Oleh DWI INA FAKOTIN

Mahasiswa STAINU Temanggung 

Jika anda menjadi guru hanya sekedar transfer pengetahuan, akan ada masanya dimana anda tak lagi dibutuhkan, karena Google lebih cerdas dan lebih tahu banyak hal daripada anda, namun jika anda menjadi guru juga mentransfer adab, ketaqwaan, dan keihklasan maka anda akan selalu dibutuhkan. Karena Google tak memiliki semua itu. (KH Dimyati Rois)

 

Buat saya pesan dari KH Dimyati Rois sangat dalam dan terlalu relevan dengan kondisi saat ini, dimana siswa dan para Guru sama-sama tersandra dengan keadaan.

 

Google mungkin bisa membantu menjawab hampir semua pertanyaan/tugas Guru pada siswa kecuali hitungan dan penalaran, tapi memang siswa tidak hanya butuh pengetahuan saja, namun butuh figur yang bisa mengarahkan serta membekali mereka menjadi pribadi yang siap menjawab tantangan zaman sehingga tidak cukup hanya dengan Google.

 

Lebih keren lagi sebenarnya jika pemerintah punya browser sendiri (bukan google) agar bisa proteksi informasi yang masuk didalamnya, tidak sebebas Google dan Youtube.

Belakangan ini banyak orang tiba-tiba kepribadiannya berubah, yang tadinya kalem jadi jahat, yang tadinya tegas jadi sok alim dan lain sebaginya gara-gara mereka belajar dari Youtube.

 

Lebih parahnya lagi sekarang para siswa banyak diwajibkan belajar dengan smartphone tapi orang tuanya tidak bisa menggunakan smartphone sehingga setelah selesai belajar anak2 bisa browsing sesuka mereka (good things/bad things) dalam kondisi seperti ini jelas orang tua tidak bisa proteksi informasi dan pergaulan anaknya dengan gadget Daring itu.

 

Bahkan anak akan mengalami ketergantungan pada bantuan orang lain, kurang mandiri dalam menyelesaikan tugas, dan cenderung menjadi anak yang kurang percaya diri.

 

“Suatu hari nanti anak akan kembali belajar di sekolah, dimana ia harus mengerjakan tugas-tugas sendiri. Kalau tidak dilatih untuk mandiri dan percaya diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya di rumah sekarang maka ia akan sulit beradaptasi saat harus belajar di sekolah nanti. Lalu, kalau PR atau tugas dikerjakan oleh orang tua, hasil belajar atau nilai yang diperoleh anak tidak mencerminkan kemampuan anak sesungguhnya,” ucap Lyly.

Terkait dengan pembelajaran jarak jauh atau daring ini, untuk menjaga kesehatan mental untuk anak, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama dengan melakukan aktivitas belajar sesuai dengan jadwal dari sekolah atau tidak menunda-nunda.

 

Kedua, sediakan waktu untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan, misalnya bermain, baca buku yang disukai, main game, olahraga, menghabiskan waktu bersama kakak atau adik agar anak bisa relaks sesudah belajar.

 

“Jika mengalami kesulitan dalam belajar, bisa bertanya atau diskusi dengan guru atau teman melalui chat online atau bisa belajar dari pengetahuan di internet. Belajarlah di tempat yang nyaman, tenang sehingga bisa fokus dan konsentrasi,” katanya.

 

Sedangkan bagi para orang tua, disarankan untuk tetap tenang dalam mendampingi anak belajar di rumah, kemudian mengatur waktu orang tua antara untuk mendampingi anak belajar dengan waktu bekerja atau mengurus rumah.

Selain itu, jika ada kesulitan atau hambatan dalam mendampingi anak, disarankan agar tidak ragu untuk berdiskusi dengan guru. Serta pahami tingkat kemampuan belajar anak, dan sesuaikan dengan target atau nilai yang diperoleh anak

 

Semoga Kondisi lekas membaik agar para siswa dan semuanya kembali normal agar kita bisa kembali melanjutkannya hidup yang benar-benar hidup tidak tersandra oleh corana atau covid 19.

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar