Oleh
Puji Rahayu

Corona Virus Disease 2019 atau yang marak kita sebut Covid-19 memang mengharuskan semua lapisan masyarakat beradaptasi dengan perubahan sosial yang diakibatkannya. Banyak sekali perubahan sosial yang sudah terjadi dan banyak pula memunculkan problematika baru. Akan tetapi sebagai masyarakat yang terkena dampak, kita juga harus mulai membiasakan diri dengan problem-problem tersebut untuk keberlangsungan hidup kebiasaan baru kedepan.

Salah satu tranformasi yang terlihat jelas adalah pada bidang pendidikan. Pendidikan yang semula dilakukan disekolah atau kampus kemudian secara tatap muka guru dengan murid, dosen dengan mahasiswa dan terdapat diskusi, tanya jawab secara langsung, kini tidak lagi. 

Hanya beberapa sekolah saja yang menerapkan pembelajaran tatap muka, itu pun hanya 1-2 kali dalam seminggu dengan durasi tatap muka maksimal 3 jam saja. Kini segala metode pembelajaran harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan demi kebaikan bersama. Tidak lain pendidik dan peserta didik harus melaksanakan pembelajaran dengan metode dalam jaringan (daring). Guru dan pendidik lainnya pun dipaksa harus mulai memiliki kreativitas dan inovasi dalam mengajar.

Peserta didik yang masih duduk dibangku SD/MI sering kali mengalami kesulitan memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru secara daring. Ini dikarenakan mereka masih terlalu dini, mengoperasikan handphone saja belum bisa apalagi mengakses pembelajaran dari platform yang digunakan untuk pembelajaran.

Bukan hanya SD/MI saja, kesulitan juga dialami oleh siswa SMP SMA. Ini bisa terjadi karena beberapa faktor penyebab, yaitu faktor yang terjadi dari diri siswa dan faktor luar yang bisa mempengaruhi tidak terlaksananya pembelajaran dengan mulus.  Misalnya faktor yang timbul dari diri siswa yaitu minat, motivasi belajar dan cara belajar.   Sedangkan faktor luar yang sering terjadi adalah seperti kesulitan mengakses data karena sinyal yang kurang mendukung, biaya kuota mahal, sedikitnya intensitas pertemuan antara guru dan siswa, dan yang lainnya. Dilihat dari permasalahan tersebut maka peran orang tua memang sangat dibutuhkan demi kesuksesan belajar anak-anaknya.

Pemberian PR
Pekerjaan rumah bisa dijadikan metode alternatif  dalam memahamkan siswa, karena metode seperti ceramah, diskusi, tanya jawab tidak bisa dilakukan secara maksimal pada saat ini. Kini pekerjaan rumah dianggap metode paling efektif dan efisien. Siswa diberikan PR untuk dikerjakan dirumah dengan maksud supaya siswa belajar mandiri di rumah. Dengan pemberian PR siswa akan lebih mandiri dan belajar menemukan gagasannnya sendiri, sehingga bisa memunculkan semangat bagi siswa untuk terus mengembangkan kegiatan belajarnya.

Namun, pemberian tugas yang terlalu banyak, apalagi tidak ada penjelasan terhadap soal-soal menimbulkan banyak keresahan dan dilema bagi siswa begitupun orang tua. Saya merasa resah sekali ketika adik-adik saya datang kerumah untuk diajarkan mengerjakan PR. Akan tetapi sama sekali tidak ada semangat dalam diri mereka. Ketika saya tanya kenapa tidak semangat, mereka menjawab karena mereka tidak paham dengan materi tersebut. Akhirnya saya mencoba menjelaskan ulang materi yang telah diberikan guru dalam pembelajaran daring.

Siswa merasa bahwa PR adalah acuan penilaian yang apabila tidak dikerjakan akan berdampak pada nilai raport, kenaikan kelas dan lainnya. Sehingga mau tidak mau siswa tetap mengerjakan bagaimanapun caranya atau menghalalkan berbagai cara. Walaupun harus sambil ngelu kepala. Akan tetapi ada juga yang acuh tak acuh terhadap PR, karena memang tidak mampu mengerjakan dalam artian tidak mudeng sama sekali atau karena susah sinyal sehingga susah mengakses tugas.

Ngelu juga dirasakan para orang tua siswa. Penyerahan tugas mengajari anak untuk belajar 75% orang tua berikan kepada guru, atau bahkan ada yang sepenuhnya memberikan tugas tersebut. Namun kali ini orangtua dianjurkan untuk selalu mengawasi dan membimbing anak dalam belajar. Sedangkan waktu mereka telah habis untuk bekerja, untuk mengurus rumah tangga, atau ada orang tua yang gagap teknologi (gaptek), itu akan menyulitkan sekali.

Nah ketika sekarang pemberian pekerjaan rumah masih terus berlanjut, alangkah baiknya bila pemberian tugas juga harus disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, dan konsistensi dari pendidik semisalnya jangka waktu yang diberikan dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Supaya peserta didik lebih semangat dan tidak sak sak e dewe dalam mengerjakan pekerjaan rumah mereka karena adanya deadline.

Dengan melihat kondisi yang telah terjadi, sebaiknya seorang pendidik bisa mengevaluasi proses pembelajaran yang telah terlaksana. Apakah kita semua tidak ingin tujuan pendidikan bisa tercapai?
Bagikan :

Tambahkan Komentar