Semarang, TABAYUNA.com - Salah satu Program SMK Hidayatul Muslimin Sedan adalah merintis sekolah ramah anak, Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman bersih dan sehat peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan dan perlindungan anak di pendidikan.
Demikian yang disampaikan Kepala SMK Hidayatul Muslimin Sedan Rembang Muhammad Muandzom dalam kegiatan Virtual Meeting Koordinasi awal menuju SMK Hidayatul Muslimin Sedan yang Inklusi (Rintisan Sekolah Ramah Anak) Senin (18/1/ 2021) melalui Zoom.
“Sekolah Ramah Anak (SRA) bukanlah membangun sekolah baru, namun mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak, serta memastikan sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya, karena sekolah tempat kedua anak menghabiskan waktu yang lama dalam kesehariannya setelah rumah,” kata dia.
Menurut dia, sekolah ramah anak merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama anak berada di sekolah, melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah yang aman, ramah, bersih, sehat, indah, nyaman dan Inklusi.
“Inklusi artinya tidak ada kesenjangan antara anak yang berkebutuhan khusus dengan anak yang yang lainnya, diharapkan pula anak berkebutuhan khusus dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu perlu mendesign Sekolah inklusi untuk memberikan kesempatan kepada semua anak dapat mengakses pendidikan,” beber dia.
Sementara itu, nara sumber dari Wakil Ketua LP Ma`arif NU Jawa Tengah Fakhruddin Karmani mengatakan bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah/madrasah di kelas bersama teman-teman seusianya. Sekolah/Madrasah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah/Madrasah yang menampung semua murid di kelas yang sama.
“Sekolah/madrasah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik dan dukungan oleh para guru, agar anak-anak berhasil. Prinsip dalam menjalankan pendidkan inklusif meniscayakan seluruh komponen pada satuan pendidikan harus inklusif juga. Oleh karena itu, guru , terutama Kepala Sekolah/Madrasah dan Guru Pembimbing Khusus (GPK) harus memahamai persoalan ABK secara komprehensif, dari hulu hingga hilir,” beber dia.
Dijelaskan, LP Ma`arif dalam berkhidmat terhadap masyarakat terutama kaum disabilitas, telah menyelenggarakan layanan inklusif di sekolah/madrasah yang sudah dikembangkan dan ini akan selalu dikembangkan sehingga menjadi embrio bagi madarsah/sekolah lain menuju layanan inklusif. “Diharapkan semua sekolah/madrasah Ma`arif akan menjaid inklusif untuk menerima semua peserta didik dengan berbagai hambatan belajar,” lanjut dia.
Ketua FPMI Pusat dan Trainer Inklusi LP Ma`arif NU Jateng Supriyono juga mengatakan bahwa konsep inklusi itu berbaur karena dalam undang-undang dan konspe international menjelaskan bahwa anak membawa potensi masing-masing dan ini akan kita arahkan bahwa semua sekolah/madrasah harus menerima ABK. “Ini sebagai bentuk sekolah ramah anak. Sekolah ramah anak dan inklusi itu beririsan. Kalauu ssudah inklusif maka pasti menjadi sekolah ramah anak. Inklusi itu lebih luas adalah sebuah sistem ideologi, seperti warna hidup kita. Kita harus menerima semua orang dan inklusi ini dilandasi kebersamaan dan semua orang adalah berharga. Dalam inlusi semua orang istimewa dan apapun perbedaan mereka,” papar dia.
Inklusi itu sebuah cara berpikir, kata dia, dan bertindak yang membuat semua orang penerimaan dan penghargaan. Seperti ketika di kelas ada anak nakal atau lainnya tetapi itulah perbedaan dan yang harus kita lakukan adalah bagaimana perlakukan dan gerakan kita agar kita mengembalikan anak-anak kepads sistem yang sebenarnya. “Semua anak apapun dalam keadaannya menyatu dalam satu sistem pendidikan yang mampu merespon keanekaragaam sebagai dalam kesempatan belajar,” lanjut dia. (Tb55).
Tambahkan Komentar