). Kita akan sedikit mengulas
lagi tentang pengertian demonstrasi.
Unjuk rasa atau demonstrasi
("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang
di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat
kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau
dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh
kepentingan kelompok. Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok
mahasiswa dan orang-orang yang tidak setuju dengan pemeritah dan yang menentang
kebijakan pemerintah. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok
lainnya dengan tujuan lainnya.
Setelah kita mengetahui pada
paragraf diatas pengertian demonstrasi secara umum, selanjutnya kita masuk pada
masalah selnjutnya. Dalam artikel ini saya ingin menyampaikan tentang kondisi
psikologis bagi manusia yang telah, sedang atau akan melakukan demonstrasi,
tentunya jika sesorang yang akan melakukan kegiatan demonstrasi didalam dirinya
harus mempersiapkan diri baik mental maupun kondisi psikologisnya. Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu psikologis terlebih dahulu.
Psikologi adalah salah satu
bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari tentang perilaku,
fungsi mental, dan proses mental manusia melalui prosedur ilmiah.Seseorang yang
melakukan praktik psikologis disebut sebagai psikolog. Para psikolog berusaha
utk memperbaiki kualitas hidup seseorang melalui intervensi tertentu baik pada
fungsi mental, perilaku individu maupun kelompok, yang didasari atas proses
fisiologis, neurologis, dan psikososial. Itulah sedikit ulasan seputar
psokologis.
Dilematika Psikologis
Demonstrasi Dimasa Pandemi“ Maju Kena & Mundur Kena”, itulah topik yang
akan kita bahas kali ini. Dalam masalh ini yang menjadi sorotan saya adalah
kondisi psikologis mahasiswa yang sedang berdemo. Kenapa saya bilang “maju kena”, karena rata-rata jika suatu
kelompok atau golongan akan melakukan demonstrasi yang legal/ resmi pasti akan
mengantongi ijin dari aparat setempat. Mau tidak mau pendemo harus berhadapan
dengan aparat tersebut seperti SATPOL, POLISI, bahkan TNI.
Dikarenakan domonstrasi
sering ditunggangi oleh kelompok tertentu dan biasanya masa sudah mulai
beringas maka polisi dan pendukungnya akan melakukan tindakan sesuai sop yang
ditentukan. Bahkan kedua belah pihak bisa saling terluka, seperti dikutip dari
new.detik.com "Ada anggota 6 (orang) yang masuk rumah sakit sekarang
ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, saat
dihubungi, Kamis (8/10/2020)
Padahal sebagai mahasiswa
yang tadinya berdemo dengan damai akhirnya
kena (getahnya.) atau pukulan yang seharusnya tidak diterima oleh
mahasiswa yang berdemo dengan damai.” maju kena”, artinya terkena lemparan gas
air mata, pukulan, atau semisalnya. Yaitu secara psikis tubuh mahasiswa akan
terluka.
Tidak hanya itu saja, pengesahan
Omnibus Law UU Cipta Kerja juga terjadi dibanyak tempat puncaknya pada tanggal
8 Oktober 2020. Dikutip dari new.detik.com. dikabarkan di Bandung sampai
Lampung terjadi keributan sehingga tak elak jika para pendemo dan aparat saling
dorong.
Dikabarkan juga dari
regional.kompas.com. menyoroti kerusuhan di kota Tegal. TEGAL, KOMPAS.com - Aksi ribuan pelajar
dan mahasiswa menolak omnibus law Undang-undang (UU) Cipta Kerja di depan DPRD
Kota Tegal, Jawa Tengah, diwarnai kericuhan, Kamis (8/10/2020).
Masalah selanjutnya risiko
jika mahasiswa berdemo yaitu “mundur kena”, jika kita mendengar orasi -orasi
dengan lantang para mahasiswa menyalurkan aspirasinya dilapangan atau di
gedung-gedung pemerintahan yang ingin dia tuju, tentunya tidak semua mahasiswa
berorasi, akan tetapi hanyalah beberapa mahasiswa yang mengungkapkan aspirasinya.
Akan tetapi apakah kita menelisik bagi mahasiswa yang sebenarnya tidak ingin berdemo? Alasan tidak ingin
berdemo bisa karena takut kepanasan, kehujanan, lelah, takut terkena pukulan
dari polisi, karena faktor usia umpamanya sudah berkeluarga sehungga lebih
memilih untuk mencari amannya, ataupun karena suatu keyakinan bahwa demo itu
bagi dia adalah haram.
“Haram” itu juga merupakan
suatu keyakinan dalam agama Islam yang berarti jika dilkukan adalah berdosa,
dan suatu saat kelak Tuhan akan membalasnya dengan hukuman yang setimpal sesuai
dengan dosa yang diperbuatnya. Ada beberapa golongan yang mungkin menganggap
bahwa demonstrasi adalah haram bukan tanpa alasan, kenapa demikian?
Mereka berdalil dengan
riwayat Ketika Khalifah Utsman bin Affan memerintah, datang seribu orang
memasuki Madinah. Rombongan orang yang diprovokasi oleh tokoh Yahudi, Abdullah
bin Saba, dan kroninya masuk ke Madinah dengan alasan hendak pergi umrah.
Kemudian mereka pergi ke rumah khalifah Usman bin Afaan dan mengepungnya
(perbuatan itu dikiaskan demonstrasi) dan berteriak untuk memaksa sang khalifah
utuk memenuhi hak mereka dan berusaha mencopot jabatan sang khalifah.
Sejarah kelam tersebut
dianggap sebagai dalil/ landasan hukum bahwa demonstrasi adalah hukumnya haram,
kelompok yang menganggap haram biasanya akan dianggap pro dengan pemerintah bahkan
dianggap menjilat pemerintah. Akan tetapi ada beberapa ulama seperti seperti
Syaikh Yusuf Qaradhawi, membenarkan praktik demonstrasi. Menurut Qaradhawi, yang tayang pada republika.co.id Jumat 28 Oct 2016
11:00 WIBl seorang ulama hendaknya tidak mudah mengharamkan sesuatu kecuali
berdasarkan dalil nas Alquran dan hadis sahih yang menetapkan atas
keharamannya. Adapun dalil hadis yang dhaif sanadnya, atau sahih tapi penetapan
keharamannya tidak sharih (eksplisit), maka hukumnya tetap pada kebolehan,
sehingga tidak terjebak pada mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.
Dari pemaparan diatas bisa
kita ambil faedah pertentangan batin antara sebuah ego yang mengatasnamakan “kebersamaan”
dengan kondisi kejiwaan mahasiswa yang tidak ingin dikatakan “cemen”. Mau
mundur untuk tidak ikut demo pun kena. Artinya kondisi kejiwaan nya terluka
karena gengsi tersebut.
Maka sungguh dilematis
sekali bagi beberapa mahasiswa yang memang tidak menginginkan demonstrasi
dengan beberapa alasan akhirnya dia akan menerima konskwensi “maju risiko masuk
rumah sakit, mundur risiko dikucilkan / dibulyng oleh teman”. Maka yang dapat
kita simpulkan bahwa betul sekali negara indonesia adalah negara demokrasi dan
diperbolehkan kita sebagai mahasiswa untuk berdemonstrasi, akan tetapi jangan
sampai memakasakan demonstrasi tersebut terhadap temanya.
Tambahkan Komentar