TABAYUNA.com - Risalah para nabi dan rasul sejak Adam as. hingga nabi Muhammad SAW. senantiasa dalam teologi yang sama, yaitu mentauhidkan Allah SWT. Ketika akidah mengalami penyimpangan, maka Allah akan meluruskannya kembali melalui nabi-nabi dan pewarisnya. Akidah ini silih berganti selalu dikawal oleh para nabi dan rasul sebagai penjaganya.
Setelah
Rasulullah SAW. purna menyelesaikan tugas kerasulan, estafet penjaga akidah
beralih kepada para pewarisnya. Ulama’ mutakallimin akhirnya hadir menghadapi penyimpangan dan penyelewengan
tersebut.
Paham-paham
sempalan yang muncul saat itu melahirkan banyak perdebatan teologi. Namun, pergulatan teologi yang panjang ini
pada akhirnya menuai hikmah yang besar, yaitu dengan munculnya paham beru yang
diperkenalkan oleh imam Abu al-Hasan Ali ibn Ismail Al-Asy’ari. Paham ini
cenderung moderat karena mengkompromikan antara metodologi nalar dan firman.
Silsilah
sanad keilmuan yang telah menjadi sebuah sistem transmisi pengetahuan Islam
telah melahirkan banyak ulama’ ilmu kalam pengikut Abu al-Hasan Al-Asy’ari yang
lazim dikenal dengan sebutan ‘Asyā’irah. Mazhab teologi ini memiliki
pembela-pembela yang gigih dalam menjaga paham akidah yang diusungnya. Di lain tempat yang berjauhan,
ternyata ada juga ulama pakar ilmu kalam lain yang sama pandangannya dengan
Asy’ari bernama Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad al-Maturidi. Ajaran Kedua
imam tersebut hingga kini menjadi representasi dari paham yang dikenal dengan nama Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ajaran
Ahlussunnah wal jama’ah tidak berhenti di Timur Tengah saja, namun mampu
ditransmisikan ke penjuru belahan bumi lainnya, termasuk kepulauan Nusantara.
Matarantai sanad keilmuan berproses di pesantren-pesantren yang dinahkodai para
kyai. Kajian-kajian kitab teologi Ahlussunnah wal Jama’ah praktis menjadi
pelajaran wajib disemua tingkatan pembelajaran.
Di antara
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mengenai Akidah Limapuluh. Kitab-kitab
tauhid yang dikaji mulai dari yang ringan sampai yang rumit tidak lepas dari
pembahasan akidah limapuluh ini. Bab-bab yang lain tidak kalah penting,
meliputi pandangan-pandangan Abu al-Hasan al-‘Asy’ari dan Maturidi yang
keduanya sepaham dalam banyak hal, sedikit beda pandangan hanya dalam masalah
at-takwin dan takdir.
Buku
berjudul Teologi Kaum Santri dibawah Panji Asy’ari dan Maturidi ini hadir
berangkat dari keprihatinan penulis ketika melihat buku kajian tentang akaid
limapuluh diluar pesantren mulai jarang ditemui. Kekhawatiran akidah ini akan
dilupakan menuntut penulis untuk mengangkatnya kembali, sebagai tanggung jawab
moral seorang santri dalam menjaga agama (hifdzu ad-dīn) dan sekaligus
melestarikan agamanya (ihyā’ ad-dīn). Upaya ini penulis lakukan tak lebih untuk
mengambil berkah dari ilmu dan ulama’nya.
Buku ini
mengacu karya-karya ulama salaf dari kitab-kitab yang mu’tabar. Semoga paparan
di dalamnya dapat menggugah logika dan nalar para pembaca dalam mengenal
Tuhannya, yang selaras dengan akidah ahlussunnah wal jama’ah, akidahnya kaum
santri. Harapan penulis, semoga uraian-uraian dan simpulan yang ada dalam buku
ini adalah benar-benar mendapat petunjuk
Allah dan ridho Nya.
Biodata
Buku:
Judul: Teologi
Kaum Santri Di Bawah Panji Asy’ari dan Maturidi
ISBN:
978-623-6769-01-0
Penulis: KH.
Muhammad Syakur AH, M.H.
Penyunting:
Hamidulloh Ibda, M.Pd.
Desain
Sampul: Wahyu Egi Widayat
Cetakan: 1,
September 2020
Tebal: 14 x
21 cm, ix + 104 Halaman
Diterbitkan:
CV. Pilar Nusantara
Harga: Rp
75.000 (Belum ongkir)
HP:
Tambahkan Komentar